Wednesday, November 19, 2014

Semoga Aku Tergantikan

Entah ini sudah hari keberapa sejak aku kehilangan seseorang yang sempat aku miliki hatinya. Aku tak lagi mampu mengingatnya. Aku juga tak akan mampu melupakannya. Aku kehilangan seseorang yang mampu membuat sedih senduku luruh. Kehilangan seseorang yang menjadi peneduh disaat dadaku dihujani gemuruh.

Dulu, di tepi pantai ini, kita selalu menyaksikan senja menjingga di ufuk barat. Lalu membiarkan angin sore mengacak-acak anak-anak rambutku. Melihat buih-buih ombak yang seolah-olah berlomba untuk mendarat. Kemudian, bersama burung yang terbang di atap langit, kita meninggalkan jejak-jejak kaki yang dalam di pasirnya yang putih. Hingga akhirnya matahari lenyap meninggalkan gelap, matamu tetap saja jingga.

Aku ingat ketika aku memberikanmu seikat mawar putih di pagi sabtu yang masih berembun. Ada sinar kebahagiaan terlihat lewat matamu yang jernih diantara gerimis yang lirih pagi itu. Kemudian, dengan lengkungan senyummu yang meluruskan, engkau menaruh mawar putih itu di sebelah meja belajarmu yang berwarna coklat. Itu adalah bunga mawar putih yang ke 21 yang aku berikan. Selalu di pagi sabtu.

Kita sering menghabiskan waktu di kedai favoritmu yang menyediakan coklat hangat. Disana, engkau pernah menceritakan bagaimana semesta dengan baiknya membuat hari-harimu menjadi berwarna. Senyum ceriamu saat itu membuat cokelat yang kita pesan menjadi semakin hangat. Tapi, pernah juga semesta menciptakan hari-hari yang lebih gersang dari musim kemarau untukmu. Engkau menceritakan semua kejadian yang membuat hatimu lebam membiru hingga air matamu menggenang dipipi layaknya danau. Lalu aku, dengan jiwa yang menenangkan, berusaha membuat lagi lengkungan senyum di bibirmu, berusaha membuat matamu yang serupa langit dimusim penghujan berbinar kembali.

Kita juga sering, pada saat malam yang temaram oleh cahaya bulan. Pada saat itu kita duduk di sebuah bangku di taman, menghitung berapa banyak bintang yang menjubahi langit yang gelap. Tak lama, jarimu dengan refleks menunjuk ke arah bintang yang paling terang. Katamu itu adalah bintang venus. Ia Cuma kelihatan setiap 200 tahun sekali. Ahh pengetahuanmu luas sekali. Lalu saat kita melihat ada bintang yang jatuh, engkau dengan segera memejamkan matamu dan kemudian bibirmu yang tipis merapalkan doa yang tidak bisa aku dengar, hingga tiba pada ujung doa, engkau mengucapkan amin dengan keras.

Sekarang semua kenangan manis itu terasa pahit. Aku bukan lagi orang yang menggenggam tanganmu. Aku bukan lagi orang yang bisa menghadirkan teduh disaat hari-harimu dipenuhi sesak dan gaduh. Sekarang, setelah semua itu kembali menyesakkan dadaku, aku menyadari bahwa semua ini adalah salahku. Mungkin aku terlambat, terlambat menyadari kesalahanku hingga kamu pun memutuskan pergi. Tapi, aku hanya ingin kamu tahu bahwa...

Semoga dia, orang yang saat ini ada dihatimu, dapat menemanimu menyaksikan senja menyimpan cahayanya di ufuk barat hingga langit berubah gelap. Semoga ia mau menemanimu berjalan menapaki kaki di bibir pantai hingga jejak-jejaknya terhapus oleh ombak yang mengejar darat.

Semoga dia, yang saat ini memiliki hatimu utuh mempunyai waktu untuk sekedar menemanimu bercerita panjang lebar sembari menghabisi secangkir cokelat hangat di kedai favoritmu. Dan apabila kamu bercerita tentang harimu yang lagi buruk, semoga ia juga bisa menghadirkan kembali raut senyum di wajahmu.

Semoga dia, yang menggenggam tanganmu saat ini, mau menemanimu menghitung bintang yang menghampar luas di langit malam. Lalu beritahu juga dia tentang bintang venus yang engkau ceritakan kepadaku dulu.

Dan semoga dia, lelaki yang beruntung ini juga memberikanmu seikat bunga mawar putih yang sangat kamu sukai di setiap pagi sabtu.

Semoga aku tergantikan.


*Terinspirasi dari lagu Bruno Mars-When I Was Your Man*
Share: