Saturday, February 21, 2015

Mengenal Asrul Gonzales

Mungkin banyak yang bertanya-tanya siapa itu Asrul Gonzales. Seberapa penting dia sehingga saya mengenalkannya? Apakah dia saudaranya Cristian Gonzales? Dan lain-lain. Oke baiklah, saya akan mengenalkan kepada kalian siapa itu Asrul Gonzales yang sebenarnya.

Kita bertemu sekitar dua tahun yang lalu. Saat itu Asrul datang kerumah saya sendirian seperti orang yang kesasar. Dia datang disaat saya lagi asyik nonton tv. Udah datang nggak ngucapin salam, ehh pas masuk dia langsung menuju dapur. Nggak sopan banget kan? Tapi untunglah waktu itu saya lagi berbaik hati, jadi Asrul nggak langsung diusir tapi dikasih makan dulu.

Yap, Asrul Gonzales adalah seekor kucing yang beruntung karena dia datang kerumah yang tepat waktu itu. Coba bayangin kalo dia datang ke rumah makan, pasti langsung diusir kan? Saya sendiri juga nggak tahu darimana asalnya kucing jantan yang satu ini. Entah dia datang dari luar kota, luar provinsi, atau mungkin Asrul ini berasal dari planet namex? Entahlah.

Sebagai salah seorang pecinta hewan terutama kucing, saya tentunya sangat senang dong waktu itu ada kucing yang tiba-tiba datang kerumah terus udah sok kenal lagi. Sok kenal dalam arti pas dia datang langsung minta makan, terus pas udah makan langsung tidur lagi di sofa. Keren kan? Untung dia nggak ngajak foto selfie juga. Awalnya saya gak ada niat buat pelihara si Asrul ini. Karena bisa aja dia cuma kucing yang numpang makan terus udah itu balik lagi kerumah tuannya. Tapi setelah Asrul tinggal dirumah sampai seminggu, saya mulai memutuskan udah mengangkat dia menjadi hewan peliharaan. And the story just begin.

Awal-awal kebersamaan saya dengan Asrul berjalan sangat indah. Kita berdua sering bermain bersama. Asrul yang saat itu masih kecil suka banget nyakar-nyakar dan menggigit. Alhasil tangan saya waktu itu banyak luka goresnya. Tapi semua itu gak jadi masalah asal si Asrul nyakarnya gak pake silet.

Hari demi hari Asrul sudah mulai semakin akrab dengan semua orang yang ada dirumah, apalagi sama saya. Tiap hari minggu –kalo lagi nggak males—Asrul pasti dimandiin pake shampo. Asrul juga sering kalo malem tidur sekamar sama saya. Selain itu, Asrul ini termasuk kucing dengan IQ yang tinggi loh. Selama dia tinggal dirumah, gak pernah sekalipun dia buang air di dalem rumah. Asrul selalu melampiaskan hasrat buang airnya di dalam kamar mandi. Keren kan? Nggak kayak kucing-kucing lainnya yang kalo buang air suka dibawah meja makan atau disudut-sudut rumah yang baunya bisa membuat nyamuk mati seketika. Sumpah ini serius loh. Ternyata kucing kampung bisa pinter juga.

Nahh mungkin banyak yang penasaran kenapa kucing ini saya kasih nama Asrul Gonzales. Nama yang cukup unik sih, kayak nama orang keturunan Indonesia-skotlandia gitu hahaha. Jadi awal ceritanya begini. Asrul itu datang kerumah sesaat bulan ramadhan usai. Mungkin sekitar seminggu setelahnya. Pas dia diangkat jadi hewan peliharaan, saya bingung mau kasih nama apa dan kemudian tercetuslah nama Asrul yang tidak lain tidak bukan adalah nama salah satu tokoh di film saat bulan puasa yaitu film Para Pencari Tuhan. Kebetulan memang film itu jadi favorit di rumah saya saat sahur. Kalo kalian pernah nonton filmnya pasti tahu deh Asrul itu yang mana. Nah sejak saat itu, resmilah kucing bercorak putih orange ini bernama Asrul.

Kalo nama Gonzales sendiri itu asalnya dari kakak perempuan saya. Jadi waktu itu menjelang maghrib, Asrul sedang main-main dengan sebuah gantungan kunci yang memang sengaja dilepas buat dia mainin. Asrul yang keliatannya girang banget dikasih mainan lari-larian ngejar gantungan kunci itu layaknya pemain bola. Nah disanalah kakak saya secara spontan menyebutkan nama Asrul Gonzales. Karena terasa cocok dan lumayan keren, sejak saat itulah kucing kampung ini pun resmi mendapat nama tambahan baru yaitu Asrul Gonzales.

Saat ini Asrul udah semakin besar. Dia juga keliatan lebih ganteng daripada dulu. Asrul bukan lagi kucing rumahan, ia sudah mulai jarang pulang kerumah. Asrul sekarang juga sudah punya pacar yang bernama Cimoi, kucing tetangga saya. Inilah alasan kenapa Asrul jarang pulang kerumah. Dia juga sering berantem sama kucing-kucing lainnya. Ahh pokoknya udah makin gede lah. Liat nih gaya 'boss' nya Asrul Gonzales.

Sekarang saya dan Asrul sudah 6 bulan berpisah. Yap. Sejak merantau bulan Agustus lalu, saya dan Asrul resmi LDRan. Untuk mengatasi rindu sama Asrul dan rindu memelihara kucing, saya sebenernya pernah mau coba buat pelihara kucing di kosan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya takut nanti kucingnya cuma makan mie instan setiap hari, nggak makan ikan. Gagal melihara kucing, saya pernah kepikiran buat pelihara ikan hias nih. Udah sempat nabung buat beli ikan hias beserta tempatnya, eh akhirnya gagal lagi karena takut nggak keurus juga. Saya juga takut khilaf kalo ditanggal tua nggak ada duit eh ikannya malah direbus. Rencana pelihara ikan pun gagal. Selain pernah niat buat pelihara ikan dan kucing, saya juga pernah mau melihara hamster. Tapi karena terlalul ribet kayaknya dan juga belum ada pengalaman pelihara hewan yang mirip tikus itu, saya akhirnya membatalkan lagi niat buat melihara hamster.


Nah itulah sedikit cerita tentang Asrul Gonzales. Seekor kucing yang secara tidak sengaja datang ke sebuah rumah dan akhirnya menjadi bagian dari rumah itu sampai sekarang. Buat Asrul, I miss you, boys! Salam kangen dari sini.

Share:

Sunday, February 15, 2015

Sepucuk Surat Perpisahan

Dingin masih menusuk di pagi ini. Bola-bola embun di dedaunan hijau pun masih terlihat menempel. Ada sepucuk kebimbangan diantara sinar matahari yang mulai muncul kala itu. Aku, berdiri tepat di depan rumahmu. Berdiri dengan perasaan yang gaduh, penuh bimbang, dan gelisah.

Suatu hari aku pernah mengatakan bahwa jika aku pergi, maka aku tak benar-benar pergi. Jika pun tubuhku pergi, maka kamu akan kubawa di semesta kepalaku. Aku tak sedang bercanda pada saat mengatakan itu. Menempatkanmu sebagai wanita teristimewa kedua setelah ibuku adalah alasan mengapa kamu begitu aku cintai.

Aku ingat kalau kamu pernah bilang bahwa kamu sangat membenci sebuah perpisahan. Alasanmu karena dengan sebuah perpisahan, seseorang akan dibatasi oleh sekat yang bernama jarak. Diantara sekat itu nantinya akan terisi banyak kebohongan-kebohongan yang akhirnya membuat mereka benar-benar berpisah. Mungkin hal inilah yang membuat aku takut untuk mengucapkan salam perpisahan kepadamu.

Sekarang, tepat hari ini, aku –dengan keterpaksaan—harus mengucapkan salam perpisahan itu. Aku bukan benar-benar meninggalkanmu. Aku hanya pergi mengejar angan, mengejar apa yang ingin aku raih. Entah kapan kembali. Waktu pun seolah tak bisa menjawabnya. Karena dikota ini, jam-jam berhenti berdetak.

Namun ingatlah bahwa kadang kita harus mengalah pada sebuah keadaan. Bukan berarti kita menyerah. Tapi membiarkan apa yang sudah Tuhan rencanakan kadang lebih baik daripada menggerutu menyesali keadaan. Untuk itu, aku meminta kepadamu untuk tegar. Percayalah bahwa akan ada buah manis dari kesabaran menanti.

Mungkin –setelah perpisahan ini akan banyak hal yang tidak bisa kita lakukan bersama. Kita tidak bisa lagi menikmati segelas kopi hangat sembari menunggu hujan reda. Kita tidak bisa lagi bercerita tentang lagu kesukaanmu dan kemudian menyanyikannya bersama. Kita pun tidak bisa lagi bekejaran di bibir pantai hingga mentari menjemput malam. Begitulah. Kita harus sama-sama terbiasa untuk beberapa waktu. Hanya beberapa waktu.

Engkau tenanglah. Usah hiraukan tentang jarak yang memisahkan kita. Kelak suatu hari, aku akan melipat jarak itu seberapapun jauhnya. Kemudian kita bersua lagi pada kerinduan selepas perpisahan. Menikmati manisnya kepercayaan yang kita jaga erat selama ini. Engkaulah doa-doa itu. Engkaulah sajak yang tercipta dari ribuan kata selama ini.

Maafkan aku yang tak sempat mengucapkan salam perpisahan kepadamu secara langsung. Aku akan merindukanmu. Hadirlah dengan senyum di dalam mimpi. Aku akan datang lagi kepadamu, menghabiskan rindu-rindu yang pernah menderu.

Ps: aku menyelipkan sebuah iPod di dalam tas kecilmu sore kemarin. Didalamnya berisi lagu-lagu kesukaanmu dan foto-foto kita berdua. Semoga bisa menjadi penawar disaat rindu menderu. 



Terinspirasi dari lagu Leaving on the Jet Plane
Share:

Monday, February 9, 2015

Kepada Bulan Purnama

Pada bulan purnama yang hadir bersama angin sepoi yang meninabobokkan.
Aku meletakkan sebuah rasa disana. Diantara cahayanya yang menimpa atap-atap rumah, diantara cahayanya yang menembus sela pohon cemara. Adalah cinta yang setiap saat terus ada. Berjalan, walaupun gontai dan lunglai, ia tetap mencari peraduan yang berupa hatimu. Meski jauh, meski penuh rintang.

Pada bulan purnama yang menghiasi langit berdebu.
Aku menitipkan sebuah hati untuk seseorang yang berada jauh disana. Ceritakan padanya bahwa pada malam yang beraroma mimpi, ada aku disini yang selalu mengingat parasnya. Maka, lihatlah sejenak langit yang gelap ini, eja dari setiap bait-bait cinta yang tersirat lewat binar bulan.

Pada bulan purnama yang menjadi penerang disaat langit kelam.
Aku sudah lebih dulu mencintaimu. Bahkan disaat pagi baru dirangkum. Hingga nanti malam siap menggantikan, jangan mengira cinta ini ikut tenggelam di ufuk barat, atau hilang dan pergi bersama kelapak elang. Ia akan hadir kembali bersama rona purnama.

Pada bulan purnama yang menenangkan.
Sampaikan ini padanya:”Kamu adalah bentuk sempurna dari kesempurnaan. Bersandarlah pada warna pelangi dan kemudian lihatlah aku dari sana. Lihat. Aku menyeru satu suara. Namun kau takkan bisa mendengar, suaraku sudah terlanjur mati dibeku udara. Kau hanya bisa melihat aku yang terdampar dihatimu sudah sejak lama. Berdiri gagah meski terabaikan. Takkan pernah pergi meski waktu menarik seluruh aku.”

Pada bulan purnama yang menawarkan keindahan.
Sampaikan pula padanya bahwa aku menunggunya disini, disebuah sudut yang disesaki rindu. Datanglah, kelak akan aku ceritakan betapa hebatnya seorang pria yang bernama aku bisa mencintaimu tanpa pernah kamu tau dan tanpa pernah kamu duga.

Teruntuk engkau, wanita yang namanya terselip di kata kesepuluh di awal tulisan ini, aku ingin mencintaimu lebih lama dari selamanya.


Jakarta, 5 februari 2015
Ditulis pada saat bulan purnama menyapa malam.
Share: