Saturday, November 16, 2019

Cinta Bisa Begitu Rumit


Tempo hari, aku melihat sepasang kekasih sedang berbincang penuh ceria di sebuah gang yang sempit. Camilan-camilan murah tersaji di depan mereka dengan dua buah minuman botol. Mereka bercanda. Mengobrol hingga tertawa lepas, pukulan dan cubitan kecil dari si perempuan beberapa kali menyasar bahu lelakinya. Si lelaki yang nampaknya baru pulang kerja, dengan setia mendengarkan perempuannya yang bawel. Oleh mereka, ruang untuk cinta bisa hadir dimana saja. Tak perlu ruangan berpendingin dengan makanan-makanan mahal. Dari mereka, aku belajar bahwa cinta bisa begitu sederhana.

Pernah sepulang kerja, di dalam sebuah tempat makan, aku melihat seorang perempuan tertunduk dengan air mata membasahi pipinya. Sesegukan ia menangis, sementara lelakinya yang duduk di depannya hanya diam mematung. Hening memenuhi dunia mereka yang mungkin sedang goyah. Oleh mereka, cinta ternyata tak hanya diisi dengan tawa tapi juga dengan tangis. Dari mereka, aku belajar bahwa cinta bisa menyebabkan luka.

Aku sedang mendengarkan lagu dari headsetku tatkala seorang ayah masuk ke dalam busway yang sedang kunaiki. Sang ayah kemudian duduk tepat di depanku, memangku anak perempuannya yang sudah terlelap tidur. Tangan sang ayah dengan lembut membelai kepala anaknya lalu disusul dengan kecupan lembut. Aku tersenyum. Melihat betapa anak perempuan tersebut sangat dicintai ayahnya. Oleh mereka, cinta bisa lintas usia. Ayah ke anaknya, kakak ke adiknya, kakek ke cicitnya, dan seterusnya. Semua bisa memberi dan merasakan cinta. Dari mereka, aku belajar bahawa cinta bisa sangat tulus.

Aku meraih ponselku, membuka laman berita sembari menikmati kopi yang masih mengepul. Di laman tersebut, tersaji sebuah berita tentang seorang lelaki yang dengan sadar membunuh perempuannya. Ia marah, sebab perempuan yang amat ia cintai ternyata mendua. Ia lalu meluapkan amarah tersebut dengan sebuah tebasan golok di leher perempuannya. Oleh mereka, cinta yang awalnya datang dengan penuh mesrah bisa saja berakhir dengan darah. Dari mereka, aku belajar bahwa cinta bisa mematikan hati dan logika.

Lalu aku melihat diriku sendiri. Aku pernah jatuh cinta, pernah luka, pernah bahagia, dan pernah ditinggalkan. Cinta suatu hari pernah membawaku pada sebuah bahagia yang tak terkira. Aku merasakan betul bagaimana cinta memenuhi hari demi hariku saat itu. Namun, cinta juga pernah membawaku pada duka dan penyesalan. Ah, ternyata cinta bisa begitu rumit. Jarak antara bahagia, sedih, duka, luka dan marah sangat tipis. Kita bahkan tak tahu kemana cinta yang kita puja-puji hari ini akan membawa kita esok hari. Bisa saja kepada kemungkinan terburuk atau terbaik.

Cinta yang rumit bisa menjadi sederhana dengan cara mensyukuri hadirnya atau memaafkan perginya.


Share:

Friday, November 8, 2019

Sebelum Aku Pergi


Kita adalah satu dari dua yang berbeda. Kau menggenapkan aku yang ganjil, aku menuntun kau yang tersesat. Kau menyembuhkan aku yang luka, aku meredakan tangismu yang hebat. Kau yang cerewet, aku yang penyabar. Kau yang menyempurnakan, aku yang melengkapi. Kita adalah penyempurna dari kata yang bernama cinta.

Kita adalah dekap pelepas debar pada tiap gelisah. Dekapmu penghangat, tempat paling nyaman untuk tiap lelahku, sebagaimana dekapku adalah hal yang paling kau cari saat harimu berujung kelabu. Lagi-lagi, kita menyempurnakan cinta hingga tak hanya sekedar kata-kata, namun juga berbentuk raga.

Kita adalah semesta, yang meski pernah goyah namun akan kembali berdiri gagah. Kita pernah saling melukai, namun pada akhirnya kita pulalah yang akan saling menyembuhkan. Kita pernah tidak baik-baik saja, namun pada akhirnya, kita tetap menjadi sepasang yang kembali. Kembali untuk mencintai dengan lebih.

Kita adalah ruang untuk setiap keluh yang terucap. Aku membutuhkan hadirmu untuk sekadar mendengarkan cerita dari hari yang kujalani, sebagaimana kamu yang membutuhkan telingaku untuk mendengarkan cerita tentang angan yang ingin kau gapai. Kita berbagi semangat dan menguatkan harap saat kaki kita lelah melangkah menjalani hidup.

Kita adalah gelisah yang dapat sembuh dengan satu kecup mesrah. Aku tak ingin menjabarkan banyak tentang ini. Namun yang jelas, tak dapat kutemui lagi manis paling candu selain pada tipis bibirmu.

Kita adalah satu dari banyak hal yang berbeda. Kau tak hanya menjadi rusukku, namun kau juga nadi di dalam tubuhku. Kita adalah aku dan kamu. Hingga entah kapan.

Kelak pada saatnya, kehilangan akan menjadi nyata. Kita akan kembali menjadi sendiri pada hari-hari yang sepi. Kenanglah aku dalam tulisan-tulisanku, dalam bingkai foto yang kau pajang, dalam wangi tempat tidur, dalam mimpi-mimpimu yang banyak. Anggap seolah-olah aku ada di sampingmu. Mendekapmu. Memainkan anak-anak rambutmu hingga kita terlelap dalam malam yang panjang.

Sebelum aku pergi atau setelah aku pergi, aku akan sama saja : tetap mencintaimu.


Share: