Tuesday, November 14, 2017

Luka yang Bahagia

Ternyata cinta tak selamanya berjalan indah sesuai rencana.

Dulu aku membayangkan kita akan berdampingan hingga hari dimana sebuah ijab terucap, melanjutkan kembali hari-hari indah hingga tua, berakhir bahagia, persis seperti film romansa yang pernah kita tonton bersama. Aku membayangkan kau akan menjadi rumah dari lelahku, menjadi awal dari langkah-langkahku, menjadi temaram di gelapku, menjadi pelengkap dari kurangku.

Aku telah siap dengan semua mimpi indah itu. Menyiapkan diri dan memantapkan hati, menata diri dan menjaga hati, memantaskan diri dan merawat hati. Aku tak pernah takut dengan rintangan yang nanti akan menyulitkan kita, sebab bersamamu aku yakin dalam setiap langkah. Namun aku tak pernah siap bila dilukai dengan orang yang aku cintai. Itulah sebabnya aku lebih hancur darimu.

Kita memang ditakdirkan berpisah setelah bersama. Kamu memilih pergi dengan cara menyakiti. Memulai langkah dengan seseorang yang selama ini kau cintai diam-diam. Mungkin pilihanmu benar, pergi dengan alasan memerdekakan hati. Tapi mungkin kamu lupa, bahwa hatimu merdeka dengan meninggalkan luka dan duka pada hati seseorang. Kita yang dulu pernah menjadi sedekat nadi, akhirnya sekarang telah lebih jauh dari mentari sekalipun.

Aku ingat saat kita berbincang di suatu petang. Katamu, betapa beruntungnya seseorang yang mencintai sekaligus dicintai dengan sungguh. Hidupnya akan menjadi sangat lengkap. Aku membayangkan bahwa orang yang bahagia itu adalah kita. Kita saling mencintai dan dicintai satu sama lain dengan sungguh. Namun disaat yang sama, kamu membayangkan orang yang bahagia itu tanpa aku. Ragamu bersamaku saat itu, namun hatimu telah lama tidak. Hingga akhirnya raga dan hatimu benar-benar tidak bersamaku lagi.

Aku bergumam tatkala kamu pergi meninggalkan. Sisi hatiku mengerang. Amarah, dendam, benci, tak sudi, semua berkumpul menguasai hampir seluruh diri. Namun sisi lain hatiku berbisik pelan diantara riuh rintih: Sudahlah. Lepaskan. Membenci masa lalu hanya akan membuatmu menjadi pesakitan. Ubah caramu menyikapi. Jangan hidup di dalam dendam dan penyesalan.

Mungkin kita – atau hanya aku – perlu merenung. Berpikir sejenak bahwa pertemuan kita setidaknya tak akan menjadi sia-sia saja. Sebab darimu, aku belajar mencintai dan memiliki. Sementara kamu hanya belajar menyakiti.

Terimakasih telah melukai, sebab karna itu aku mengerti bagaimana untuk menjadi lebih kuat kembali.
Terimakasih telah melukai, sebab karna itu aku bisa menata kembali hati yang kau buat sedih.
Terimakasih telah melukai. Meskipun perih, aku bahagia karena takkan lagi tersakiti.
Share:

0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan jejak kalian disini. komen yaa :)