Monday, April 4, 2016

Apa Kabar Hatimu?

“Jangan pernah mempermainkan hati seseorang” Katamu. Kemudian kamu pergi dengan angkuh. Membawa benci dan prasangka yang hari ini menjadi penyesalanmu sendiri.

Pesan yang kau tinggalkan disaat sore pukul 4 itu masih terekam jelas dikepala. Saat itu kita berpisah. Aku – dan juga hatiku – kau tinggalkan bersama gerimis. Kesedihanku menggenang bersama air yang dimuntahkan oleh awan pekat. Terpikir untuk menyerah. Berharap hujan segera menenggelamkanku sore itu. Tapi kemudian aku sadar. Aku harus tetap kuat. Bahkan harus lebih kuat agar gemuruh tak membuatku semakin hancur.

Waktu berlalu meninggalkan masa itu dengan cepat. Kita – atau lebih tepatnya aku – mulai terbiasa hidup tanpa satu sama lain. Tak ada marah, pun tak ada sesal. Aku telah melupakan kamu beserta hatimu. Tapi ketahuilah, Kasih. Hal yang paling berat dalam hidupku adalah bukan untuk terbiasa hidup tanpamu, melainkan untuk melupakan setiap kenangan kita di banyak sudut di kota ini. Kasih, kamu sudah terlalu banyak memberi kenangan. Hingga menggenang di pikiran. Enggan pergi meski dengan tertatih.

Bersebab kenangan itu, maka aku ingin bertanya, apa kabar hatimu?
Masihkah ia terluka karena prasangka yang buta? Coba saja dulu engkau memberikan kesempatan untukku membenarkan semuanya, aku yakin hatimu akan tetap merona. Prasangkamu terhadapku adalah kesalahan, Kasih. Aku tak punya banyak waktu untuk mempermainkan hatimu. Bagiku, mendapatkan hatimu adalah sebuah anugrah. Pantaskah aku mempermainkannya hingga terluka?

Bersebab cinta yang dulu ada, maka aku ingin bertanya, apa kabar hatimu?
Masihkah hatimu kau bohongi? Aku mengetahuinya, Kasih. Kau tak pernah benar-benar ingin kita berpisah. Hatimu menolak, tapi egomu lantang menentang. Kau kalah mempertahankan apa yang seharusnya kau pertahankan. Kau lebih memilih mengikuti egomu, bukan mengikuti hati nuranimu. Kasih, aku mengetahuinya dari matamu yang tak pandai berbohong.

Bersebab rindu, maka aku ingin bertanya, apa kabar hatimu?
Masihkah hatimu diselimuti penyesalan? Penyesalan yang tak akan pernah berarti lagi. Hatimu kau lukai sendiri. Jiwamu kau hancurkan sendiri. Hari-harimu kelam meski mentari terik menyinari. Kasih, belajarlah untuk bangkit. Meski susah, meski lelah. Bangkitlah. Tapi bukan dengan bantuanku.

Apa kabar hatimu?

Maaf aku tak mengangkat telfon darimu beberapa hari ini, maaf juga aku tak membalas semua pesan-pesanmu, dan maaf juga aku tak membuka pintu disaat kau bertamu. Aku sudah tak berselera lagi kau sakiti dengan prasangkamu. Sekarang nikmatilah buah dari egomu. Nikmatilah luka yang kau buat sendiri. Semoga hatimu cepat pulih.

P.S : Jika kau menanyakan kabar hatiku, maka aku bersedia menjawabnya. Hatiku sudah lebih baik. Selepas kau hancurkan begitu saja, sekarang aku berhasil menatanya kembali. Jangan tanya bagaimana bisa, sebab hati yang dilukai mempunyai cara sendiri untuk bangkit lebih kuat.
Share: