Showing posts with label Curhat. Show all posts
Showing posts with label Curhat. Show all posts

Thursday, April 16, 2020

Aku Jatuh Hati Kepadamu Setiap Hari



“Aku jatuh hati kepadamu setiap hari” ucapku berbisik di telingamu. Angin berhembus pelan. Menggoyangkan anak-anak rambutmu.

“Haruskah setiap hari?” tanyamu kemudian. Aku menggangguk.

“Harus” jawabku. “Aku harus jatuh hati kepadamu setiap hari. Agar kelak jika kita telah tua dan aku hanya bisa terbaring di atas kasur, setidaknya aku masih punya satu kewajiban: mencintaimu” hening setelah itu. Semesta seolah mendengarkan dengan khidmat percakapan kita. Tak mau mengganggu dengan angin keras atau suara jangkrik. Aku menatap ke arahmu. Garis senyum di wajahmu adalah lengkung sempurna serupa pelangi.

Aku beruntung. Dua kata yang paling tepat untuk menggambarkan aku saat ini. Aku menemukan lautan tenang pada dalam tatapmu. Jantungku berdegup kencang tatkala aku mengetahui bahwa satu-satunya orang yang kau izinkan untuk menyelaminya adalah aku.

“Bagaimana kamu akan mencintaiku setiap hari jika kamu saat tua hanya bisa terbaring di atas kasur?” tanyamu serius sembari mengangkat alis kananmu.

“Kita akan berpetualang”

“Maksudmu?” kamu penasaran.

“Aku akan mengajakmu kembali pada masa awal kita bertemu. Di toko buku. Kita mencari satu buku yang sama kala itu. Namun buku yang tersisa hanya 1. Aku mengalah. Membiarkanmu memilikinya meskipun aku sangat ingin membaca buku tersebut saat itu. Karena merasa tak enak, kamu berjanji akan meminjamkannya begitu selesai membaca. Aku mengangguk. Kita bertukar nomor telfon setelahnya. Dengan mengalah, ternyata aku memenangkan hatimu” Kamu tertawa. Diikuti olehku.

“Kita akan berpetualang ke banyak kenangan saat kita tak bisa lagi melakukan apa-apa. Aku berjanji akan mengingatnya dengan baik untukku ceritakan lagi padamu kelak” lanjutku.

“Bagaimana kalau kenangannya telah habis” tanyamu lagi.

“Berarti aku telah pergi. Tenang kembali kepadaNya. Jika saat itu tiba, ketahuilah bahwa jeda antara kita berpisah hingga bertemu lagi adalah waktu yang akan sangat membosankan”

“Setelah kita bertemu lagi, apa kita akan jatuh cinta lagi?”

“Tentu. Masih setiap hari. Sebab denganmu, aku tak ingin hanya di dunia saja”

“Tapi, apa kamu juga akan mencintaiku setiap hari?” tanyaku kemudian.

“Tidak” jawabmu singkat. Aku menoleh aneh. “Aku akan mencintaimu setiap detik” tutupmu.

Aku beruntung. Dua kata yang sangat tepat ketika mengetahui bahwa kamu juga mencintaiku. Aku menemukan angka yang menggenapiku, aku menemukan arah mata anginku hingga aku tak perlu takut lagi tersesat, aku menemukan penenang dari debar jantungku hingga aku tak perlu takut lagi saat cemas, aku menemukan pelukmu yang lebih menenagkan dari suara debur ombak pagi hari. Aku beruntung. Aku menemukanmu. Kita menemukan akhir dari pencarian. Kita beruntung.
Share:

Friday, January 17, 2020

Untuk Perempuanku



Untuk perempuanku,
Kelak jika suatu hari kau baca ini, percayalah rasa yang aku miliki sejak menulis ini hingga akhirnya kau baca akan tetap sama. Kecuali kita yang semakin tua dan langkah yang semakin goyah, semua akan tetap sama. Aku tetap mencintaimu.

Untuk perempuanku,
Rambutmu yang sebahu itu kelak akan memutih. Minus di matamu mungkin kelak akan bertambah lagi. Lesung di pipimu akan layu. Kau akan semakin tua. Namun tangan yang akan menggengammu, tangan yang akan mengelus kepalamu sebelum tidur, dan tangan yang akan merangkul pundakmu kala berjalan akan tetap sama. Aku akan tetap menjadi tangan yang akan membimbingmu.

Untuk perempuanku,
Kelak saat kita sedang menikmati pagi hari dengan secangkir teh hangat, saat tak banyak lagi tenaga kita yang tersisa, kita akan kembali mengingat saat pertama kali kita bertemu. Di kantor kala itu. Senyum yang masih malu-malu dan lirik yang selalu curi-curi. Kita akan mengingatnya kembali, lalu menyadari bahwa setelah semuanya, kita masih saling memiliki.

Untuk perempuanku,
Kelak aku juga akan bercerita tentang aku yang terlambat menyapamu. Saat aku mendapatimu berjalan sendiri memasuki sebuah gedung. Pagi itu Jakarta sedang diguyur gerimis. Kau menutupi kepalamu dengan telapak tangan. Beberapa rintik hujan membekas membasahi baju kuningmu. Aku mempercepat langkah. Berharap dapat memberikan salam dan jabat tangan denganmu. Aku berbelok ke arahmu, dan syahdan, kau telah hilang di balik lift. Sapa pertama kita urung terjadi. Langkahku kurang cepat. Aku menundukkan kepala. Diantara rintik hujan yang kian banyak menyerbu, pagiku hari itu diawali dengan kecewa.

Untuk perempuanku,
Kelak saat kau sedang menangis, saat kau merasa bahwa dunia sedang tak baik denganmu, akan ada aku yang akan memelukmu. Memeluk raga dan seluruh hatimu utuh. Dekap aku, perempuanku. Luruhkan semuanya padaku. Sebab aku tak ingin ada tangis di matamu yang tajam. Kau bahagia saja. Sebab untuk itu aku berjuang.

Untuk perempuanku,
Kelak saat kita telah menjadi satu. Saat tak ada lagi aku atau kamu melainkan kita. Saat kau telah genapkan aku. Saat aku telah lengkapi kamu. Saat itulah kita telah merasakan surga tanpa perlu mati dahulu. Kecup di bibirmu akan menjadi candu, sebagaimana peluk yang akan selalu kau rindu.

Untuk perempuanku,
Kelak kau akan tahu bahwa hanya dengan pesonamu aku kalah telak. Rasa kian bergejolak setiap harinya hingga aku tak lagi mampu menolak atau berkata tidak. Aku hanya ingin kamu, dan itu mutlak.

Untuk kamu,
Yang kelak akan jadi perempuanku.


voor jou mol, met liefde.

Share:

Tuesday, November 14, 2017

Luka yang Bahagia

Ternyata cinta tak selamanya berjalan indah sesuai rencana.

Dulu aku membayangkan kita akan berdampingan hingga hari dimana sebuah ijab terucap, melanjutkan kembali hari-hari indah hingga tua, berakhir bahagia, persis seperti film romansa yang pernah kita tonton bersama. Aku membayangkan kau akan menjadi rumah dari lelahku, menjadi awal dari langkah-langkahku, menjadi temaram di gelapku, menjadi pelengkap dari kurangku.

Aku telah siap dengan semua mimpi indah itu. Menyiapkan diri dan memantapkan hati, menata diri dan menjaga hati, memantaskan diri dan merawat hati. Aku tak pernah takut dengan rintangan yang nanti akan menyulitkan kita, sebab bersamamu aku yakin dalam setiap langkah. Namun aku tak pernah siap bila dilukai dengan orang yang aku cintai. Itulah sebabnya aku lebih hancur darimu.

Kita memang ditakdirkan berpisah setelah bersama. Kamu memilih pergi dengan cara menyakiti. Memulai langkah dengan seseorang yang selama ini kau cintai diam-diam. Mungkin pilihanmu benar, pergi dengan alasan memerdekakan hati. Tapi mungkin kamu lupa, bahwa hatimu merdeka dengan meninggalkan luka dan duka pada hati seseorang. Kita yang dulu pernah menjadi sedekat nadi, akhirnya sekarang telah lebih jauh dari mentari sekalipun.

Aku ingat saat kita berbincang di suatu petang. Katamu, betapa beruntungnya seseorang yang mencintai sekaligus dicintai dengan sungguh. Hidupnya akan menjadi sangat lengkap. Aku membayangkan bahwa orang yang bahagia itu adalah kita. Kita saling mencintai dan dicintai satu sama lain dengan sungguh. Namun disaat yang sama, kamu membayangkan orang yang bahagia itu tanpa aku. Ragamu bersamaku saat itu, namun hatimu telah lama tidak. Hingga akhirnya raga dan hatimu benar-benar tidak bersamaku lagi.

Aku bergumam tatkala kamu pergi meninggalkan. Sisi hatiku mengerang. Amarah, dendam, benci, tak sudi, semua berkumpul menguasai hampir seluruh diri. Namun sisi lain hatiku berbisik pelan diantara riuh rintih: Sudahlah. Lepaskan. Membenci masa lalu hanya akan membuatmu menjadi pesakitan. Ubah caramu menyikapi. Jangan hidup di dalam dendam dan penyesalan.

Mungkin kita – atau hanya aku – perlu merenung. Berpikir sejenak bahwa pertemuan kita setidaknya tak akan menjadi sia-sia saja. Sebab darimu, aku belajar mencintai dan memiliki. Sementara kamu hanya belajar menyakiti.

Terimakasih telah melukai, sebab karna itu aku mengerti bagaimana untuk menjadi lebih kuat kembali.
Terimakasih telah melukai, sebab karna itu aku bisa menata kembali hati yang kau buat sedih.
Terimakasih telah melukai. Meskipun perih, aku bahagia karena takkan lagi tersakiti.
Share:

Tuesday, December 13, 2016

Perempuan Bulan Desember

Aku selalu menyukai bulan Desember. Selain karena ini bulan kelahiranku, Desember selalu saja punya cerita sebagai penutup perjalan setahun penuh. Seperti Desember tahun ini. saat aku menemukanmu, lalu menyukaimu. Perempuan bulan Desember.

Adalah matamu yang pertama kali mampu merobohkan pertahananku. Aku menatap matamu pada pagi bulan desember. Matamu sejuk serupa embun di dedaunan pagi hari. Segala keraguan seketika runtuh kala itu. Pada matamu yang cokelat, aku menemukan keyakinan. Pada matamu yang teduh, aku ingin meletakkan harapan. Dan, pada matamu yang menenangkan, aku selalu merindukan.

Adalah senyummu yang kemudian membuatku tak mampu berkata-kata. Kau tersenyum pada siang bulan desember. Senyum yang seindah senja itu terasa hangat di sela rintik hujan. Wajar jika kemudian jantungku berdegup tak beraturan. Andai saja waktu itu aku mempunyai keberanian, sudah kubingkai senyummu dengan kamera handphone ku. Tapi biarlah. Biar saja aku merindukan senyummu dulu sampai kita bertemu lagi.

Adalah kemudian sang waktu yang baik hati mempertemukan kita. Aku seolah menemukan pelita di kegelapan. Kamu menuntunku menuju sebuah dunia yang dinamakan cinta. Lalu tanpa permisi, kau masuk ke dalam labirin pikiranku. Berputar-putar sepanjang hari, hingga masuk ke alam mimpi. Aku selalu menikmati episode-episode panjang tentangmu.

Jika aku ini malam, maka kamulah sang purnama yang biasnya menerangiku. Jika aku ini dedaunan, maka kamulah embun yang selalu kutunggu hadirnya di pagi hari. Jika aku ini ombak, maka engkaulah tepi laut yang selalu kutuju.

Mari sini, sejenak kita bertemu lagi sebelum desember beranjak pergi. Aku ingin mendengarkan cerita tentang harimu. Aku ingin mendengarkan suara tawamu yang khas. Aku ingin menembus lensa kacamatamu, lalu menatap bulat matamu hingga senja berganti malam.
Share:

Tuesday, August 2, 2016

Lion Air Sang Raja Delay

Jadi gini, gaes. Mau cerita aja nih tentang maskapai Lion Air yang beberapa hari lalu lagi banyak diberitakan di televisi. Memang sebelumnya Lion Air sudah terkenal dengan kasus-kasus delay nya. Bukan cuma delay sih, tapi banyak juga yang lain. Sudah ditegur Menteri, eh tetap aja gak ngaruh. Dan kemarin, tepatnya hari minggu, Lion Air kembali berulah. Dan sialnya, saya adalah salah satu korban dari Lion Air.

Mohon maaf aja nih kalo di tulisan ini menyinggung pihak Lion Air. Bukan bermaksud apa-apa, biar yang lain tahu aja gimana “seru”nya pengalaman kemarin. Terlalu rugi kalau disimpan sendiri.

Singkat cerita aja, saya adalah penumpang Lion Air dengan tujuan kota Bengkulu yang seharusnya berangkat pukul 16.25 sore. Dan pukul 1 siang, saya udah berada di bandara Soekarno-Hatta. Kurang tepat-waktu-tingkat-tinggi gimana lagi coba. Karena waktu berangkat yang masih lama, jadi kerjaan saya selama menunggu diluar cuma duduk, main pokemon, jalan mondar-mandir, duduk lagi, lirik bule cantik, lalu kita saling tatap mata, kenalan, jatuh cinta, lalu hidup bahagia berdua. Hmm terlalu ftv sepertinya. Terus, waktu membuat perut saya jadi lapar. Berhubung di bandara nggak ada warteg, jadi saya makan di salah satu tempat yang menawarkan wifi gratis.

Gaes, asal kalian tahu, semua makanan yang dijual di bandara harganya menjadi sejuta kali lipat dari biasanya. Saya yang makan sop buntut dan segelas kopi hitam harus bayar uang yang harganya setara dengan berkali-kali kalo saya makan di kosan. Sumpah demi apapun ini mengagetkan dan menyakitkan.

Lalu, kurang lebih pukul 3.30 sore, saya mulai check-in. Setelah antri cukup panjang, saya akhirnya dapat boarding pass dan langsung menuju ruang tunggu. Di ruang tunggu kerjaan saya masih sama. Cuma bedanya di ruang tunggu nggak ada pokemon satupun.

Pukul 4.20 sore, suara announcer yang keluar dari speaker ngasih pemberitahuan kalau penerbangan menuju Bengkulu ditunda selama 90 menit. Oke nggak masalah lah. Masih sabar. Lalu 90 menit kemudian, announcer nya bilang penerbangan ke Bengkulu delay lagi selama 90 menit. Saat itu, pikiran mulai tak tenang, perasaan tak enak, dan hati tetap saja kosong. Bukan hanya ke Bengkulu, penerbangan Lion Air menuju Balik Papan dan Surabaya juga delay. Kita ditelantarkan. Sampai pukul 10 malam, belum ada kejelasan juga dari pihak Lion Air. Akhirnya kita –aku dan kamu – ehh maksudanya penumpang tujuan Bengkulu, Surabaya, dan Balik Papan bersatu padu membentuk satu kekuatan untuk kemudian bersama-sama “demo” ke costumer service Lion Air yang ada di ruang check-in. Disana suasana mulai panas. Penumpang marah-marah sampai muka dari petugas Lion Air lebih pucat dari anak SMP yang ditilang polisi karena bonceng tiga. Karena tidak juga ada kejelasan dan manager dari Lion Air juga tidak bisa ditemui, kita para penumpang Lion Air memutuskan untuk turun ke landasan pacu udara. Sumpah ini seru banget. Sebagai mahasiswa, saya merasa seperti aktivis 98 yang menuntut keadilan pada saat itu. Gagah cuy!

Sebenarnya, kita juga sempat dihalangan oleh pihak keamanan bandara. Tapi karena jumlah mereka sedikit dan jumlah kita ratusan, mereka tidak bisa apa-apa. Sesampainya di landasan pacu, kita sempat ingin memboikot pesawat Lion Air yang ingin terbang. Beberapa orang berusaha menaiki tangga pesawat hingga akhirnya terjadi keributan antara penumpang, pihak keamanan, tentara, dan polisi militer. Bahkan seorang polisi militer yang saat itu sok jago, hampir dikeroyok oleh penumpang yang kesal. Kasian juga sih liatnya. Dari awalnya sok marahin penumpang hingga hampir dikeroyok ratusan penumpang. Pesan moralnya, jangan karena pakai seragam, anda terlihat lebih berkuasa.

Singkat cerita lagi, akhirnya ada seorang yang mengaku sebagai asisten manager dari Lion Air menemui kita para penumpang. Setelah berbicara dengan beberapa orang perwakilan, kita akhirnya diberi refund dan dijanjikan berangkat besok pagi. Itu artinya, semua penumpang yang keberangkatannya delay – termasuk saya – harus bermalam di bandara. Pengalaman baru!

Jam menunjukkan pukul 2 pagi. Penumpang-penumpang yang jadi korban delay Lion Air sebagian tidur di lantai, di masjid ruang tunggu, dan di kursi-kursi. Saya yang sedikitpun tidak ngantuk waktu itu bingung mau ngapain. Mau makan, tempat makannya udah pada tutup. Mau duduk, pinggang udah sakit karena kebanyakan duduk. Mau pacaran, nggak punya pacar. Tapi untungnya disana ada sebuah ruangan yang bercahaya, yang menawarkan surga kala itu bagi perut yang mulai lapar. Yap! Ada indomaret yang tetap setia buka. Saya lalu beli makanan, pop mie, dan tentunya kopi hangat. Mantap sudah perbekalan melawan bosan selama menunggu.

Hari mulai pagi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Janji yang diberikan Lion Air untuk berangkat belum juga ada kejelasan. Penumpang mulai marah-marah lagi. Ruang check-in juga penuh dengan hawa panas. Sebenarnya, kalau semua penumpangnya masih muda seperti saya, atau orang dewasa berumur 30 sampai 40 tahun, mungkin tidak terlalu masalah untuk menunggu sampai tidur di bandara. Masalahnya, kasihan dengan penumpang yang sudah tua, perempuan, dan juga anak kecil. Saya kasihan liat ibu-ibu yang tidur di lantai dengan anaknya, juga orangtua yang tidur kedinginan. Tidak masalah juga mungkin dengan penumpang yang seperti saya, yang pulang untuk berlibur ke rumah. Masalahnya, bagaimana dengan penumpang yang mungkin saat itu ada kegiatan penting? Bagaimana dengan penumpang yang mungkin saat itu sedang terjadi musibah dengan keluarganya di kota tujuan? Kan kasihan mereka semua. Kasihan juga dengan bule-bule yang waktu itu jadi penumpang Lion Air. Mau protes nggak ngerti, mau dengerin penjelasan dari pihak Lion Air waktu itu juga nggak ngerti, mau nangis mungkin mereka malu. Jadinya mereka cuma bengong aja saat kita marah-marah ke pihak Lion Air. Yang sabar aja ya, bul. Kalo kata orang-orang mah, welcome to Indonesia!

Pukul 9 pagi, penumpang masih terlantar, polisi dan tentara mulai banyak berdatangan mengamankan bandara yang keadaannya makin kacau, saya sekuat tenaga menahan mata yang perih karena tidak tidur sedikitpun dan juga menahan lapar. Kita, penumpang tujuan Bengkulu berkumpul di pintu keberangkatan A4. Masih belum ada kejelasan juga kapan akan diberangkatkan. Bahkan sempat terjadi dorong-mendorong antara penumpang dan pihak keamanan di pintu A4. Petugas Lion Air panik dan bingung. Hasrat penumpang yang ingin menonjok petugas Lion Air sedikit tertahan karena ada tentara dan polisi disana. Penumpang juga mulai muak dengan janji dari Lion Air yang ingin memberangkatkan kita. Hingga akhirnya, kurang lebih pukul 9.45 pagi, setelah perjuangan panjang, kita akhirnya diberangkatkan menuju Bengkulu. Iya, itu artinya pesawat Lion Air delay selama 17 jam lebih. Hebat bukan?

Tanpa mengurangi rasa hormat atau tanpa ingin menjatuhkan nama baik, kebodohan pihak Lion Air sepertinya sudah kelewat batas. Delay selama lebih dari 17 jam dan delay nya bukan cuma ke satu tujuan. Mungkin sudah waktunya sang singa terbang ini ditutup. Pertanyaannya, Kemenhub berani nggak memberi tindakan tegas ke Lion Air?

Udah dulu yaa bhay!!
Share:

Thursday, February 4, 2016

Jatuh Cinta Sendirian

Setiap orang pernah jatuh cinta. Jatuh cinta kepada apapun, jatuh cinta kepada siapapun. Sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita manusia. Banyak dari kita yang kemudian memutuskan untuk jatuh cinta kepada pilihan yang kita anggap tepat. Kamu, kepada siapa kamu memutuskan untuk jatuh cinta? Terlepas dari cinta kepada keluarga sendiri.

Di awal februari ini, izinkan aku mengatakan bahwa aku pernah jatuh cinta. Jatuh cinta kepadamu. Pada senyummu, pada indah warna matamu. Tapi, aku jatuh cinta sendirian.

Jatuh cinta sendirian tak pernah mudah, nona. Akan selalu banyak khayalan-khayalan yang sulit kau wujudkan. Khayalan untuk bisa bersamanya dikala senja, berbicara mengenai senja yang datangnya selalu kau nanti. Khayalan untuk bisa bersamanya dikala hujan terlalu gaduh. Menenangkannya, menghangatkannya dengan setiap kehangatan kata yang kau ucap. Khayalan menggenggam tangannya. Memberikan kekuatan dalam menghadapi hari yang kadang kelabu. Tapi khayalan itu hanya bisa kau pendam sendiri, karena kau jatuh cinta sendirian.

Jatuh cinta sendirian itu menyakitkan, nona. Kau tak bisa berbuat apa-apa. Saat kau tau dia yang kau cintai terluka jiwanya, kau hanya bisa mendoakannya. Berharap luka yang menghilangkan senyum di wajahnya segera reda. Tuhan mungkin mendengarkan doa mu. Senyum di wajah dia yang kau cintai telah kembali utuh, tapi berkat orang lain, bukan kamu. Kau tak punya andil sedikitpun.

Jatuh cinta sendirian itu lelah, nona. Tak pernah merasa dianggap, tak pernah ada. Kau tak pernah ada di dalam hidupnya. Layaknya embun di pagi hari, kau hanya menyejukkan sebentar. Selebihnya kau hilang. Mungkin segera terlupakan oleh hangat mentari pukul tujuh. Layaknya bulan di kelam malam. Kau ada dan memberikannya cahaya meski temaram, tapi tak lama. Kau hanya dipandang sebentar, lalu dia memilih bermain pada bintang yang menjubahi langit.

Jatuh cinta sendirian itu hanya untuk orang-orang yang kuat, nona. Dia yang jatuh cinta sendirian hanya bisa tersenyum getir saat tau orang yang dia cintai bahagia tanpanya. Dia yang jatuh cinta sendirian hanya bisa menahan rindu, sementara orang yang ia rindukan tak pernah sedikitpun mengingatnya. Dia yang jatuh cinta sendirian harus rela manakala orang yang ia cinta menemukan pelabuhan untuk hatinya.

Jatuh cinta sendirian itu hanya untuk aku, nona. Kau tak perlu jatuh cinta sendirian. Biarlah aku yang jatuh cinta sendirian. Jika kamu yang jatuh cinta, pastikan dia yang kamu cintai juga mencintaimu. Karena aku tak pernah rela jika kau merasakan bagaimana tersiksanya jatuh cinta sendirian.

Tapi biarlah. Biarlah aku jatuh cinta sendirian. Menikmati setiap khayalku sendirian. Membiarkan anganku terbang dibawa setiap hembus nafas. Merelakan setiap cinta diwakili oleh orang lain. Menempatkan diri sebagai orang yang tak pernah dianggap. Setidaknya itu lebih baik. Sebab dengan jatuh cinta sendirian aku tak pernah merasa kesepian. Ada kamu yang selalu terfikirkan.
Share:

Friday, January 29, 2016

Programmer atau Penulis?

Dalam hidup, akan selalu ada dua pilihan atau lebih. Seperti orang-orang akan bingung untuk memilih disaat ia jatuh cinta dengan dua orang berbeda di waktu bersamaan, lalu para lelaki akan bingung pilih Raisa atau Pevita, yang jomblo akan bingung mau malam minggu ke mana, anak kosan bingung mau makan pake apa, atau para wanita juga akan sangat bingung pilih antara Al Ghazali atau saya. Tapi mending pilih saya aja deh. Lebih gurih.

Kalian gimana? Sudah berapa banyak kalian dihadapkan pada pilihan-pilihan? Dulu waktu kecil saya pernah dihadapkan pada pilihan antara main bola di lapangan atau main playstation, antara pilih mandi dulu baru main atau main dulu baru mandi, terus pilih ngambil duit Mama secara diam-diam atau duit Papa secara diam-diam. Itu pilihan dengan resiko yang berat. Tapi waktu itu saya milih untuk ngambil duit Mama karena letaknya yang lebih strategis. Lalu saat mulai beranjak dewasa, pilihannya mulai semakin rumit. Pilihan bukan hanya untuk saat itu, tapi juga untuk kedepannya. Seperti sekarang. Saya sekarang seperti sedang dihadapkan pada dua pilihan antara menjadi programmer atau penulis. Dunia yang sama-sama saya cintai di waktu yang bersamaan. Tapi apa programmer atau penulis itu adalah pilihan?

Saya jatuh cinta pada dunia IT kurang lebih sejak kelas 3 SMA. Entah gimana awalnya, tapi yang jelas setiap hari saya makin tertarik dengan teknologi-teknologi yang ada. Ibarat seorang jomblo yang sedang naksir gebetannya, pasti jomblo tersebut akan melakukan segala cara untuk mengetahui tentang gebetannya itu kan? Mulai dari stalking akun media sosialnya, nanya-nanya tentang dia, dan sebagainya. Saya juga gitu. Karena mulai tertarik dengan dunia IT, hampir tiap hari saya menambah informasi tentang dunia teknologi dari banyak sumber, baca sana sini, nanya-nanya, dan lain-lain. Karena itu, ketika lulus SMA saya dengan mantap memutuskan untuk kuliah di program studi teknik informatika. Sebuah pilihan yang tepat menurut saya (waktu itu). Ngebayangin setiap hari belajar tentang komputer, membuat program-program, dan lain-lain. Saya selalu membayangkan diri saya kelak menjadi programmer hebat, yaa meskipun sekarang kalo ngoding masih suka error.

Tapi jauh sebelum itu. Jauh sebelum saya jatuh hati pada dunia IT, saya lebih dulu jatuh hati pada dunia sastra. Yap, menulis. Saya mulai tertarik menjadi penulis sejak kelas 2 SMP. Apa aja waktu itu ditulis mulai dari cerpen, sajak-sajak, bahkan cerita keseharian. Dengan pede nya, semua tulisan waktu itu saya share ke catatan facebook karena belum punya blog dan belum ngerti main blog. Padahal kalo dibaca-baca lagi sekarang, tulisan saya di catatan facebook itu tingkat alay nya minta ampun. Sumpah geli kalo dibaca lagi. Tapi gak masalah. Semua adalah bukti bahwa saya pernah berada di tahap sana. Tahap ‘coba-coba’ menulis, tahap awal jatuh cinta menjadi seorang penulis. Sampai sekarang, meskipun belum menjadi penulis aktif, mimpi itu tetap ada. Mimpi suatu saat bisa menerbitkan sebuah buku dari hasil ide sendiri. Mimpi untuk menjadi seorang penulis.

Sekarang saya berada di kedua posisi tersebut secara bersamaan. Berada di dunia teknik dengan penuh perhitungan, juga berada di dunia sastra yang menjadi tempat tumpahan ide di kepala saya. Kalau pertanyaannya adalah apakah saya masih harus memilih antara menjadi programmer atau penulis, maka dengan mantap saya menjawab tidak. Saya tidak akan memilih antara keduanya. Yang pasti adalah saya akan menjalankan keduanya dengan semangat dan sepenuh hati. Saya mencintai dunia IT. Saya harus menjalankannya karena itu adalah kewajiban sebagai mahasiswa dan kewajiban terhadap orang tua yang membiayai kuliah saya. Tapi saya juga suka menulis. Menulis seolah menjadi kemampuan lain yang dianugerahkan Tuhan. Saya menikmati setiap proses menulis dan harus saya kembangkan karena saya sadar sebagian passion saya juga ada disana.


Sekarang, programmer atau penulis bukan masalah. Yang masalah adalah kalau kita membatasi kemampuan diri kita sendiri. Sadari dan kembangkan setiap passion yang ada. Nanti, bagaimanapun kedepannya, apapun yang akan menjadi “dunia” saya sesungguhnya, itulah yang terbaik. Percaya aja bahwa Tuhan tak pernah meletakkanmu di tempat yang salah.
Share:

Tuesday, January 19, 2016

Tugas vs Malas. Siapa yang Menang?

Mau curhat dulu nih. Sebagai seorang mahasiswa, pasti dong kita semua pernah dibebani oleh tugas. Eh mungkin lebih tepatnya bukan ‘dibebani’ oleh tugas ya, tapi diberikan tugas yang akhirnya membebani kita. Yaa gitulah pokoknya. Kata orang-orang sih, kalo gak mau dapat tugas, ya jangan kuliah. Kalian setuju? Aku mah enggak. Mau kuliah atau enggak kuliah juga pasti bakalan ada tugas. Pengangguran aja punya tugas kok, yaitu nyari kerja. Kerja buat apa? Buat nyari duit. Duit buat apa? Ditabung buat modal nikah. Nikah buat apa? Buat menyatukan keluarga aku dan Pevita. Okesip!

Kembali ke topik, sebenarnya apa sih tujuan utama dosen memberikan tugas kepada mahasiswanya? Iseng aja gitu ngasih tugas atau gimana? Yaa kayanya sih tujuan dosen memberikan tugas ke mahasiswanya itu lebih kepada menjalankan sebuah tradisi turun temurun. Loh kok bisa? Bisa banget. Jadi gini, dosen kan dulunya pasti seorang mahasiswa juga, nah pas dia masih menjadi mahasiswa, pasti dia juga pernah diberi tugas oleh dosennya. Nah dosennya itu pasti pernah jadi mahasiswa juga dan pernah diberi tugas juga oleh dosennya dulu. Nah dosennya dulu pasti seorang mahasiswa dan pasti pernah diberi tugas oleh dosennya yang lebih dahulu. Dan dosennya yang lebih dahulu pasti juga pernah mendapatkan tugas dari dosennya yang lebih dahulu lagi. Dan seterusnya. Nah begitulah kurang lebih. Gimana? Pusing? Jadi semuanya itu adalah motif balas dendam dan pemberian tugas kepada mahasiswa itu tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah tradisi belaka. Tradisi yang kalau tidak dijalankan akan membuat para mahasiswa bisa santai-santai di kosannya sambil mainin upil.

Karena tradisi itu, jadi aja kita para mahasiswa dibuatnya pusing. Tugas dari dosen datang tiap minggu, belum lagi tugas yang banyaknya sebanyak cinta aku ke kamu itu deadlinenya cuma seminggu. Enak sih kalo cuma satu, nah kalo misalnya ada 4 tugas dari 4 dosen yang beda gimana? Lelah tau! Kami juga mau nyantai. Peka dong. Nah karena tugas-tugas itu tuh mahasiswa jadinya kebanyakan begadang, lupa mandi, lupa makan, lupa sama utang, lupa bikin alis kalo yang cewek, lupa ngupil juga. Kan kalo lupa ngupil bahaya. Bisa-bisa upilnya menumpuk di lubang hidung terus gabisa nafas terus mati.

Memang sih ada kalanya mahasiswa itu rajin bikin tugas. Saya juga gitu kadang-kadang. Tapi kan itu sementara. Kalo udah datang gangguan dari luar ya beda cerita lagi. Misal nih lagi semangatnya ngerjain tugas, tiba-tiba ada sms temen ngajak main pes, atau lagi ngerjain tugas eh ingat belum nyerang di coc, atau lagi ngerjain tugas tiba-tiba ada chat dari gebetan, atau yang lebih ekstrem, lagi ngerjain tugas eh malah tugasnya yang ngerjain kita balik. Jadi semangat ngerjain tugasnya hilang lagi. Jadi malas lagi deh.

Jadi kalo ditanya tugas vs malas bakal menang yang mana, jawabannya akan dinamis alias bisa berubah-ubah. Tergantung situasi. Kalo deadline tugasnya masih jauh, maka malas akan menang telak. Pasti. Tapi kalo deadline tugasnya udah dekat, maka tugas yang menang. Malasnya mengalah sejenak demi nilai yang lebih baik. Tapi ada juga kok yang deadline tugasnya udah nyampe tapi tugas tak kunjung selesai. Nah kalo itu namanya seri alias draw.

Udahan dulu ah.
Bye.
Muachh seribu kali....
Share:

Tuesday, November 3, 2015

Temui Aku Senja Esok

Tadi malam kita bertemu lagi pada sebuah mimpi. Kita bertemu. Tak lama. Dan memang tak pernah lama. Diantara pertemuan singkat itu, tak ada kata yang terucap. Aku, hanya diam memandangimu. Diamku bukan karena bisu. Hanya saja aku terpaku pada ketidakberdayaanku. Pun kamu, hanya diam memandangiku yang sudah kaku. Mungkin kita diam untuk saling memberikan ruang. Ruang yang disesaki oleh banyak kenangan, ruang yang mengingatkan lagi bahwa dalam cinta, kita pernah sama-sama menang. Sesekali kamu memandangi sebuah arloji yang ada tepat di belakangku. Hingga akhirnya, entah pada detik keberapa, kamu pergi.

Aku terbangun. Tersenyum dan kemudian berterimakasih pada malam. Malam terlalu baik hingga tak jarang ia menemukan kita berdua didalam mimpi. Tapi, kadang malam juga terlalu jahat. Ia meninggalkanku sendiri bersama sunyi. Bersama gugusan rasi yang seolah menertawai. Bersama sepi yang enggan menepi. Membuatku memikirkanmu hingga pagi lagi.

Masih banyak pertanyaan yang engkau tinggalkan di mimpi tadi. Mengapa tak terdengar suaramu menyapaku lagi? Mengapa tak terlihat raut senyum di wajahmu? Mengapa seolah-olah kamu menjauh? Ah tapi aku juga bodoh. Mengapa tak kusapa kamu duluan, kemudian kita berbicara tentang kita di masa depan. Mengapa tak kubuat kamu tersenyum lagi, hingga hilang sedih-sedihmu. Mengapa aku tak mendekatimu, merangkul tanganmu dan memberikan sebuah kekuatan untuk menghadapi rintangan bersama.

Aku ingin bertemu. Membicarakan semua yang masih tertinggal diantara kita. Agar akhirnya aku dan kamu bisa mengerti bahwa mencintai adalah sebaik-baiknya cara untuk berbagi. Karena di dalam cinta, aku dan kamu adalah satu. Maka, agar tak banyak lagi tanya yang menyisa, aku menyiapkan satu waktu untuk bertemu denganmu. Waktu dimana mentari pulang memeluk bumi dan kelam mulai merangkul langit. Diwaktu senja.

Temui aku senja esok.
Diantara jingga yang mulai menapak langit. Diantara kepakan sayap burung yang memukuli udara. Temui aku. Akan aku ceritakan padamu tentang aku yang tak pernah lelah jatuh cinta kepadamu. Dari temu pertama hingga kelak. Kelak yang kuartikan selamanya.

Temui aku senja esok.
Di tempat pertama aku menatapmu. Di tempat aku mulai menjadi pecandu akan senyum di raut wajahmu. Temui aku. Akan aku ceritakan bagaimana aku melawati malam dengan melukiskan dirimu dalam sajak-sajak. Kemudian kurapalkan namamu dalam bait doa sebelum tidur. Hingga akhirnya kita bertemu, dalam sebuah mimpi yang telah kusiapkan.

Temui aku senja esok.
Diantara detak jantungku yang lebih cepat dari waktu. Diantara senja yang menyatu bersama rindu. Temui aku. Akan aku ceritakan bagaimana aku merindu akan dirimu. Lalu, aku ceritakan pula bagaimana aku mengenang tiap-tiap cerita kita dulu. Tentang kita yang pernah sama-sama tak ingin menjauh.

Temui aku senja esok.
Senja esok yang akan menjadi saksi bahwa diantara aku dan kamu, masih ada rasa untuk saling memiliki. Senja yang didalam biasnya kita lukis dengan banyak cerita dan cinta.

Temui aku senja esok.
Temui saja. Meski aku dan kamu telah bersekat pada dimensi berbeda.

Untuk kamu, yang telah 40 hari menjadi bidadari di surga.
Aku rindu.


P.S: Surat ini aku letakkan tepat diatas batu nisanmu. Semoga ada malaikat baik yang membacakannya untukmu.
Share:

Friday, October 9, 2015

Jatuh Cinta Tak Pernah Direncanakan

Untuk kamu, yang hatinya ingin kumiliki.

Apa kamu pernah merencanakan untuk jatuh cinta? Sekali saja? Kepada siapapun itu. Pernah? Kalau tidak, berarti aku benar. Jatuh cinta tak pernah bisa direncanakan.

Dulu, aku tak pernah sedikitpun berfikir untuk jatuh cinta kepadamu. Hanya mengetahuimu saja sudah cukup bagiku kala itu. Tak lebih. Dan aku memang tak berharap lebih. Itu dulu. Namun soal hati siapa yang tahu. Perasaan yang biasa-biasa saja itu berubah tak lama setelah kita menjauh.

Aku mulai mencintaimu. Entah sejak kapan tepatnya. Tapi bagiku itu adalah hal yang terbaik dalam hidup. Kenapa? Karena engkau memang pantas untuk dicintai. Maka tak heran banyak yang jatuh cinta kepadamu. Aku salah satunya. Tapi aku belum mau bilang ke kamu. Nanti saja. Tunggu aku sudah pantas untuk kamu. Tunggu aku memang layak untuk kau miliki. Tunggu aku memang pantas untuk mendapatkan hati seorang bidadari. Kapan? Nanti. Sabar dulu.

Aku gak mau asal bilang cinta. Bukan apa-apa. Aku sudah cukup dewasa, pun kamu. Kita sudah bukan remaja alay yang dengan mudah terjebak cinta semu. Tiba-tiba saja cinta eh tiba-tiba juga putus. Percuma. Ngabisin waktu. Nanti deh aku tunjukin sama kamu bagaimana cinta itu yang sebenarnya. Cinta yang berkualitas. Cinta yang memang pantas untuk disebut sebagai cinta. Cinta yang tak pernah menuntut kesempurnaan, tapi cinta yang melengkapi kekurangan.

Aku tak pernah berencana untuk mencintaimu. Kalaupun aku berencana, mungkin aku akan berencana untuk jatuh cinta kepada Raisa, Pevita, atau Dian Sastro. Kenapa enggak? Toh cuma rencana. Gagal gak masalah. Masih ada Chelsea Islan.

Aneh mungkin. Kamu, yang tak pernah masuk dalam rencanaku, tiba-tiba saja aku cintai begitu dalam. Tiba-tiba saja aku cintai sepenuh hati. Tiba-tiba saja aku cintai sampai kini. Ahh jatuh cinta memang seperti itu. Kamu, nih, ya, aku kasih tau, kalau ada orang yang bilang mencintai kamu, tanya dulu itu rencananya apa bukan. Bukan apa-apa, belajar deh dari yang namanya perjalanan. Banyak kan suatu perjalanan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari tapi ujung-ujungnya malah batal. Nggak jadi. Iya kan? Nah coba lihat juga berapa banyak sebuah perjalanan yang tak direncanakan sedikitpun tapi berakhir lebih mengaesankan. Pasti lebih menarik kan daripada yang direncanakan sekalipun? Iya. Tapi kalo yang bilang cinta ke kamu itu aku, gak usah ditanya lagi. Itu bukan rencana. Itu keputusan. Ingat keputusan itu mutlak. Kalo rencana bisa berubah, bahkan bisa gagal. Hehehe.

Untuk kamu.
Aku punya hati. Tak banyak. Hanya satu. Aku ingin memberikannya kepada seseorang. Entah kepada siapa. Kamu mau? Mau aja deh. Karena aku juga mau kamu. Jadi, buat kamu, coba deh jatuh cinta sama aku. Gak usah direncanakan. Sama kayak aku. kita jatuh cinta aja tiba-tiba. Terus kita jalani hari-harinya. Aku tak banyak memberikan hal-hal yang romantis mungkin, tapi yakinlah kalau semua akan berjalan indah.

Tenang aja kok. mungkin kalau kelak kita bersama, aku tak banyak memberikan kejutan romantis buat kamu. Aku terlalu kaku buat itu. Tapi kita bisa ganti dengan cara lain kok. Dengan cara yang lebih menyenangkan. Dengan cara yang hanya aku dan kamu yang pernah melakukannya di dunia ini. Mungkin aja. Kita bisa memancing di planet Mars kalo kamu mau. Atau mungkin kalau kamu tertarik, kita bisa menghitung jumlah roket yang meluncur di jalur Gaza. Gimana? Lebih asyik kan?

Nikmati saja caraku mencintaimu. Tak sesempurna yang kamu bayangkan mungkin, banyak kekurangan, tapi aku mencintaimu apa adanya. Dengan caraku. Karena cinta yang sesungguhnya tak menuntut kesempurnaan. Ia hanya butuh kasih sayang, yang dijubahi kesetiaan.

Jadi,
Jangan marah kalau aku mencintaimu
Jangan tanya kenapa aku mencintaimu
Jangan pula tanya sejak kapan aku mencintaimu
Karena jatuh cinta tak pernah direncanakan. Ia jatuh begitu saja. 
Kehatimu
Sejak dulu
Hingga kini
Dan entah sampai kapan.
Share:

Thursday, July 16, 2015

Pulang adalah Menang

Setelah hampir setahun merantau di Bandung, akhirnya mimpi untuk segera pulang ke kampung halaman terwujud. Pulang adalah sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu bagi semua perantau di segala penjuru.

Ada banyak pelajaran yang didapat dari sebuah kata yang dieja merantau. Saat kamu merantau, tidak peduli betapa indahnya kota tempatmu pergi, kesederhanaan akan kota kelahiranmu jauh lebih mewah daripada semuanya. Saat kamu merantau, tidak peduli betapa enak kuliner yang kamu makan disana, masakan ibu yang dimasak dengan penuh cinta adalah masakan terlezat di dunia. Saat kamu merantau, ada banyak hal-hal baru yang kamu lakukan bersama kepala-kepala baru, tapi melakukan hal-hal lama bersama teman-teman lama membuatmu lebih bahagia. Kebahagiaan sederhana yang sudah mulai sulit dirasakan.

Saat pertama sampai ke rumah, satu yang saya cari-cari adalah Asrul Gonzales. Bagi yang belum kenal siapa itu Asrul Gonzales bisa baca disini. Ada kerinduan yang sangat dahsyat dengan kucing kesayangan yang satu ini. Caelah. Kangen main bareng, kangen dicakar beliau, kangen liat dia tidur sambil menjulurkan lidah hahahaa. Setahun ditinggal pergi, Asrul mengalami perubahan yang pesat terutama dari tubuhnya. Otot bisep dan trisepnya terlihat lebih gagah dibalik bulu-bulunya yang halus. Ia sudah mulai tumbuh menjadi kucing remaja dengan ketampanan memikat. Tapi ada satu hal yang tidak berubah, ia tetap suka makan wafer coklat.

Selain Asrul, ada satu tempat yang juga saya rindukan selama merantau. Tempat merenung, tempat bermimpi menjadi orang hebat, tempat cita-cita dan harapan mulai tumbuh, tempat mencari ketenangan. Bukan, saya tidak merindukan toilet. Saya merindukan kamar tidur. Kamar tidur yang bau nya khas, bau baygon semprot. Maklum banyak nyamuk. Cukup lama ditinggal, ada banyak barang-barang yang “semi-berguna” yang menumpuk di kamar saya, mulai dari mainan waktu kecil, komputer rusak, printer rusak, piano rusak, radio rusak, dan tumpukan buku-buku. Entahlah ini kamar atau gudang.

Di kamar, saya punya satu benda kesayangan. Benda yang sudah ada sejak masih SD, benda yang selalu ada menemani, benda yang tak pernah mengeluh karena tak tahu caranya mengeluh. Bantal guling. Saking lamanya dipake, bantal guling ini sudah kempes, dekil, dan tak layaknya bantal guling lagi. Tapi tetap enak dipeluk. Dari dulu sebenarnya  sudah ada wacana mau diganti tapi saya nggak pernah mau. Buat apa diganti kalo dengan yang lama kita sudah nyaman? Saat ini bantal guling malang itu sudah terletak di gudang. Berdebu, tak terurus, dan tak pernah dipeluk lagi. Rest in peace.

Sekarang adalah waktunya menikmati kehangatan rumah. Menikmati setiap sudutnya yang dipenuhi dengan cinta. Karena rumah adalah sebaik-baiknya tempat untuk pulang setelah berlelah-lelah menapaki jalan baru. Melepaskan semua rutinitas, melupakan semua tugas, dan memulai semua aktifitas dengan bebas. Rumah selalu mempunyai daya magis untuk dirindukan setiap saat.


Pulang adalah menang. Menang melawan rindu yang telah lama menderu. Selamat berlibur!
Share:

Friday, June 26, 2015

Maaf Aku Melepaskanmu

Dulu, saat kita masih bersama, ada banyak keceriaan yang tercipta setiap harinya. Dari pagi, petang, hingga malam, aku dan kamu selalu menemukan cara untuk ceria.

Dulu, saat kita saling memiliki satu sama lain, aku tak pernah sepi menghadapi hari-hari. Saat aku bosan, kamu dengan sabar menemaniku. Membuatku hidup lagi layaknya gersang menemui hujan.

Dulu, saat kita tak pernah jauh, aku merasa itulah saat terbaik bersamamu. Aku melihat dunia melaluimu. Melalui kebaikanmu.

Kata orang, cinta itu adalah tentang bagaimana kita saling melengkapi satu sama lain. Tapi bagiku, cinta bukan hanya tentang saling melengkapi. Lebih dari itu, cinta juga mengajarkan bagaimana cara terbaik untuk berpisah.

Saat pertama menemukanmu, aku langsung jatuh hati kala itu. Kagum pada kemampuanmu, terpikat pada magismu. Memang banyak yang aku temui, tapi akhirnya pilihan jatuh kepadamu. Saat itu—saat mulai memilikimu—aku mulai merasakan kebahagiaan tiap harinya. Bersamamu, aku melihat dunia dengan mudah. Karenamu, semuanya menjadi lebih indah.

Dan benar saja, putusanku untuk memilihmu tak pernah salah. Kita bertemu untuk saling melengkapi. Aku tanpa kamu hanyalah hampa. Kamu tanpa aku pun hampa. Setahun lebih kita saling bersama. Aku mencintaimu dengan sepenuh hati. Tanpa henti dan pamrih, aku mencintaimu tak bertepi. Hingga hidup menemui mati.

Sekarang semuanya telah berakhir. Kita—atau lebih tepatnya aku—memutuskan untuk tak lagi bersamamu. Berat memang. Tapi seperti kataku, cinta juga mengajarkan cara terbaik untuk berpisah. Mungkin inilah cara yang terbaik itu. Kita memang ditakdirkan bersama, tapi kita juga ditakdirkan untuk berpisah setelah kebersamaan itu. Merelakanmu untuk bahagia bersama yang lain adalah bentuk cintaku yang baru kepadamu. Sulit untuk melepaskanmu yang telah lama menemani hari-hariku. Sulit juga untuk melupakan setiap goresan kenangan yang dulu pernah kita ukir bersama. Tapi percayalah, ini yang terbaik.

Saat kita jatuh cinta, kita siap untuk mencintai. Tapi saat kita berpisah, kita tak pernah benar-benar siap untuk melupakan. Karena cinta bukan ingatan yang bisa dilupakan, cinta adalah perasaan yang akan sempurna jika ada yang memiliki. Maaf, aku melepaskanmu.


Untukmu, Handphone Samsung yang kemarin aku jual. Aku menjualmu bukan karena aku tak lagi mencintaimu. Aku takut tak merawatmu lagi. Hanya itu. Kamu pantas lebih bahagia dari sekarang. Bahagialah bersama pemilikmu yang baru. Penuhi pintanya. Bahagiakan ia seperti kamu dulu membahagiakanku. Aku akan baik-baik saja. Mungkin sebentar lagi aku akan mendapatkan penggantimu. Handphone baru dengan performa yang lebih yahud. Tapi percayalah, sedikitpun aku tak akan melupakanmu. Maaf kalau aku sering menjatuhkanmu dari atas kasur. Aku tak sengaja. Sumpah.
Share:

Saturday, April 25, 2015

Yakin, aku yang terbaik

Aku bukanlah superhero yang punya kekuatan hebat untuk melawan musuh. Punya jurus sakti yang bisa menangkal bahaya. Punya banyak tenaga untuk menghancurkan lawan. Aku hanya lelaki biasa. Lelaki yang mungkin bukan istimewa bagimu. Aku hanyalah aku. Jangan mengharapkan aku untuk menjadi hebat seperti superhero kesukaanmu. Aku bukan superhero.  Tapi aku akan melindungi ragamu sebaik-baiknya perlindungan, menjaga hatimu dengan kasih berwujud cinta. Karena aku mencintaimu. Bahkan lebih hebat dari superhero kesukaanmu.

Aku bukan juga miliarder. Aku mungkin tidak punya banyak uang untuk menciptakan kebahagiaan untukmu, membelikanmu ini itu. Aku tidak punya istana sebagai tempatmu istirahat, sebagai tempatmu berteduh dikala hujan terlalu gaduh. Aku juga tidak punya butiran berlian untukmu. Aku hanyalah aku. Lelaki biasa tanpa harta berlimpah. Tapi aku akan berusaha. Aku mungkin tidak bisa menciptakan kebahagiaan untukmu dengan cepat. Tapi aku janji, aku akan membangun kebahagiaan untukmu. Perlahan. Bersama-sama. Hingga aku akan menjadikanmu ratu di istana kita kelak.

Aku bukanlah pujangga. Aku mungkin tidak bisa menciptakan sajak-sajak romantis untuk mengagumi dirimu. Aku tidak bisa menciptakan ribuan kalimat puitis dengan irama ritmis. Menjadikan dirimu sebagai sumber dari kata-kata romantis. Aku hanyalah aku. Memang aku bukan seorang pujangga. Tapi karena cintamu, aku mengerti bahwa cinta tidak hanya tentang bagaimana sebuah sajak indah tercipta karenanya. Lebih dari itu, cinta mengajarkan kita untuk menjadi diri sendiri. Meski tanpa puisi elegi. Karena cinta menuntut kejujuran diri, bukan sekedar puisi.

Aku bukanlah lelaki yang bisa kamu ajak berdansa. Aku tidak bisa mengajakmu berdansa dibawah sinar lampu temaram yang kerlap kerlip sembari diiringi musik nan lembut, mengecup keningmu dengan penuh kasih, hingga lelah tiba dan kita tak sanggup lagi untuk berdansa. Aku hanyalah aku. Aku hanya bisa berdiri satu shaf di depanmu, tidak saling berhadapan tetapi menghadap ke satu arah yang sama, kemudian mengajakmu bersujud memuji Sang Maha Cinta. Mensyukuri setiap kebaikan yang Dia berikan. Karena berkat-Nya lah aku mencintaimu. Maka, kuserahkan hatiku kepada-Nya hingga nanti hati kita bertaut, bertahta, dan bersemi indah karena ridha-Nya.

Aku hanyalah aku.

Aku memang bukan superhero, bukan miliarder, bukan pula pujangga. Aku lelaki biasa. Banyak kekurangan. Tidak sempurna. Jika superhero punya banyak kekuatan untuk melawan musuh, aku hanya punya kekuatan untuk terus mencintaimu secara utuh. Jika miliarder punya banyak uang untuk menciptakan kebahagiaan untukmu, aku cuma bisa mengajakmu untuk membangun kebahagiaan bersama. Jika pujangga punya banyak kata-kata cinta untukmu, aku hanya punya satu kata untukmu, yaitu: Sempurna. Dan, aku tak akan pernah bisa mengajakmu pergi untuk berdansa, merangkul pinggangmu sembari bertatap mata. Aku hanya bisa menuntunmu menuju nirwana. Hingga kita kekal bersama di dalamnya.

Aku mencintaimu tanpa jeda. Tanpa lelah. Tanpa keluh kesah. Hingga raga berpisah. Hingga debar jantung tak lagi terasa. Namun percayalah, cinta ini akan terus ada.


Walaupun aku belum bisa menjadi hebat seperti yang kamu impikan, menjadi istimewa seperti yang kamu harapkan, tapi yakin, aku yang terbaik.
Share:

Sunday, April 5, 2015

Mencintai dengan Sempurna

Cinta mengajarkan kita akan banyak hal. Tentang menerima, menghargai, saling memaafkan, saling menyebut dalam doa saat merindu, tentang suka duka, egoisme, dan banyak lagi. Satu yang jelas aku rasakan, cinta mengajarkanku bahwa jatuh hati padamu adalah bentuk dari kebahagiaan.

Aku bahagia bisa mengenalmu. Kamu adalah wanita terindah yang pernah tersorot oleh bola mataku. Kamu ialah ombak yang menenggelamkanku ke dalam relung hatimu. Aku tahu bahwa ada banyak perbedaan diantara kita. Perbedaan yang paling jelas adalah: Kamu sempurna, aku banyak kekurangan. Kamu bidadari, aku hamba. Namun apakah itu salah? Salahkan katak yang merindukan bulan?

Sejak mencintaimu, aku menjadi orang yang selalu menginginkanmu hadir di dalam mimpi. Menjadi orang yang selalu ingin melihat senyummu mewarnai hari. Menjadi orang yang selalu ingin mendengarkan suaramu menyanyikan lagu-lagu bernuansa klasik. Sejak mencintaimu, aku tak ingin kehilanganmu.

Aku mencintaimu dalam kesungguhan. Kesungguhan untuk memilikimu seutuhnya. Sungguh. Entah sudah berapa kali aku menyampaikan ini lewat tulisanku yang usang. Tapi yang jelas, dalam hatiku yang terdalam, ada keyakinan bahwa engkaulah cinta itu. Engkaulah cinta yang akan menemaniku menuju kebahagiaan. Engkaulah pelabuhan yang aku cari selama ini. Pelabuhan tempatku menyandarkan hati disana selamanya. Hingga aku tak mau pergi. Hingga aku mati. Engkaulah pelengkap dari semua kurangku. Aku mencintaimu sungguh-sungguh. Tanpa ragu.

Aku mencintaimu dalam keheningan. Dalam hening, aku menjelma menjadi doa yang melindungimu, dari pagi hingga petang datang, dan dari petang hingga pagi datang lagi. Dalam hening, aku menjadi sibuk karena terus memikirkanmu. Membiarkan seluruh ruang kepala dipenuhi oleh bayangmu, hingga cinta menyebar masuk ke dalam hati. Dalam hening, kamu seolah menjadi lentera yang menyinari gelapku. aku mencintaimu. Hingga hening menjadi riuh dan gaduh, aku akan tetap mencintaimu. Utuh.


Kamu adalah sebuah nama yang sudah tereja lama. Sebuah rupa yang telah tersketsa didalam hati. Sebuah tujuan yang ingin aku gapai dan raih. Dalam semua kekuranganku, aku mencintaimu dengan sempurna.
Share:

Saturday, March 14, 2015

Jatuh Cinta Lagi

Kata orang, jatuh cinta itu adalah hal yang paling indah. Kita bisa melakukan apa saja demi cinta yang kita inginkan. Memang benar. Jatuh cinta bukan hanya tentang bagaimana kita berjuang untuk apa yang kita ingin, tapi lebih dari itu, jatuh cinta mengajarkan kita bagaimana caranya untuk menerima, memaklumi, dan memahami cinta itu sendiri agar kita bisa jatuh cinta lagi dan lagi.

Kamu masih ingat pertemuan pertama kita dulu? Atau lebih tepatnya pertemuan yang ‘menyebabkan’ aku jatuh cinta padamu.

Aku yang saat itu malu-malu berusaha mendekatimu yang tengah asyik membaca buku di taman sekolah. Ada banyak perasaan dihati kala itu. Cemas, takut, dan deg-degan tentunya. Tapi akhirnya aku memberanikan diri mendekatimu. Sapa pertamaku sukses membuatmu yang sedang fokus membaca menjadi kaget. Kamu segera menutup buku “Aku” karya Sumandjaya yang kamu baca. Memberikan aku sedikit senyum dan kemudian menyapa balik. Setahuku itulah senyum terindah yang pernah aku lihat.

Ada kebahagiaan tersendiri bagiku kala itu. Tuhan berbaik hati karena telah mengizinkan aku berbicara langsung dengan seorang bidadari. Itu adalah waktu terbaikku. Kita berbicara banyak saat itu hingga aku mengetahui bahwa kamu sangat menyukai sajak-sajak Chairil Anwar yang terkenal semangat dan penuh tata rias. Aku mempercayainya. Itu bisa dilihat dari buku ‘AKU’ yang berisi tentang perjalanan hidup Chairil Anwar yang sedang kamu baca saat itu. Kamu menyukai salah satu sajaknya yang berjudul ‘Taman’. Ahh sempurna sekali, batinku. Akupun juga menyukai karya-karya Chairil Anwar. Dan entah kenapa sajak ‘Taman’ yang kamu sukai itu seolah-olah berngiang seketika di dalam hati.

....
Kau kembang, aku kumbang
Aku kumbang, kau kembang
Kecil, penuh surya taman kita
Tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia

Dan di taman sekolah, dibawah pohon rindang, diantara bunga-bunga yang bermekar indah, aku mengenalmu lebih jauh. Sejak saat itulah, sejak hari dimana kita berdua saling menceritakan tentang apa saja yang terucap, aku mulai mencintaimu. Hingga sekarang, hingga nanti, dan tak tahu lagi bagaimana caranya berhenti mencintaimu. Aku mencintai setiap kurang dan lebihmu. Aku mencintai setiap senyum dan sedihmu.


Sekarang aku jatuh cinta lagi, berkali-kali, pada wanita yang sama, pada senyum yang sama, pada hati yang sama, pada sosok bidadari yang sama. Kamu.
Share:

Sunday, March 1, 2015

Perkenalkan, Aku Reza

Entah kemana saja aku selama ini. Sering berada di dekatmu tapi sedikitpun aku tak pernah menyadarinya. Mungkin hatiku selama ini dibutakan oleh cinta yang semu dan beku. Tapi sejak sapa itu, sejak senyum itu, sejak canda itu, aku sadar bahwa sebuah cinta telah mendekat.

Kamu layaknya pesulap kala itu. Dengan satu tatapan mata saja, kamu bisa membuat seseorang yang bernama aku mulai memujamu. Matamu yang bulat berbinar serupa mentari pagi membuatku jatuh pada relung hatimu yang merona. Senyummu yang layaknya ombak pukul tujuh membuatku terseret dan tenggelam di dalam lautan hatimu. Dengan diam, dalam senyap dan sunyi, aku mulai mencintaimu saat itu juga.

Aku mengingat dengan jelas sapa pertamamu hari itu. Ada cemas, ada bahagia, dan ada cinta yang muncul seketika dikala matamu menatap mataku. Kelembutan suaramu seolah menyambutku dengan beribu cerita selanjutnya. Sejak saat itu, aku telah jatuh merana pada indah hatimu. Maka, biarkanlah aku terjatuh disana. Biarkan aku memasuki hatimu pelan-pelan. Biarkan aku membaca bait demi bait setiap perasaanmu. Biarkan aku mengenalmu lebih jauh lagi. Dan biarkan aku mencintaimu sejak saat itu hingga nanti selamanya.

Karena cinta tak ubahnya seperti sebuah arus air. Ia tak pernah tahu akan kemana, ia juga tak tahu akan berlabuh kemana. Yang ia tahu hanyalah mengalir melewati berbagai tempat. Hingga nanti pada saatnya, air itu akan bermuara pada satu titik. Begitulah cinta. Hatiku selama ini hanya terbawa oleh arus perasaan yang tak jelas kemana perginya, hingga akhirnya aku bertemu seorang perempuan yang berwujud kamu. Sejak saat itu aku mulai sadar bahwa hatiku telah bermuara pada hatimu.

Maafkan aku karena tadi dan beberapa hari yang lalu aku diam-diam melihatmu tersenyum, aku secara diam-diam menikmati setiap indah wajahmu, aku secara diam-diam memperhatikanmu bernyanyi dan tertawa.

Maka, sebelum aku mengejamu terlalu jauh, izinkanlah aku memperkenalkan diri kepadamu terlebih dahulu.

Perkenalkan, aku Reza. Lelaki yang diam-diam mencintaimu.
Share:

Saturday, February 21, 2015

Mengenal Asrul Gonzales

Mungkin banyak yang bertanya-tanya siapa itu Asrul Gonzales. Seberapa penting dia sehingga saya mengenalkannya? Apakah dia saudaranya Cristian Gonzales? Dan lain-lain. Oke baiklah, saya akan mengenalkan kepada kalian siapa itu Asrul Gonzales yang sebenarnya.

Kita bertemu sekitar dua tahun yang lalu. Saat itu Asrul datang kerumah saya sendirian seperti orang yang kesasar. Dia datang disaat saya lagi asyik nonton tv. Udah datang nggak ngucapin salam, ehh pas masuk dia langsung menuju dapur. Nggak sopan banget kan? Tapi untunglah waktu itu saya lagi berbaik hati, jadi Asrul nggak langsung diusir tapi dikasih makan dulu.

Yap, Asrul Gonzales adalah seekor kucing yang beruntung karena dia datang kerumah yang tepat waktu itu. Coba bayangin kalo dia datang ke rumah makan, pasti langsung diusir kan? Saya sendiri juga nggak tahu darimana asalnya kucing jantan yang satu ini. Entah dia datang dari luar kota, luar provinsi, atau mungkin Asrul ini berasal dari planet namex? Entahlah.

Sebagai salah seorang pecinta hewan terutama kucing, saya tentunya sangat senang dong waktu itu ada kucing yang tiba-tiba datang kerumah terus udah sok kenal lagi. Sok kenal dalam arti pas dia datang langsung minta makan, terus pas udah makan langsung tidur lagi di sofa. Keren kan? Untung dia nggak ngajak foto selfie juga. Awalnya saya gak ada niat buat pelihara si Asrul ini. Karena bisa aja dia cuma kucing yang numpang makan terus udah itu balik lagi kerumah tuannya. Tapi setelah Asrul tinggal dirumah sampai seminggu, saya mulai memutuskan udah mengangkat dia menjadi hewan peliharaan. And the story just begin.

Awal-awal kebersamaan saya dengan Asrul berjalan sangat indah. Kita berdua sering bermain bersama. Asrul yang saat itu masih kecil suka banget nyakar-nyakar dan menggigit. Alhasil tangan saya waktu itu banyak luka goresnya. Tapi semua itu gak jadi masalah asal si Asrul nyakarnya gak pake silet.

Hari demi hari Asrul sudah mulai semakin akrab dengan semua orang yang ada dirumah, apalagi sama saya. Tiap hari minggu –kalo lagi nggak males—Asrul pasti dimandiin pake shampo. Asrul juga sering kalo malem tidur sekamar sama saya. Selain itu, Asrul ini termasuk kucing dengan IQ yang tinggi loh. Selama dia tinggal dirumah, gak pernah sekalipun dia buang air di dalem rumah. Asrul selalu melampiaskan hasrat buang airnya di dalam kamar mandi. Keren kan? Nggak kayak kucing-kucing lainnya yang kalo buang air suka dibawah meja makan atau disudut-sudut rumah yang baunya bisa membuat nyamuk mati seketika. Sumpah ini serius loh. Ternyata kucing kampung bisa pinter juga.

Nahh mungkin banyak yang penasaran kenapa kucing ini saya kasih nama Asrul Gonzales. Nama yang cukup unik sih, kayak nama orang keturunan Indonesia-skotlandia gitu hahaha. Jadi awal ceritanya begini. Asrul itu datang kerumah sesaat bulan ramadhan usai. Mungkin sekitar seminggu setelahnya. Pas dia diangkat jadi hewan peliharaan, saya bingung mau kasih nama apa dan kemudian tercetuslah nama Asrul yang tidak lain tidak bukan adalah nama salah satu tokoh di film saat bulan puasa yaitu film Para Pencari Tuhan. Kebetulan memang film itu jadi favorit di rumah saya saat sahur. Kalo kalian pernah nonton filmnya pasti tahu deh Asrul itu yang mana. Nah sejak saat itu, resmilah kucing bercorak putih orange ini bernama Asrul.

Kalo nama Gonzales sendiri itu asalnya dari kakak perempuan saya. Jadi waktu itu menjelang maghrib, Asrul sedang main-main dengan sebuah gantungan kunci yang memang sengaja dilepas buat dia mainin. Asrul yang keliatannya girang banget dikasih mainan lari-larian ngejar gantungan kunci itu layaknya pemain bola. Nah disanalah kakak saya secara spontan menyebutkan nama Asrul Gonzales. Karena terasa cocok dan lumayan keren, sejak saat itulah kucing kampung ini pun resmi mendapat nama tambahan baru yaitu Asrul Gonzales.

Saat ini Asrul udah semakin besar. Dia juga keliatan lebih ganteng daripada dulu. Asrul bukan lagi kucing rumahan, ia sudah mulai jarang pulang kerumah. Asrul sekarang juga sudah punya pacar yang bernama Cimoi, kucing tetangga saya. Inilah alasan kenapa Asrul jarang pulang kerumah. Dia juga sering berantem sama kucing-kucing lainnya. Ahh pokoknya udah makin gede lah. Liat nih gaya 'boss' nya Asrul Gonzales.

Sekarang saya dan Asrul sudah 6 bulan berpisah. Yap. Sejak merantau bulan Agustus lalu, saya dan Asrul resmi LDRan. Untuk mengatasi rindu sama Asrul dan rindu memelihara kucing, saya sebenernya pernah mau coba buat pelihara kucing di kosan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya takut nanti kucingnya cuma makan mie instan setiap hari, nggak makan ikan. Gagal melihara kucing, saya pernah kepikiran buat pelihara ikan hias nih. Udah sempat nabung buat beli ikan hias beserta tempatnya, eh akhirnya gagal lagi karena takut nggak keurus juga. Saya juga takut khilaf kalo ditanggal tua nggak ada duit eh ikannya malah direbus. Rencana pelihara ikan pun gagal. Selain pernah niat buat pelihara ikan dan kucing, saya juga pernah mau melihara hamster. Tapi karena terlalul ribet kayaknya dan juga belum ada pengalaman pelihara hewan yang mirip tikus itu, saya akhirnya membatalkan lagi niat buat melihara hamster.


Nah itulah sedikit cerita tentang Asrul Gonzales. Seekor kucing yang secara tidak sengaja datang ke sebuah rumah dan akhirnya menjadi bagian dari rumah itu sampai sekarang. Buat Asrul, I miss you, boys! Salam kangen dari sini.

Share: