Monday, April 28, 2014

Misteri Masjid Tua

Singkat cerita, Seto adalah seorang mahasiswa jurusan hukum di sebuah universitas swasta di Jakarta. Ia adalah anak sulung dari 5 bersaudara. Seto adalah anak rantau. Semua keluarganya tinggal di Bandung. Seto tergolong mahasiswa yang baik, jarang berulah, dan rajin beribadah. Iya, setiap hari ia selalu sholat berjamaah di masjid tua yang berada tidak jauh dari kosannya. Konon masjid tua ini terkenal dengan keangkerannya. Makanya banyak warga yang tidak mau sholat disana. Sudah banyak cerita horror yang Seto dengar dari para tetangga tentang masjid tua itu. Namun Seto tetap saja tidak percaya. Sebelum akhirnya Seto sendiri yang menjadi korban ‘kejahilan’ sosok-sosok misterius di masjid itu.

Pagi, sekitar pukul 04:30, Seto sudah mulai bersiap-siap berangkat ke masjid untuk sholat subuh. Dengan sarung bermerek ‘Gajah Salto’, Seto berjalan menuju masjid tua. Cuaca subuh saat itu memang agak dingin karena Jakarta baru saja diguyur hujan ringan. Dari kejauhan Seto melihat masjid tua itu sudah terang bahkan sudah ramai dengan orang-orang yang mau sholat berjamaah. Seto heran, kaget, dan seolah tidak percaya. Biasanya Seto lah orang pertama yang datang di masjid itu. Wahh sekarang sudah banyak yang mau sholat disini. Syukurlah. Gumam Seto riang dalam hatinya.

Sesampainya di masjid, Seto langsung menuju tempat mengambil air wudhu. Sesekali ia melirik kearah orang-orang yang sudah duluan datang. Aneh. Tak ada sedikitpun orang yang dikenal Seto. Semua orang terlihat asing di matanya. Bahkan saat Seto menyapa orang-orang itu, tak ada satupun yang meresponnya. Semua orang berwajah pucat. Tanpa ekspresi. Tanpa suara sedikitpun. Seto merinding.

Seusai mengambil wudhu, Seto segera menuju barisan depan untuk melakukan sholat sunnah. Dia berusaha fokus meskipun sedang dalam keadaan ketakutan yang sangat. Seusai shalat sunnah, Seto masih memejamkan matanya seraya mulutnya berkomat-kamit mengucapkan doa. Ia mulai teringat denga cerita warga tentang masjid tua ini. Hal ini semakin membuatnya takut.

“Ehh nak Seto. Sendirian lagi nih. Udah lama datang?” Suara haji Wawan mengagetkannya.
“Ahh pak haji ngagetin aja nih. Nggak sendirian kok pak, ini…..”

Sejurus kemudian Seto terperangah melihat sekelilingnya sudah kosong. Ia tak percaya apa saja yang baru dialaminya. Kemana perginya orang-orang yang banyak tadi? Tidak mungkin secepar itu menghilang. Masa iya itu cuma halusinasi Seto?
“Loh kenapa kamu? Kok diam?” Tanya Haji Wawan.
“Nggg… Nggak pak. Tadi disini banyak orang kok. Tapi sekarang mereka kemana yaa?” Jawab Seto gugup.
“Kamu ini bercanda terus. Daritadi kamu cuma sendirian kok disini. Yaudah jangan ngelantur terus, udah masuk waktu adzan tuh. Cepetan adzan”

Akhirnya Seto pun adzan. Namun fikirannya tetap tidak lepas dari kejadian aneh yang baru saja terjadi. Di dalam benaknya ia terus bertanya siapa orang-orang itu tadi? Kemana mereka menghilang? Apa betul cerita orang-orang tentang masjid ini? Pertanyaan tak terjawab itu terus terngiang di dalam fikirannya.

Mereka berdua pun melaksanakan shalat subuh. Haji Wawan sebagai imam, dan Seto sebagai makmum satu-satunya. Selepas shalat pak Haji dan Seto ngobrol-ngobrol panjang lebar. Seto pun sejenak mulai melupakan kejadian aneh tadi. Tapi tiba-tiba saja Haji Wawan menanyakan sesuatu yang padahal hampir saja ia lupakan itu.
“Berapa orang yang kamu lihat tadi?” Tanya Haji Wawan.
“Umhh… Maksud pak Haji apa?”
“Iya, orang yang kamu lihat disini tadi ada berapa?”

Seto pun terdiam. Pertanyaan Haji Wawan sukses membuat bulu kuduknya merinding lagi. Bulu kakinya pun rontok. Mengingat kejadian tadi membuat Seto ingin segera cepat-cepat meninggalkan masjid ini. Namun hal itu diurungkannya.
“Mungkin sekitar 20-an 'orang' pak Haji. Udah ahh jangan bahas itu lagi. Nggak berani saya” Jawab Wawan serius.
“Hahahaa banyak juga yaa. Makanya hati-hati dengan orang disekitarmu. Bisa jadi dia bukan orang sungguhan. Yaudah pak Haji pulang duluan yaa. Kamu belum pulang?”
“Belum pak Haji. Mau gulung sajadah dulu. Pak Haji nggak apa-apa duluan”

Pak Haji pun pulang. Seto dengan sisa keberaniannya masuk lagi kedalam masjid untuk menggulung sajadah. Di masjid ini memang tidak ada marbot. Entah kenapa setiap marbot yang ngurus masjid ini pasti selalu pergi dengan alasan ‘sering diganggu’.

Selesai menggulung sajadah, Seto segera keluar dari masjid dengan langkah seribu. Dan disinilah kejadian aneh itu terulang lagi. Baru saja Seto mau pulang, tiba-tiba Haji Wawan menghampirinya dengan menggunakan sepeda motor matic. Seto merasa heran. Bukannya Haji Wawan tadi sudah pulang? Terus kenapa dia kesini lagi?
“Ehh nak Seto mau pulang. Gimana tadi subuhnya? Masih kamu sendiri jamaahnya?” Tanya Haji Wawan. Seto terperangah. Kejadian ini bisa saja membuatnya menjadi gila.
“ma…maksud pak Haji?? Bukannya tadi pak Haji yang jadi imam saya sholat disini?” Jawab Seto terbatah-batah.
“Apa? Saya saja dari kemaren nginap di Rumah Sakit, mertua saya lagi dirawat disana. Lah gimana saya mau ngimamin kamu. Hehee ada-ada saja”

DEGGG!!!

Seto merinding hebat. Sekujur tubuhnya seakan kaku. Jantungnya berdegup kencang pertanda ketakutan yang dahsyat. Seto belum bisa percaya dengan apa saja yang barusan dialaminya. Bertemu dengan orang-orang yang berwajah pucat dan tanpa ekspresi yang kemudian hilang entah kemana, lalu diimami oleh Haji Wawan. Tunggu, benarkah itu Haji Wawan? Bukankah Haji Wawan bermalam di rumah sakit? Lalu siapa gerangan yang mengimami Seto dan kemudian mengobrol dengannya sampai fajar hampir tiba???
Kemudian Seto ingat dengan kata-kata ‘Haji Wawan’ Tadi.

Makanya hati-hati dengan orang disekitarmu. Bisa jadi dia bukan orang sungguhan.


Seto pun pingsan.
Share: