Friday, January 8, 2016

Pada Sebuah Temu, Kita Membisu

Suatu hari aku pernah sangat ingin menemuimu. Melihat segaris senyum yang menenangkan di wajahmu yang bulat. Melihat tatapmu yang tajam menusuk relung batin. Melihat tawamu. Oh iya, tawamu. Aku suka ketika melihat kamu tertawa sembari menutup mulutmu dengan kedua tangan.

Lalu aku mencarimu. Aku mencarimu di perpustakaan kampus, namun tak ada. Aku tak melihat kamu yang biasanya sedang membaca di sebuah sudut meja di perpustakaan itu. Ah mungkin semua novel di perpustakaan ini sudah habis kau baca, pikirku. Lalu aku mencarimu di sebuah tempat makan. Namun yang kudapati hanyalah orang-orang rakus berwajah lapar. Oh, mungkin kamu sudah lebih dulu menghabiskan Lobster Saus Tiram kesukaanmu disini, pikirku lagi. Petang tiba, namun aku belum menemuimu hingga akhirnya mentari tak lagi tampak.

Benar adanya bahwa kita hanya bisa berencana, selebihnya Tuhan yang menentukan. Esoknya, tanpa direncana, tanpa diduga, aku  menemuimu yang sedang duduk menunggu hujan reda. Kamu termenung kala itu. Tatapmu kosong ditengah dinginnya hujan. Aku ingin menghampirimu, mengajakmu mengobrol untuk sekedar menghangatkan gigilmu, membicarakan sebuah novel yang pernah kita baca kemudian menghardik si tokoh utama dalam novel tersebut karena terlalu egois. Lalu kita membicarakan hujan yang turun, hujan yang bukan menjadi tempat yang baik untuk seseorang yang ingin melupakan kenangan, hujan yang akan membawaku kepada satu kesimpulan bahwa senyummu adalah sebaik-baiknya penghangat bagi aku yang selalu merasakan dingin di dekatmu. Tapi semua itu urung terjadi. Aku lebih dulu kaku.

Disana, di sebuah sudut yang tak terlihat olehmu, Aku hanya diam memperhatikanmu. Tak berani menampakkan diri, apalagi menyapamu dan berbicara denganmu seperti di khayalanku. Begitulah akhirnya aku. Berharap untuk bisa dekat dengamu. Tapi nyatanya setiap aku menemuimu, aku hanya diam. Semua kata yang ada seolah tercekat di tenggorokan. Bahkan kadang dalam mimpi, aku dan kamu tak lebih dari seseorang yang hanya sebatas tau.

Pada sebuah temu, kita memang saling membisu. Tak pernah ada kata terucap, tak pernah ada kisah terukir, tak pernah ada sapa menyapa. Tapi percayalah, dalam doa-doaku yang panjang, aku menyapamu lebih sering. Dalam doa-doaku yang panjang, aku menjagamu tanpa lelah. Dan dalam doa-doaku yang panjang, aku berkata kepada Tuhan bahwa aku mencintaimu.


Biarlah sekarang kita membisu, hingga kelak setiap kata yang kita ucapankan adalah alasan untuk kita saling bertemu dikala rindu. Semoga begitu.
Share:

2 comments:

Tinggalkan jejak kalian disini. komen yaa :)