Tuesday, May 29, 2018

Semoga Kita


“Aku rindu”. Ucapmu lirih di ujung telepon.

Aku menghela nafas panjang. Meresap ucapanmu lamat-lamat. Bulir air keluar di ujung mataku.

Sudah pukul 1 dini hari. Rindu memang tak pernah mengenal waktu. Malam ini aku mengenangmu lagi melalui kenangan-kenangan sebelum kita terpisah karena jarak. Riak tawamu menyesakkan kepalaku. Aku tenggelam dalam lesung di daratan wajahmu.

Membiasakan diri untuk sesuatu yang tidak biasa bukanlah perkara mudah. Aku yang terbiasa menyandarkan kepala di pundakmu saat lelah, sekarang harus belajar untuk mengganti kebiasaan. Kamu yang terbiasa mengacak-acak anak rambutku saat kita duduk di beranda, sekarang harus menahan tanganmu yang jahil.

Sayangku,
kamu pernah bilang bahwa hidup akan tetap baik-baik saja meski kita terpaut oleh jarak. Dan saat ini, kita harus membuktikan kata-kata itu. Persetan dengan semua ragu yang akan menggoda. Memang ketakutan terbesarku adalah kehilanganmu, tapi keyakinanku untuk tetap menjadi rumah untukmu pulang jauh lebih besar. Maka, percayalah kita akan baik-baik saja. Aku akan tetap menjadi penenang di setiap gelisahmu dan kamu akan tetap menjadi arah untuk tiap langkahku.

Sayangku,
akan tiba sebuah masa dimana kita akan merasa bosan dan lelah. Mungkin engkau akan bosan menatap mataku hanya melalui layar gawaimu, atau mungkin aku lelah hanya bisa menyemangatimu lewat kata-kata bukan lewat peluk yang mesrah. Sayang, kita harus belajar bertahan dari semua tantangan. Berdirilah pada keyakinan untuk saling menetapkan hati. Kelak, saat kita telah sama-sama berhasil melipat jarak, akan kita rayakan setiap bosan dan lelah yang telah kita kalahkan.

Sayangku,
jika rasamu kepadaku mulai memudar karena jarak, tolong ingat aku yang sedang mati-matian menjaga rasa disini. Ingat aku yang menguatkan langkahmu saat kau ragu mengambil keputusan. Ingat aku yang selalu berusaha menghadirkan tawa saat harimu kelam dan muram. Sebagaimana aku yang juga akan selalu mengingat perjuanganmu. Kamu yang rela mendengarkan keluh kesahku hingga larut malam. Kamu yang sangat cemas saat tubuhku terbaring sakit dan lemah.

Sayangku,
Semoga kita tetap saling menguatkan saat keadaan mencoba untuk melemahkan.

“Aku juga rindu”. Balasku pelan.

Malam itu, kita tidur dengan memeluk rindu masing-masing.





Share:

Thursday, May 24, 2018

Bagaimana Jika?

Bagaimana jika aku yang selama ini kau abaikan, kelak akan menjadi orang yang akan mendekapmu hingga segala resahmu luruh?
Bagaimana jika aku yang selama ini cuma bisa menatap senyummu diam-diam, kelak akan menatap senyummu sebelum kita beranjak tidur di musim penghujan?
Bagaimana jika aku yang saat ini hanya bisa menyemangatimu lewat doa, kelak akan menjadi orang yang akan memberimu peluk dan kecup saat ragamu lelah?
Bagaimana jika aku yang sekarang bukan siapa-siapa di hatimu, kelak akan menjadi seseorang yang akan akan menjagamu dari bosan dan sepi, marah dan kecewa, hingga tangis dan murung?
Bagaimana jika kamu yang saat ini sedang bersama yang lain, ternyata ditakdirkan untuk menua bersamaku?
Tapi…
Bagaimana jika ternyata aku yang terlalu banyak berharap?



Share: