Sunday, December 25, 2016

Tentang Langit Yang Rindu Pelangi

Langit, jangan marah.

Aku tahu kau merindukanku. Tapi melampiaskan rindumu dengan marah seperti ini bukanlah sesuatu yang baik, Langit. Tahan amarahmu, atau rindu akan semakin menyiksamu. Rindu itu bagai riak ombak, Langit. Jika kau tak kuat bertahan dan melawan, maka engkau akan tenggelam di palung laut terdalam.

Aku tahu kau ingin aku ada di sebelahmu. Tapi bertahan sebentar demi penantian akan kehadiran adalah sesungguhnya perjuangan, Langit. Jangan ragukan hadirku, walau mesti aku harus merangkak dan tertatih, langkah menujumu takkan pernah berhenti. Aku berjanji.

Aku tahu kau muak dengan mentari yang terus membakar kulitmu. Mungkin kau juga semakin cemburu sebab mentari selalu ditemani senja sebelum pulang ke peraduan. Tapi tanpa mentari, kau tak akan pernah tahu apa artinya kelam, Langit. Bukankah kau juga tahu bahwa tanpa mentari, aku juga tak akan terlihat indah? Segeralah berdamai dengan mentari. Sambut ia dengan senyum terbaikmu di pagi hari.

Aku juga tahu kau membenci hadirnya bulan. Bulan mempunyai banyak teman bernama bintang, sementara kamu tak mempunyai teman seperti itu. Tapi bukankah bulan dan bintang selalu sedia menemanimu ketika kelam, Langit? Bulan juga setia mendengarkan keluh kesahmu tentang mentari yang terus membakarmu. Memang bulan tak selalu hadir dengan utuh. Tapi setidaknya ia tak pernah meninggalkanmu ketika rapuh.

Aku tahu jika amarahmu hari ini disebabkan olehku, Langit. Angin barat memberitahuku perihal kau sedang marah besar diatas sebuah kota. Katanya, kau sangat mengerikan jika sedang marah. Tak ada berani yang menghampirimu. Bahkan mentari pulang lebih dulu dan senja pun memilih tak muncul. Maka, aku menitipkan sebuah surat kepada angin. Mungkin tak akan menghapus rindumu kepadaku, tapi semoga bisa sedikit meredam amarahmu.

Langit, jangan marah. Jangan keluarkan air matamu. Jika kau tak berhenti marah, bagaimana aku akan hadir disebelahmu? Ingat, Langit. Aku hanya hadir selepas hujan yang kau turunkan, bukan disaat hujan.

Langit, jangan marah. Jangan keluarkan gemuruhmu. Jangan kau lukai orang-orang atau tumbuhan dengan petir yang kau keluarkan. Berbesar hatilah menerima keadaan, Langit. Kau tidak sedang kehilangan aku. Kita hanya berjarak sesaat, hingga kelak kita bertemu, aku berjanji akan memelukku dengan erat.

Langit, jangan marah.

Salam,
Pelangi
Share:

Friday, December 23, 2016

Lelaki Yang (Pernah) Mencintaimu

Sebelumnya, aku ingin mengucapkan selamat kepadamu.
Selamat atas kebahagiaan yang akhirnya kau raih. Selamat atas berujungnya penantianmu selama ini. Selamat atas terisinya kekosongan-kekosonganmu. Dan selamat atas doa-doa mu yang terkabul.

Pada suatu petang aku pernah mendengarkan ceritamu. Kamu bercerita bahwa kamu ingin menjadi puteri bagi kerajaan seorang lelaki. Katamu, akan kau jaga kerajaan itu dengan penuh cinta dan kasih. Aku mendengarkan setiap ceritamu dengan baik. Matamu menyalak seperti seorang orator handal. Dibalik yakinnya ucapanmu, aku yakin selalu ada amin setelahnya. Sekarang, impianmu dikabulkan oleh Tuhan, kau akhirnya menjadi seorang puteri. Puteri dari kerajaan lelaki yang kau pilih sendiri. Impianmu terwujud, tapi bukan bersamaku.

Kamu juga pernah ingin dicintai dengan sempurna meski kamu tak sempurna. Kamu pernah bertanya, apa mungkin seorang lelaki akan datang kepadaku dan mencintaiku dengan semua kekuranganku? Kemudian aku menjawab sembari menatap matamu. Lelaki mana yang lebih melihat kekuranganmu dibanding kelebihanmu? Percayalah, seorang yang sempurna bagimu kelak akan menutupi semua kurangmu, kataku. Ah, kamu bisa saja merendahkan diri. Sedikitpun aku tak melihat ada kekurangan di dalam dirimu. Dan sekarang, setelah perjuanganmu dalam menemukan ia yang menerima setiap kurangmu, kau akhirnya dicintai dengan sempurna oleh lelaki yang kau anggap sempurna. Lelaki yang dengan semua kelebihannya akan menutupi kurangmu. Kau disempurnakan, tapi bukan denganku.

Kamu juga ingin ada seorang lelaki yang dengan sabar menghadapi sifatmu yang kadang kekanak-kanakan. Kamu bilang bahwa kamu ingin ada seorang lelaki yang datang untuk mendewasakanmu. Aku diam sejenak kala itu. Aku pikir, jika seseorang itu benar mencintaimu, ia tak akan mengubahmu menjadi apapun. Ia akan tetap mencintaimu meskipun kamu bersikap kekanak-kanakan atau kebayi-bayian sekalipun. Sebab cinta datang bukan untuk mengubah, tapi untuk menerima. Dan sekarang kamu telah menemukan seseorang itu. seseorang yang mencintai sifat kekanak-kanakanmu. Kau dilengkapi, tapi bukan denganku.

Sekarang aku izin pergi saja. Izinkan aku pergi untuk mengikhlaskanmu bukan melupakanmu. Izinkan aku pergi untuk mencari bahagia yang baru bukan terlarut dalam duka dan luka. Izinkan aku pergi untuk merangkai mimpi yang baru bukan terus memimpikanmu. Izinkan aku pergi untuk melanjutkan hidup bukan menyudahi hidup. Izinkan aku pergi untuk belajar menerima kenyataan bukan mengutuknya. Izinkan aku pergi untuk mencintai dia yang memang pantas aku cintai.

Dulu aku memang datang sebagai lelaki yang mencintaimu. Selalu mendoakanmu dan berharap kebaikan menyertaimu. Pertemuan denganmu mengajarkanku bahwa cinta sebagai pelajaran. Pelajaran untuk mencintai namun harus melepaskan di waktu yang sama. Aku pergi saja. Aku pergi sebagai lelaki yang pernah mencintaimu namun tak berbalas.
Share:

Tuesday, December 20, 2016

Surat Di Atas Kereta

Untuk kamu yang selalu kurindukan.

Andai saja saat ini kamu duduk disampingku. Tentu selama apapun perjalanan takkan pernah terasa sepi. Aku membayangkan jika kita duduk berdampingan di gerbong kereta, lalu aku akan menceritakan banyak hal kepadamu tentang awan-awan yang seolah mengejar rangkaian kereta kita. Juga tentang kereta kita yang mengejar senja di tepi barat. Atau kita bisa saja membicarakan hal-hal kecil yang kita lihat selama perjalanan. Apapun itu, perbincangan antara dua orang yang saling jatuh cinta takkan pernah mengenal kata membosankan.

Andai saja rindu bukan perkara besar bagiku. Tentu saja aku tak perlu takut jika harus meninggalkanmu dalam waktu yang cukup panjang. Selama jauh darimu, rindu adalah pembunuh paling sadis bagi hari-hariku. Ia menguasai penuh pikiranku hingga aku lesap kedalamnya. Asal kamu tahu, mungkin rinduku bisa saja terobati sedikit dengan berbicara kepadamu melalui telepon, tapi nyatanya rindu hanya butuh temu agar bisa luluh.

Andai saja jarak bisa dilipat secepat kilat, tentu aku tak pernah harus bersedih ketika harus berjarak jauh lagi denganmu. Bukan hal mudah mengatasi rindu ketika jarak dengan telak menyekat. Memang, bisa saja kita mengatasi jarak dengan video call setiap hari. Zaman menawarkan kemudahan bagi kita yang dipisahkan jarak. Namun tetap saja, bagiku berada tepat disebelahmu dan merangkulmu meski cuma satu menit akan lebih baik daripada video call berjam-jam. Tapi setidaknya jarak mengajarkanku untuk menghargai setiap pertemuan. Untuk tak membuang sia-sia setiap pertemuan yang terjadi setelah menumpuh jarak jauh-jauh.

Sekarang, diatas kereta yang membelah wilayah, sesaat setelah peluk kita mengawali perpisahan ini, aku mulai merindukanmu. Perihal air matamu yang tadi jatuh, aku memaknainya sebagai sebuah kesabaran menunggu. Tugasku sekarang adalah menjaga dengan baik kepercayaan yang engkau berikan, hingga nanti kita bertemu, akan kutumpahkan segala rindu.

Ragaku boleh saja dibawa jauh oleh sang waktu, tapi hati ku tak pernah sedikitpun berhenti memelukmu. Karena bagiku, kau adalah tempat kembali setelah kaki lelah melangkah. Kau adalah tempat bersandar ketika ragaku mulai gelisah. Kau adalah rumah bagi hatiku yang selalu ingin pulang. Dan kau adalah tempat terbaik bagiku memaknai cinta. Jika aku pulang nanti, sediakan pelukmu yang paling dalam.

Desember, 2016.
Diatas kereta menuju Jogja.
Share:

Thursday, December 15, 2016

Dalam Kata

Dalam kata aku akan mendoakanmu sejak mentari menyapa pagi, hingga malam berteman bulan.

Dalam kata aku akan menyemangatimu ketika semesta membuatmu menangis sedu-sedan.

Dalam kata aku akan menasehatimu ketika kamu mulai angkuh dan lupa daratan.

Dalam kata aku akan mencegahmu saat kamu memilih tenggelam dalam sedih yang berkepanjangan.

Dalam kata aku akan mendampingimu hingga kamu mencapai segala cita dan angan.

Dalam kata aku akan meredam amarahmu yang membuatmu seperti kesetanan.

Dalam kata aku akan menguatkanmu ketika pundakmu tak lagi kuat menampung semua beban.

Dalam kata aku akan melindungimu dari apapun hingga kau merasa aman.

Dalam kata aku akan membuatmu tertawa hingga perutmu merasa kesakitan.

Dalam kata aku akan membimbingmu kembali ketika kamu tersesat dan kehilangan jalan.

Dalam kata aku akan menemanimu saat kau tak  punya kawan.

Dalam kata aku akan mengajarimu tentang apa arti kesetiaan.

Dalam kata aku akan memberitahumu bahwa kau memang menawan.

Dalam kata aku akan mengajakmu bermain di bawah sinar lampu taman.

Dalam kata aku akan merangkulmu selalu walau penuh halang dan rintangan.

Dalam kata aku akan membawamu melangkah menuju tempat bernama kebahagiaan.

Dalam kata aku akan mengatakan bahwa aku mencintaimu tak butuh alasan.

Dalam kata aku akan mengenangmu menjadi rangkaian tulisan-tulisan.

Dalam kata aku akan berdoa kepada Tuhan agar terus berada disampingmu hingga kematian 
memisahkan.

Karena hanya dengan memilikimu, aku akan merasa disempurnakan.
Share:

Tuesday, December 13, 2016

Perempuan Bulan Desember

Aku selalu menyukai bulan Desember. Selain karena ini bulan kelahiranku, Desember selalu saja punya cerita sebagai penutup perjalan setahun penuh. Seperti Desember tahun ini. saat aku menemukanmu, lalu menyukaimu. Perempuan bulan Desember.

Adalah matamu yang pertama kali mampu merobohkan pertahananku. Aku menatap matamu pada pagi bulan desember. Matamu sejuk serupa embun di dedaunan pagi hari. Segala keraguan seketika runtuh kala itu. Pada matamu yang cokelat, aku menemukan keyakinan. Pada matamu yang teduh, aku ingin meletakkan harapan. Dan, pada matamu yang menenangkan, aku selalu merindukan.

Adalah senyummu yang kemudian membuatku tak mampu berkata-kata. Kau tersenyum pada siang bulan desember. Senyum yang seindah senja itu terasa hangat di sela rintik hujan. Wajar jika kemudian jantungku berdegup tak beraturan. Andai saja waktu itu aku mempunyai keberanian, sudah kubingkai senyummu dengan kamera handphone ku. Tapi biarlah. Biar saja aku merindukan senyummu dulu sampai kita bertemu lagi.

Adalah kemudian sang waktu yang baik hati mempertemukan kita. Aku seolah menemukan pelita di kegelapan. Kamu menuntunku menuju sebuah dunia yang dinamakan cinta. Lalu tanpa permisi, kau masuk ke dalam labirin pikiranku. Berputar-putar sepanjang hari, hingga masuk ke alam mimpi. Aku selalu menikmati episode-episode panjang tentangmu.

Jika aku ini malam, maka kamulah sang purnama yang biasnya menerangiku. Jika aku ini dedaunan, maka kamulah embun yang selalu kutunggu hadirnya di pagi hari. Jika aku ini ombak, maka engkaulah tepi laut yang selalu kutuju.

Mari sini, sejenak kita bertemu lagi sebelum desember beranjak pergi. Aku ingin mendengarkan cerita tentang harimu. Aku ingin mendengarkan suara tawamu yang khas. Aku ingin menembus lensa kacamatamu, lalu menatap bulat matamu hingga senja berganti malam.
Share:

Monday, October 17, 2016

Perempuan, Kopi, dan Barista

Ia datang tepat pukul dua siang. Perempuan dengan rambut sebahu itu memilih duduk di sudut kedai kopi yang ia datangi. Beberapa lelaki yang ada di dalam kedai kopi melihatnya dengan kagum. Perempuan itu seolah memiliki daya magisnya sendiri. Siapapun lelaki yang melihatnya pastilah akan jatuh cinta. Dari speaker yang ada di kedai kopi itu, Ben Harper sedang menyanyikan lagu Diamonds On the Inside dengan semangat. Perempuan itu tak menghiraukan keadaan sekitarnya. Sejak datang, matanya yang berwarna sedikit kecoklatan menatap kosong ke arah depan. Kearah seorang barista yang sedang membuat secangkir Cafe Mocha pesanannya.

 “Terimakasih atas kopinya” Ucap perempuan itu saat kopi pesanannya tiba.

“Sudah tugas saya membuatkan kopi terbaik, Nona” Jawab sang barista. “Kau sedang menunggu seseorang?” Lanjutnya.

Perempuan itu tersenyum getir. Ia menarik nafas panjang sebelum mengucapkan sesuatu.

“Ken” Jawabnya singkat. Sang barista segera meninggalkan perempuan itu.

Satu jam lebih berlalu. Kopi yang dipesan perempuan itu sudah mendingin sejak lama. Ia menjadi pecandu kopi yang hilang selera untuk menyesap kopi saat itu. Tatapnya masih tertuju pada sesosok barista di ujung kedai kopi. Pada barista yang bernama Ken. Kemanapun Ken melangkahkan kakinya, mata perempuan yang bernama Julia tersebut selalu mengikutinya.

Ken tahu ia diawasi oleh perempuan itu sejak pertama kali ia datang. Entah harus berbuat apa, tapi tatapan perempuan itu sangat mengganggu pikiran dan fokusnya dalam bekerja. Karena kejadian itu, hari ini Ken sudah mendapatkan dua kali teguran dari pelanggan kopinya. Pertama karena ia terlalu banyak memasukkan gula ke dalam kopi yang dipesan tidak terlalu manis. Kedua karena ia salah meracik kopi yang dipesan pelanggan. Semua itu karena pikiran Ken terganggu dengan perempuan yang selalu menatapnya.

Hari semakin sore. Julia masih saja menatap Ken diujung sana. Ia hanya menatap kearah Ken tanpa ada isyarat lain. Membuat Ken semakin risih karena terus diawasi. Kopi yang ia pesan sudah habis bersamaan dengan hujan yang juga habis dimuntahkan oleh langit. Tiba-tiba, entah karena Ken sudah lelah diawasi, ia kemudian berbalik menatap mata perempuan yang sedari tadi mengawasinya. Tatapan mereka berdua beradu. Julia yang sejak tadi menatap kearah ken menangkap basah bahwa Ken kemudian melihat kearahnya. Dari tatap yang terjadi itu, ada pesan yang disampaikan oleh mata Julia dengan sangat kuat kepada Ken. Ken mengerti tatap itu. Ia akhirnya melangkahkan kaki menuju tempat Julia duduk.

“Ken” sapa Julia sesaat setelah Ken duduk persis dihadapannya. Ken masih tertunduk. Ia tahu bahwa ia belum mampu menatap mata Julia sedekat ini. Jantungnya berdetak cepat melebihi kecepatan cahaya.

“Aku sudah muak dengan janjimu” lanjut Julia.

“Maaf, Julia. Belum sekarang” jawab Ken pelan. Suaranya seolah hilang ditelan getir.

“Lalu kapan? Apalagi alasanmu?” Julia berbicara lebih keras. Beberapa pengunjung kedai kopi melihat kearah mereka.

“Aku akan berusaha secepatnya, Julia. Beri aku waktu”

“Waktu katamu? Apakah 11 bulan selama ini bukan waktu? Aku sudah kehabisa waktu untukmu, Ken”

“Aku tahu kau marah. Tapi setidaknya aku tak pernah menghilang saat kau cari, Julia. Aku butuh waktu yang lebih lagi”

“Ken, hutang kamu kepadaku 200 juta! Itu bukan uang kecil. Kamu tahu kan aku berjuang mati-matian untuk mendapatkan uang itu?! Sekarang aku lagi butuh uangnya, Ken, untuk biaya hidupku selama merantau!” bentak Julia.

“Aku mengerti, Julia. Tapi kamu juga harus mengerti bahwa usaha aku saat ini bangkrut. Aku tak punya banyak uang lagi. Gaji dari menjadi barista di kedap kopi ini tak pernah sampai ke akhir bulan” Ken sedikit curhat demi melunakkan hati Julia.

“Baiklah. Aku beri kamu waktu satu bulan lagi. Jika kamu tidak membayar hutang-hutangmu juga, maka maaf, Ken. Aku terpaksa membawa permasalahan ini ke ranah hukum” Julia kemudian beranjak pergi meninggalkan Ken.

“Julia...” panggil Ken. Julia tak peduli. Ia tetap berjalan meninggalkan Ken.

Ken bingung menghadapi semuanya. Ia belum menemukan jalan keluar untuk membayar hutangnya kepada Julia. 200 juta bukan mudah untuk dicari, apalagi oleh seorang barista yang hanya bekerja di kedai kopi seperti Ken. Dalam hati Ken bergumam, “Julia, kalo hutangnya aku bayar pakai uang monopoli mau nggak?”
Share:

Tuesday, August 23, 2016

Tentang Kemarin

Kemarin, saat pagi baru saja menyapa, bayangmu lebih dulu hadir daripada mentari.
Lebih hangat dari kopi yang baru kuseduh.
Juga lebih sejuk dari embun di atas daun talas.
Aku – seperti biasa – mengingatmu lagi. Menjadi perindu di pagi hari adalah rutinitas baruku.

Aku rindu tawa bahagiamu.
Kita pernah tertawa bersama saat menyaksikan film komedi di bioskop pusat kota. Namun yang paling kuingat saat itu bukan bagaimana alur cerita film yang kita tonton, bukan juga siapa aktor yang bermain disana. Yang paling kuingat adalah tawa bahagiamu. Bagiku, tawamu adalah candu. Candu yang tercipta tanpa penawar.
Ahh cinta begitu ajaib bukan? Dengan tawa saja bisa membuat seseorang jatuh cinta.

Aku rindu senyum setelah marahmu.
Aku ingat dulu kamu pernah marah bersebab waktu. Aku yang berjanji menemuimu pukul 3 sore malah datang pada pukul 4 sore waktu itu. Saat tiba, tak ada senyum dari raut wajahmu. Sapamu juga membisu. Langit mengelam. Matahari yang bersinar seolah menjadi temaram. Lalu dengan sabar aku menjelaskan kenapa aku terlambat menemuimu. Perlahan amarahmu mulai mereda. Senyum di bibirmu juga kembali ada. Sejak saat itu, aku berjanji untuk tidak membuatmu marah lagi.
Ahh cinta juga misteri bukan? Karena waktu cinta bisa tumbuh, tapi karena waktu juga cinta bisa runtuh.

Begitulah kemudian aku. Selalu disesaki ingatan tentangmu dimanapun dan sedang apapun aku.
Sebab aku berharap menjadi bumi untukmu, agar kamu tinggal dan menetap disana.
Sebab aku berharap menjadi rumah bagimu, agar kelak setelah engkau lelah melangkah jauh, kepada rumahlah engkau kembali.
Sebab aku berharap menjadi bayangmu, agar saat engkau tak mampu menguatkan tegak, aku akan menjadi penopang bagi sendimu.
Bagitulah kemudian aku. Kemarin dan hari ini terus mencintaimu. Lalu bagaimana dengan esok?

Kasih, tentang kemarin, hari ini, esok dan juga seterusnya, akan tetap memiliki cerita yang sama. Aku akan tetap mencintaimu.
Share:

Tuesday, August 2, 2016

Lion Air Sang Raja Delay

Jadi gini, gaes. Mau cerita aja nih tentang maskapai Lion Air yang beberapa hari lalu lagi banyak diberitakan di televisi. Memang sebelumnya Lion Air sudah terkenal dengan kasus-kasus delay nya. Bukan cuma delay sih, tapi banyak juga yang lain. Sudah ditegur Menteri, eh tetap aja gak ngaruh. Dan kemarin, tepatnya hari minggu, Lion Air kembali berulah. Dan sialnya, saya adalah salah satu korban dari Lion Air.

Mohon maaf aja nih kalo di tulisan ini menyinggung pihak Lion Air. Bukan bermaksud apa-apa, biar yang lain tahu aja gimana “seru”nya pengalaman kemarin. Terlalu rugi kalau disimpan sendiri.

Singkat cerita aja, saya adalah penumpang Lion Air dengan tujuan kota Bengkulu yang seharusnya berangkat pukul 16.25 sore. Dan pukul 1 siang, saya udah berada di bandara Soekarno-Hatta. Kurang tepat-waktu-tingkat-tinggi gimana lagi coba. Karena waktu berangkat yang masih lama, jadi kerjaan saya selama menunggu diluar cuma duduk, main pokemon, jalan mondar-mandir, duduk lagi, lirik bule cantik, lalu kita saling tatap mata, kenalan, jatuh cinta, lalu hidup bahagia berdua. Hmm terlalu ftv sepertinya. Terus, waktu membuat perut saya jadi lapar. Berhubung di bandara nggak ada warteg, jadi saya makan di salah satu tempat yang menawarkan wifi gratis.

Gaes, asal kalian tahu, semua makanan yang dijual di bandara harganya menjadi sejuta kali lipat dari biasanya. Saya yang makan sop buntut dan segelas kopi hitam harus bayar uang yang harganya setara dengan berkali-kali kalo saya makan di kosan. Sumpah demi apapun ini mengagetkan dan menyakitkan.

Lalu, kurang lebih pukul 3.30 sore, saya mulai check-in. Setelah antri cukup panjang, saya akhirnya dapat boarding pass dan langsung menuju ruang tunggu. Di ruang tunggu kerjaan saya masih sama. Cuma bedanya di ruang tunggu nggak ada pokemon satupun.

Pukul 4.20 sore, suara announcer yang keluar dari speaker ngasih pemberitahuan kalau penerbangan menuju Bengkulu ditunda selama 90 menit. Oke nggak masalah lah. Masih sabar. Lalu 90 menit kemudian, announcer nya bilang penerbangan ke Bengkulu delay lagi selama 90 menit. Saat itu, pikiran mulai tak tenang, perasaan tak enak, dan hati tetap saja kosong. Bukan hanya ke Bengkulu, penerbangan Lion Air menuju Balik Papan dan Surabaya juga delay. Kita ditelantarkan. Sampai pukul 10 malam, belum ada kejelasan juga dari pihak Lion Air. Akhirnya kita –aku dan kamu – ehh maksudanya penumpang tujuan Bengkulu, Surabaya, dan Balik Papan bersatu padu membentuk satu kekuatan untuk kemudian bersama-sama “demo” ke costumer service Lion Air yang ada di ruang check-in. Disana suasana mulai panas. Penumpang marah-marah sampai muka dari petugas Lion Air lebih pucat dari anak SMP yang ditilang polisi karena bonceng tiga. Karena tidak juga ada kejelasan dan manager dari Lion Air juga tidak bisa ditemui, kita para penumpang Lion Air memutuskan untuk turun ke landasan pacu udara. Sumpah ini seru banget. Sebagai mahasiswa, saya merasa seperti aktivis 98 yang menuntut keadilan pada saat itu. Gagah cuy!

Sebenarnya, kita juga sempat dihalangan oleh pihak keamanan bandara. Tapi karena jumlah mereka sedikit dan jumlah kita ratusan, mereka tidak bisa apa-apa. Sesampainya di landasan pacu, kita sempat ingin memboikot pesawat Lion Air yang ingin terbang. Beberapa orang berusaha menaiki tangga pesawat hingga akhirnya terjadi keributan antara penumpang, pihak keamanan, tentara, dan polisi militer. Bahkan seorang polisi militer yang saat itu sok jago, hampir dikeroyok oleh penumpang yang kesal. Kasian juga sih liatnya. Dari awalnya sok marahin penumpang hingga hampir dikeroyok ratusan penumpang. Pesan moralnya, jangan karena pakai seragam, anda terlihat lebih berkuasa.

Singkat cerita lagi, akhirnya ada seorang yang mengaku sebagai asisten manager dari Lion Air menemui kita para penumpang. Setelah berbicara dengan beberapa orang perwakilan, kita akhirnya diberi refund dan dijanjikan berangkat besok pagi. Itu artinya, semua penumpang yang keberangkatannya delay – termasuk saya – harus bermalam di bandara. Pengalaman baru!

Jam menunjukkan pukul 2 pagi. Penumpang-penumpang yang jadi korban delay Lion Air sebagian tidur di lantai, di masjid ruang tunggu, dan di kursi-kursi. Saya yang sedikitpun tidak ngantuk waktu itu bingung mau ngapain. Mau makan, tempat makannya udah pada tutup. Mau duduk, pinggang udah sakit karena kebanyakan duduk. Mau pacaran, nggak punya pacar. Tapi untungnya disana ada sebuah ruangan yang bercahaya, yang menawarkan surga kala itu bagi perut yang mulai lapar. Yap! Ada indomaret yang tetap setia buka. Saya lalu beli makanan, pop mie, dan tentunya kopi hangat. Mantap sudah perbekalan melawan bosan selama menunggu.

Hari mulai pagi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Janji yang diberikan Lion Air untuk berangkat belum juga ada kejelasan. Penumpang mulai marah-marah lagi. Ruang check-in juga penuh dengan hawa panas. Sebenarnya, kalau semua penumpangnya masih muda seperti saya, atau orang dewasa berumur 30 sampai 40 tahun, mungkin tidak terlalu masalah untuk menunggu sampai tidur di bandara. Masalahnya, kasihan dengan penumpang yang sudah tua, perempuan, dan juga anak kecil. Saya kasihan liat ibu-ibu yang tidur di lantai dengan anaknya, juga orangtua yang tidur kedinginan. Tidak masalah juga mungkin dengan penumpang yang seperti saya, yang pulang untuk berlibur ke rumah. Masalahnya, bagaimana dengan penumpang yang mungkin saat itu ada kegiatan penting? Bagaimana dengan penumpang yang mungkin saat itu sedang terjadi musibah dengan keluarganya di kota tujuan? Kan kasihan mereka semua. Kasihan juga dengan bule-bule yang waktu itu jadi penumpang Lion Air. Mau protes nggak ngerti, mau dengerin penjelasan dari pihak Lion Air waktu itu juga nggak ngerti, mau nangis mungkin mereka malu. Jadinya mereka cuma bengong aja saat kita marah-marah ke pihak Lion Air. Yang sabar aja ya, bul. Kalo kata orang-orang mah, welcome to Indonesia!

Pukul 9 pagi, penumpang masih terlantar, polisi dan tentara mulai banyak berdatangan mengamankan bandara yang keadaannya makin kacau, saya sekuat tenaga menahan mata yang perih karena tidak tidur sedikitpun dan juga menahan lapar. Kita, penumpang tujuan Bengkulu berkumpul di pintu keberangkatan A4. Masih belum ada kejelasan juga kapan akan diberangkatkan. Bahkan sempat terjadi dorong-mendorong antara penumpang dan pihak keamanan di pintu A4. Petugas Lion Air panik dan bingung. Hasrat penumpang yang ingin menonjok petugas Lion Air sedikit tertahan karena ada tentara dan polisi disana. Penumpang juga mulai muak dengan janji dari Lion Air yang ingin memberangkatkan kita. Hingga akhirnya, kurang lebih pukul 9.45 pagi, setelah perjuangan panjang, kita akhirnya diberangkatkan menuju Bengkulu. Iya, itu artinya pesawat Lion Air delay selama 17 jam lebih. Hebat bukan?

Tanpa mengurangi rasa hormat atau tanpa ingin menjatuhkan nama baik, kebodohan pihak Lion Air sepertinya sudah kelewat batas. Delay selama lebih dari 17 jam dan delay nya bukan cuma ke satu tujuan. Mungkin sudah waktunya sang singa terbang ini ditutup. Pertanyaannya, Kemenhub berani nggak memberi tindakan tegas ke Lion Air?

Udah dulu yaa bhay!!
Share:

Sunday, May 29, 2016

Filosofi Tahu Bulat

Belakangan ini, sebuah jajanan enak dan murah mendadak ramai dibicarakan. Bukan karena jajanan itu mengandung racun, bukan juga karena makana itu hasil dari fermentasi sianida. Tapi karena cara penjualannya yang unik.

Kalian yang tinggal di Jawa Barat atau Jabodetabek pasti udah kenal sama tahu bulat. Nah uniknya, kalo dulu tahu bulat itu di jualnya di gerobak-gerobak biasa, sekarang tahu bulat dijualnya pake mobil! Keren kan? Penjual tahu bulat aja udah bisa beli mobil. Uniknya lagi, mobil tahu bulat ini datang dengan jingle nya yang khas. Bahkan Adam Levine juga sempat menyanyikan lagu tahu bulat di instagramnya.

Tahu bulat... / Digoreng / dimobil / dina katel dadakan.. / Lima ratusan.. / gurih gurih enyoyyyy...

Coba cermati lirik tahu bulat yang hits diatas. Sederhana, simple, namun penuh godaan. Bayangin aja, dengan lirik yang seperti itu, penjual menawarkan sebuah tahu bulat yang gurih kepada pembeli karena tahunya masih fresh dari wajan. Beda dengan tahu bulat yang dijual di gerobak-gerobak yang tahunya udah digoreng duluan.

Pas pertama kali dengar suara khas tahu bulat, jujur saya kira itu suara orang pengajian. Sumpah. Jadi kan waktu itu lagi nonton tv di kosan, tiba-tiba ada suara tahu bulat. Kan saya yang baru pertama kali dengar masih cuek aja. Kirain itu suara dari toa masjid. Ehh tapi pas didengarin baik-baik, kok ada suara gurih gurih enyoy gitu. Karena penasaran, saya cek keluar. Eh ternyata itu penjual tahu bulat. Saya syok.

Dari pengamatan saya mengenai tahu bulat yang selalu muncul siang dan malam ini, saya mendapatkan bahwa tahu bulat tidak hanya jajanan yang enak, tapi dibalik itu semua ada filosofi di dalamnya. Bahwa dengan tahu bulat, kita dapat memahami kehidupan. Mau tau?

Pertama, di dalam jingle tahu bulat, terdapat lirik Digoreng Dimobil. Apa maksud dari kata tersebut? Maksudnya, meskipun tahu bulat ini digoreng di mobil, harga tahu bulat ini nggak serta merta melonjak mahal. Tetap sama dengan tahu bulat yang digoreng di gerobak-gerobak yaitu 500 rupiah per buah. Meskipun tahu bulat yang digoreng dimobil lebih keren, tapi ia tetap merendah. Istilahnya mah down to earth. Nah begitulah seharusnya kehidupan manusia. Meskipun telah mencapai kedudukan tinggi, punya nama besar, terpandang, dan terhormat, hendaknya manusia tetap tidak menyombongkan diri. Tetaplah menjadi pribadi yang sederhana. Dengan menjadi orang yang sederhana, kalian akan tetap disukai banyak orang. Tahu bulat contohnya. Maka, kalo ada orang yang sombong padahal dia nya biasa aja, suruh orang itu berkaca pada tahu bulat.

Selanjutnya filosofi yang didapat dari tahu bulat masih dari lirik jingle nya yaitu Dadakan. Apa maksud Dadakan? Jadi gini, meskipun tahu bulat ini digorengnya dadakan, tapi tahu bulat tetap menjadi bulat sempurna. Nggak gepeng, nggak juga berubah bentuk. Tahu bulat selalu siap menjadi bentuk terbaiknya meskipun digoreng dadakan. Begitupun seharusnya manusia. Kadang kala kita diberi ujian secara dadakan oleh Tuhan. Misalnya lagi buru-buru pergi, tiba-tiba ban motor pecah, atau lagi mau setrika baju, tiba-tiba listiknya mati, atau yang paling ekstrem, pas lagi nyantai di kosan, tiba-tiba ibu kos datang nagih duit. Itu ujian banget. Walaupun kita diberi ujian secara dadakan, sebaiknya kita tetap menenangkan diri kita. Tetap berpikir positif dan ambil hikmah dari tiap ujian yang dadakan itu. Supaya apa? Supaya kita tetap enyoy seperti tahu bulat yang digoreng dadakan.

Lalu filosofi yang terakhir. Coba perhatikan, kenapa tahu bulat yang digoreng di mobil lebih booming dibandingkan dengan tahu bulat gerobak? Padahal kan lebih dulu tahu bulat gerobak yang muncul. Jawabannya adalah karena tahu bulat yang digoreng di mobil memberikan inovasi baru. Anti mainstream kalo kata anak muda sekarang. Dengan dijual dimobil, keuntungan pasti lebih banyak. Begitu juga seharusnya manusia. Ide boleh sama, pemikiran juga boleh sama, tapi yang terpenting adalah eksekusi nya yang harus beda. Pilih jalan kalian sendiri dan jangan ikut-ikutan. Kalau misal gagal, kalian tidak menyalahkan orang lain, dan kalau berhasil, kalian berhasil dengan jalan yang kalian ciptakan sendiri. Keren bukan? Makanya harus beda, harus out of the box seperti tahu bulat yang digoreng di mobil. Biar hasilnya juga beda.

Udahan ah. Pesan saya kalo mau makan tahu bulat yang baru masak, jangan lupa di tiup dulu. Panas soalnya.
Share:

Friday, May 27, 2016

Kamu Bagiku

Kamu bagiku adalah puisi. Puisi yang tercipta dari aksara yang tak kenal akhir. Puisi yang tercipta dengan bait penuh cinta. Maka bagiku, senyummu adalah nyawa dari setiap puisiku. Yang menggambarkan keindahan yang tak fana. Senyummu adalah inspirasi yang tak pernah bertepi. Serupa ada eros disana.

Kamu bagiku adalah senja. Senja yang selalu merona diwaktu petang dengan jingganya. Senja yang meninggalkan kenangan meski telah digantikan malam. Maka bagiku, senja terbaik ada di matamu. Berwarna tak jingga tapi bercahaya. Tak pernah tenggelam meski hari telah kelam. Senja dimatamu yang berbinar, membuat rindu di kalbuku dikala kita tak bertemu. Aku tenggelam, di kedalaman matamu.

Kamu bagiku adalah hujan. Hujan yang datang memeluk bumi yang gersang. Hujan yang meredakan dahaga kaktus yang haus. Maka bagiku, pelukmu adalah hujan. Menyejukkan jiwa yang kadang amarah, menenangkan jiwa yang kadang goyah. Aku hanyut di arus pelukmu, lalu bermuara dihatimu.

Kamu bagiku adalah langit. Langit yang tinggi dan bersahaja tapi sedikitpun tak pernah angkuh. Langit yang selalu menjadi sahabat bagi matahari. Langit juga yang memeluk bulan dikala ia sendiri tanpa ditemani bintang. Maka bagiku, hatimu adalah langit. Luas dan lapang, tempatku menyandarkan segala angan. Dihatimu, aku menemukan kenyamanan. Maka, dihatimulah aku bertempat.

Lalu, siapa aku bagimu?
Share:

Monday, April 4, 2016

Apa Kabar Hatimu?

“Jangan pernah mempermainkan hati seseorang” Katamu. Kemudian kamu pergi dengan angkuh. Membawa benci dan prasangka yang hari ini menjadi penyesalanmu sendiri.

Pesan yang kau tinggalkan disaat sore pukul 4 itu masih terekam jelas dikepala. Saat itu kita berpisah. Aku – dan juga hatiku – kau tinggalkan bersama gerimis. Kesedihanku menggenang bersama air yang dimuntahkan oleh awan pekat. Terpikir untuk menyerah. Berharap hujan segera menenggelamkanku sore itu. Tapi kemudian aku sadar. Aku harus tetap kuat. Bahkan harus lebih kuat agar gemuruh tak membuatku semakin hancur.

Waktu berlalu meninggalkan masa itu dengan cepat. Kita – atau lebih tepatnya aku – mulai terbiasa hidup tanpa satu sama lain. Tak ada marah, pun tak ada sesal. Aku telah melupakan kamu beserta hatimu. Tapi ketahuilah, Kasih. Hal yang paling berat dalam hidupku adalah bukan untuk terbiasa hidup tanpamu, melainkan untuk melupakan setiap kenangan kita di banyak sudut di kota ini. Kasih, kamu sudah terlalu banyak memberi kenangan. Hingga menggenang di pikiran. Enggan pergi meski dengan tertatih.

Bersebab kenangan itu, maka aku ingin bertanya, apa kabar hatimu?
Masihkah ia terluka karena prasangka yang buta? Coba saja dulu engkau memberikan kesempatan untukku membenarkan semuanya, aku yakin hatimu akan tetap merona. Prasangkamu terhadapku adalah kesalahan, Kasih. Aku tak punya banyak waktu untuk mempermainkan hatimu. Bagiku, mendapatkan hatimu adalah sebuah anugrah. Pantaskah aku mempermainkannya hingga terluka?

Bersebab cinta yang dulu ada, maka aku ingin bertanya, apa kabar hatimu?
Masihkah hatimu kau bohongi? Aku mengetahuinya, Kasih. Kau tak pernah benar-benar ingin kita berpisah. Hatimu menolak, tapi egomu lantang menentang. Kau kalah mempertahankan apa yang seharusnya kau pertahankan. Kau lebih memilih mengikuti egomu, bukan mengikuti hati nuranimu. Kasih, aku mengetahuinya dari matamu yang tak pandai berbohong.

Bersebab rindu, maka aku ingin bertanya, apa kabar hatimu?
Masihkah hatimu diselimuti penyesalan? Penyesalan yang tak akan pernah berarti lagi. Hatimu kau lukai sendiri. Jiwamu kau hancurkan sendiri. Hari-harimu kelam meski mentari terik menyinari. Kasih, belajarlah untuk bangkit. Meski susah, meski lelah. Bangkitlah. Tapi bukan dengan bantuanku.

Apa kabar hatimu?

Maaf aku tak mengangkat telfon darimu beberapa hari ini, maaf juga aku tak membalas semua pesan-pesanmu, dan maaf juga aku tak membuka pintu disaat kau bertamu. Aku sudah tak berselera lagi kau sakiti dengan prasangkamu. Sekarang nikmatilah buah dari egomu. Nikmatilah luka yang kau buat sendiri. Semoga hatimu cepat pulih.

P.S : Jika kau menanyakan kabar hatiku, maka aku bersedia menjawabnya. Hatiku sudah lebih baik. Selepas kau hancurkan begitu saja, sekarang aku berhasil menatanya kembali. Jangan tanya bagaimana bisa, sebab hati yang dilukai mempunyai cara sendiri untuk bangkit lebih kuat.
Share:

Saturday, February 27, 2016

Untuk Apa Menulis?

Untuk apa menulis?

Pertanyaan itu tiba-tiba muncul ketika saya lagi enak-enaknya makan indomie goreng pake kerupuk. Tapi pas kepikiran itu saya gak tiba-tiba langsung nulis ini. Habisin dulu indomie nya, minum dulu biar gak seret, duduk bentar sambil sendawa tiga kali, terus baru mikir lagi. Buat apa ya nulis?

Saya udah mulai suka nulis sejak SMP, sampai sekarang masih rajin nulis di blog. Nah terus kepikiran aja gitu buat apa ya saya selama ini nulis? Apa karena hobi? Atau karena hobi? Atau jangan-jangan karena hobi? Ya mungkin bisa jadi karena hobi. Tapi terlepas dari itu semua, pentingkah menulis untuk kita? Nah saya mau coba ngebahasnya disini.

Menulis itu kan adalah sebuah kegiatan menulis. MASA SIH?! Oke serius. Menurut saya, menulis itu adalah sebuah kegiatan menuangkan semua yang ada dalam pikiran kita. menulis juga bisa berarti luas. Menulis nama gebetan di batu kali, menulis nama facebook di meja belajar sekolah, menulis nomor hp di tembok wc, dll juga termasuk kegiatan menulis. Tapi saya menyederhanakannya dengan mengartikan menulis disini dengan menulis di blog.

Banyak orang menulis di blog. Mulai dari menulis curhatan, puisi, sajak, cerpen, dan banyak lagi. Kemudian tulisan tersebut di share, kemudian dibaca, traffic blog meningkat, dan mungkin ada yang ngasih komentar. Itu adalah siklus dari tulisan para blogger. Lalu setelah itu apa? Setelah itu pasti para blogger bahagia melihat traffic blognya meningkat. Jujur ya ini soalnya saya juga begitu. Berarti menulis di blog itu cuma sebatas meningkatkan jumlah pembaca aja dong kalo gitu? Ah nggak juga.

Untuk apa menulis?

Bagi sebagian orang, menulis di blog hanya sebatas untuk meningkatkan traffic pembaca, atau ada juga yang menulis di blog hanya ikut-ikutan. Tapi itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang nggak punya passion dalam menulis. Mereka menulis tanpa cinta di setiap tulisannya. Kenapa saya bilang begitu? Karena jika kegiatan menulis dilakukan dengan penuh cinta, maka tak ada rasa khawatir jika traffic blog menurun, tapi khawatir jika tulisan tak kunjung ada untuk diterbitkan. Bagi para blogger, atau khususnya bagi saya pribadi, kehabisan ide untuk ditulis lebih bahaya daripada kehabisan kuota internet. Kalo kehabisan kuota bisa minta wifi punya temen, lah kalo kehabisan ide nulis?

Menulis juga bukan hanya tentang berapa banyak orang yang membaca tulisanmu, lebih dari itu, menulis malah mengajarkanmu tentang bagaimana melihat sesuatu dari sudut pandang lain, mengajarkanmu tentang bagaimana berpikir secara tertata, dan juga mengajarkanmu menuangkan pikiran ke dalam tulisan tentunya. Karena banyak orang diluar sana merasa kesulitan jika harus menulis tentang apa yang ada dalam pikirannya.

Bayangin deh misalnya di masa muda sekarang kita rajin nulis tentang kehidupan kita di blog atau di diary. Apapun itu. Nanti, sekian puluh tahun lagi ketika kita udah memasuki usia senja, semua tulisan yang kita tulis dulunya adalah cara terbaik untuk kembali mengenang masa lalu. Percaya aja apapun yang kita tulis saat ini akan bermanfaat untuk kita sendiri nantinya. Ya minimal untuk sekadar pengingat bahwa dulu kita pernah seperti ini-itu. Jadi, masih tanya untuk apa menulis?


Kalau masih ada yang nanya untuk apa menulis, jawabannya adalah untuk melatih kebiasaan baik buat diri sendiri. Selain itu, menulis juga akan membuat kamu menjadi abadi. Karena semua tulisanmu takkan pernah tergerus waktu dan zaman. Tulisanmu akan abadi, meski kamu mati.
Share:

Sunday, February 7, 2016

Jangan Malas Hidup Sehat

Asrul adalah remaja tanggung yang kurang tampan. Seperti kebanyakan remaja lainnya, kehidupan Asrul bisa dibilang berantakan. Ia sering begadang bersama teman-temannya di siang hari eh malam hari maksudnya. Selain itu ia juga perokok yang sangat berat. Dalam sehari, ia bisa menghabiskan rokok sebanyak 7 bungkus. Karena sudah ahli dalam merokok, asap rokoknya pun kadang-kadang dikeluarkan melalui lubang telinga atau pori-pori. Asrul yang perokok dan suka begadang ini makannya juga tidak teratur. Kadang sehari ia hanya makan sekali atau dua kali. Makanannya pun juga sembarangan. Kadang Asrul makan goreng paku, rebusan jigong kuda, tumis kutu beras. Semua kebiasaan buruk itu ditambah lagi dengan Asrul yang malas berolahraga.

Suatu hari Asrul pernah mengeluh tidak enak badan. Ia mengeluh pantatnya migrain, kepala ambeien, dan perutnya serasa ditusuk pedang Firaun. Ia kemudian pergi ke dokter hewan untuk periksa kesehatan. Setelah diperiksa selama 2 jam, Asrul dibolehkan pulang dan harus menebus obat seharga 2 miliar dollar Zimbabwe. Asrul kaget dan tak menyangka akan semahal itu. Karena tak sanggup membayar, ia memutuskan bunuh diri dengan meminum air pembersih lantai.

Apa hikmah yang dapat diambil dari cerita Asrul diatas? Hikmahnya adalah betapa pentingnya untuk kita hidup sehat. Hidup sehat, terutama di kalangan anak muda menjadi hal yang sangat susah sekarang. Banyak anak muda yang mengabaikan kehidupan sehat hingga nanti berdampak pada kehidupan tuanya. Anak muda masih sangat sering begadang dengan alasan bermain game. Anak muda juga banyak yang perokok aktif supaya dibilang keren. Anak muda makannya juga sering tidak teratur. Apalagi anak kosan. Yaa kalo bukan indomie goreng paling indomie rebus pake telor plus potongan cabe rawit. Jangan lupa tambah kerupuk. Dijamin keringat meleleh pertanda nikmat. Makannya pas hujan sambil nonton bola. Ah surga!

Kembali ke topik awal, ada baiknya kita mulai berfikir untuk merubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Bukannya untuk gaya atau apa-apa, tapi coba pikir lagi. Tidak ada jaminan kita bakal hidup sehat terus. Yang gaya hidupnya sehat aja bisa sakit apalagi yang nggak. Nah hidup sehat juga merupakan tanggung jawab kita terhadap tubuh sendiri. Coba bayangin kalo kita perokok, peminum miras, malas olahraga, dan sebagainya. Kemudian banyak penyakit yang datang seperti kanker paru-paru akibat merokok, kerusakan ginjal akibat miras, dll.  Mau nggak mau kita harus berobat kan? Ingat biaya berobat itu mahal, bung. Bisa sampai ratusan ribu. Itu cuma obat, belum lagi kalo kalian harus mondok di rumah sakit. Kalian rela para dokter jadi tambah kaya? Dan lucunya lagi para penderita penyakit tersebut mengeluh dengan obat yang mahal itu. Padahal dulu dia berani bayar mahal buat hal-hal yang berdampak buruk bagi tubuhnya. Ironis kan?

Nah berdasarkan hal itulah saya juga mulai memilih gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat a la anak kos. Walaupun seadanya tapi niscaya sehat. Semoga menginspirasi.

Jadi mulai pertengahan tahun lalu, saya lupa tepatnya kapan, saya mulai membiasakan untuk hidup lebih sehat. Dimulai ketika saya mulai hobi untuk olahraga. Olahraga apa? Lari. Saya mulai hobi lari karena itu olahraga murah dan sehat. Selain itu, olahraga lari juga gak butuh biaya mahal. Cuma modal sepatu, baju, sama celana. Ohiya jangan lupa pake kolor. Biar si ‘dia’ aman dari guncangan saat lari. Saya rutin lari setiap minggu pagi. Buat yang tinggal di Bandung dan mau lari bareng, mangga atuh ke sabuga sekitar pukul 8 pagi. Kita lari bareng. Untuk membantu, saya juga menggunakan aplikasi Endomondo di ponsel. Fyi, aplikasi ini bisa mencatat semuanya ketika kita lari, mulai dari jarak, kecepatan, dehidrasi, dan banyak lagi. Lumayan membantu melihat progress kita dari waktu ke waktu. Selain lari, mulai dari awal tahun ini saya juga bikin jadwal buat berenang minimal sebulan sekali. Yaa siapa tau dengan rutin berenang saya bisa menyelami dalamnya hati kamu.

Selain lari dan renang, saya juga membiasakan diri dengan sarapan. Dulu sewaktu belum merantau, saya memang selalu sarapan, tapi semenjak jadi anak kos, sarapannya di gabung ke siang hari. Penyebabnya karena malas. Yaiyalah malas. Pagi-pagi masih ngantuk terus keluar cari sarapan. Mending tidur lagi kan sampai siang. Tapi sejak akhir tahun lalu, saya mulai membiasakan lagi buat sarapan. Nah karena mau simple dan gak mau repot buat keluar, saya sarapannya dengan oatmeal. Bikinnya gampang. Kita cuma butuh air panas dari dispenser dan susu. Saya juga biasa nambahin madu biar lebih manis kayak kamu. Kadang juga ditambahin pisang kalo lagi ada. Sarapan sehat plus praktis buat anak kosan.

Porsi oatmeal nya tergantung ukuran perut kamu. Kalo saya biasanya 10 sdm.
Sesudahnya baru minum segelas susu

Ohiya kalo mau sehat lagi jangan ngerokok deh. Kan sayang banget tuh kita udah olahraga rutin tiap minggu, sarapan rutin, tapi rokoknya juga rutin. Percuma. Jujur saya lupa kapan terakhir pernah mencicipi rokok. Udah lama banget. Semasa kuliah sekarang pun saya gak pernah tertarik buat ngerokok. Dan juga kurangi konsumsi minuman kafein semacam kopi. Tapi ini pilihan sih. Ada orang yang pecandu kopi dan merasa baik-baik aja. Tapi kalo saya lebih milih minum susu sehabis sarapan sama sebelum tidur. Lebih enak.

Terakhir nih kalo kalian udah mulai punya niat buat mulai hidup sehat, tambahin dengan mencari inspirasi buat ngejalaninya. Jujur niat kadang kuatnya cuma diawal aja, kebelakangnya niat itu bakalan luntur kalo nggak terus dijaga. Nah cara ngejaganya dengan harus punya inspirasi. Contohnya saya mendapatkan inspirasi untuk terus hidup sehat salah satunya dengan memfollow instagramnya Dian Sastro. Coba deh liat IG dia, tiap hari pasti dia posting tentang kegiatannya lagi olahraga. Keren gak tuh? Dia yang sibuk aja selalu punya waktu buat olahraga. Selain itu kita juga bisa dapat bonus dengan melihat wajah Dian Sastro lagi keringatan di sana. Makin cantik aja pokoknya sumpah. Rasanya pengen deh ngelapin keringatnya terus kasih minum terus bisikin deh ke telinganya “kamu kapan cerai?” *kemudian di smack down suaminya*

Yaudah segitu aja. Semoga bermanfaat. Ingat, jangan malas hidup sehat. Kesehatan itu penting. Sepenting kamu di kehidupan aku. Buat Dian Sastro, maaf ya, aku cuma bercanda. Lagian kamu juga terlalu baik buat aku.

Byee..
Share:

Thursday, February 4, 2016

Jatuh Cinta Sendirian

Setiap orang pernah jatuh cinta. Jatuh cinta kepada apapun, jatuh cinta kepada siapapun. Sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita manusia. Banyak dari kita yang kemudian memutuskan untuk jatuh cinta kepada pilihan yang kita anggap tepat. Kamu, kepada siapa kamu memutuskan untuk jatuh cinta? Terlepas dari cinta kepada keluarga sendiri.

Di awal februari ini, izinkan aku mengatakan bahwa aku pernah jatuh cinta. Jatuh cinta kepadamu. Pada senyummu, pada indah warna matamu. Tapi, aku jatuh cinta sendirian.

Jatuh cinta sendirian tak pernah mudah, nona. Akan selalu banyak khayalan-khayalan yang sulit kau wujudkan. Khayalan untuk bisa bersamanya dikala senja, berbicara mengenai senja yang datangnya selalu kau nanti. Khayalan untuk bisa bersamanya dikala hujan terlalu gaduh. Menenangkannya, menghangatkannya dengan setiap kehangatan kata yang kau ucap. Khayalan menggenggam tangannya. Memberikan kekuatan dalam menghadapi hari yang kadang kelabu. Tapi khayalan itu hanya bisa kau pendam sendiri, karena kau jatuh cinta sendirian.

Jatuh cinta sendirian itu menyakitkan, nona. Kau tak bisa berbuat apa-apa. Saat kau tau dia yang kau cintai terluka jiwanya, kau hanya bisa mendoakannya. Berharap luka yang menghilangkan senyum di wajahnya segera reda. Tuhan mungkin mendengarkan doa mu. Senyum di wajah dia yang kau cintai telah kembali utuh, tapi berkat orang lain, bukan kamu. Kau tak punya andil sedikitpun.

Jatuh cinta sendirian itu lelah, nona. Tak pernah merasa dianggap, tak pernah ada. Kau tak pernah ada di dalam hidupnya. Layaknya embun di pagi hari, kau hanya menyejukkan sebentar. Selebihnya kau hilang. Mungkin segera terlupakan oleh hangat mentari pukul tujuh. Layaknya bulan di kelam malam. Kau ada dan memberikannya cahaya meski temaram, tapi tak lama. Kau hanya dipandang sebentar, lalu dia memilih bermain pada bintang yang menjubahi langit.

Jatuh cinta sendirian itu hanya untuk orang-orang yang kuat, nona. Dia yang jatuh cinta sendirian hanya bisa tersenyum getir saat tau orang yang dia cintai bahagia tanpanya. Dia yang jatuh cinta sendirian hanya bisa menahan rindu, sementara orang yang ia rindukan tak pernah sedikitpun mengingatnya. Dia yang jatuh cinta sendirian harus rela manakala orang yang ia cinta menemukan pelabuhan untuk hatinya.

Jatuh cinta sendirian itu hanya untuk aku, nona. Kau tak perlu jatuh cinta sendirian. Biarlah aku yang jatuh cinta sendirian. Jika kamu yang jatuh cinta, pastikan dia yang kamu cintai juga mencintaimu. Karena aku tak pernah rela jika kau merasakan bagaimana tersiksanya jatuh cinta sendirian.

Tapi biarlah. Biarlah aku jatuh cinta sendirian. Menikmati setiap khayalku sendirian. Membiarkan anganku terbang dibawa setiap hembus nafas. Merelakan setiap cinta diwakili oleh orang lain. Menempatkan diri sebagai orang yang tak pernah dianggap. Setidaknya itu lebih baik. Sebab dengan jatuh cinta sendirian aku tak pernah merasa kesepian. Ada kamu yang selalu terfikirkan.
Share:

Friday, January 29, 2016

Programmer atau Penulis?

Dalam hidup, akan selalu ada dua pilihan atau lebih. Seperti orang-orang akan bingung untuk memilih disaat ia jatuh cinta dengan dua orang berbeda di waktu bersamaan, lalu para lelaki akan bingung pilih Raisa atau Pevita, yang jomblo akan bingung mau malam minggu ke mana, anak kosan bingung mau makan pake apa, atau para wanita juga akan sangat bingung pilih antara Al Ghazali atau saya. Tapi mending pilih saya aja deh. Lebih gurih.

Kalian gimana? Sudah berapa banyak kalian dihadapkan pada pilihan-pilihan? Dulu waktu kecil saya pernah dihadapkan pada pilihan antara main bola di lapangan atau main playstation, antara pilih mandi dulu baru main atau main dulu baru mandi, terus pilih ngambil duit Mama secara diam-diam atau duit Papa secara diam-diam. Itu pilihan dengan resiko yang berat. Tapi waktu itu saya milih untuk ngambil duit Mama karena letaknya yang lebih strategis. Lalu saat mulai beranjak dewasa, pilihannya mulai semakin rumit. Pilihan bukan hanya untuk saat itu, tapi juga untuk kedepannya. Seperti sekarang. Saya sekarang seperti sedang dihadapkan pada dua pilihan antara menjadi programmer atau penulis. Dunia yang sama-sama saya cintai di waktu yang bersamaan. Tapi apa programmer atau penulis itu adalah pilihan?

Saya jatuh cinta pada dunia IT kurang lebih sejak kelas 3 SMA. Entah gimana awalnya, tapi yang jelas setiap hari saya makin tertarik dengan teknologi-teknologi yang ada. Ibarat seorang jomblo yang sedang naksir gebetannya, pasti jomblo tersebut akan melakukan segala cara untuk mengetahui tentang gebetannya itu kan? Mulai dari stalking akun media sosialnya, nanya-nanya tentang dia, dan sebagainya. Saya juga gitu. Karena mulai tertarik dengan dunia IT, hampir tiap hari saya menambah informasi tentang dunia teknologi dari banyak sumber, baca sana sini, nanya-nanya, dan lain-lain. Karena itu, ketika lulus SMA saya dengan mantap memutuskan untuk kuliah di program studi teknik informatika. Sebuah pilihan yang tepat menurut saya (waktu itu). Ngebayangin setiap hari belajar tentang komputer, membuat program-program, dan lain-lain. Saya selalu membayangkan diri saya kelak menjadi programmer hebat, yaa meskipun sekarang kalo ngoding masih suka error.

Tapi jauh sebelum itu. Jauh sebelum saya jatuh hati pada dunia IT, saya lebih dulu jatuh hati pada dunia sastra. Yap, menulis. Saya mulai tertarik menjadi penulis sejak kelas 2 SMP. Apa aja waktu itu ditulis mulai dari cerpen, sajak-sajak, bahkan cerita keseharian. Dengan pede nya, semua tulisan waktu itu saya share ke catatan facebook karena belum punya blog dan belum ngerti main blog. Padahal kalo dibaca-baca lagi sekarang, tulisan saya di catatan facebook itu tingkat alay nya minta ampun. Sumpah geli kalo dibaca lagi. Tapi gak masalah. Semua adalah bukti bahwa saya pernah berada di tahap sana. Tahap ‘coba-coba’ menulis, tahap awal jatuh cinta menjadi seorang penulis. Sampai sekarang, meskipun belum menjadi penulis aktif, mimpi itu tetap ada. Mimpi suatu saat bisa menerbitkan sebuah buku dari hasil ide sendiri. Mimpi untuk menjadi seorang penulis.

Sekarang saya berada di kedua posisi tersebut secara bersamaan. Berada di dunia teknik dengan penuh perhitungan, juga berada di dunia sastra yang menjadi tempat tumpahan ide di kepala saya. Kalau pertanyaannya adalah apakah saya masih harus memilih antara menjadi programmer atau penulis, maka dengan mantap saya menjawab tidak. Saya tidak akan memilih antara keduanya. Yang pasti adalah saya akan menjalankan keduanya dengan semangat dan sepenuh hati. Saya mencintai dunia IT. Saya harus menjalankannya karena itu adalah kewajiban sebagai mahasiswa dan kewajiban terhadap orang tua yang membiayai kuliah saya. Tapi saya juga suka menulis. Menulis seolah menjadi kemampuan lain yang dianugerahkan Tuhan. Saya menikmati setiap proses menulis dan harus saya kembangkan karena saya sadar sebagian passion saya juga ada disana.


Sekarang, programmer atau penulis bukan masalah. Yang masalah adalah kalau kita membatasi kemampuan diri kita sendiri. Sadari dan kembangkan setiap passion yang ada. Nanti, bagaimanapun kedepannya, apapun yang akan menjadi “dunia” saya sesungguhnya, itulah yang terbaik. Percaya aja bahwa Tuhan tak pernah meletakkanmu di tempat yang salah.
Share:

Tuesday, January 19, 2016

Tugas vs Malas. Siapa yang Menang?

Mau curhat dulu nih. Sebagai seorang mahasiswa, pasti dong kita semua pernah dibebani oleh tugas. Eh mungkin lebih tepatnya bukan ‘dibebani’ oleh tugas ya, tapi diberikan tugas yang akhirnya membebani kita. Yaa gitulah pokoknya. Kata orang-orang sih, kalo gak mau dapat tugas, ya jangan kuliah. Kalian setuju? Aku mah enggak. Mau kuliah atau enggak kuliah juga pasti bakalan ada tugas. Pengangguran aja punya tugas kok, yaitu nyari kerja. Kerja buat apa? Buat nyari duit. Duit buat apa? Ditabung buat modal nikah. Nikah buat apa? Buat menyatukan keluarga aku dan Pevita. Okesip!

Kembali ke topik, sebenarnya apa sih tujuan utama dosen memberikan tugas kepada mahasiswanya? Iseng aja gitu ngasih tugas atau gimana? Yaa kayanya sih tujuan dosen memberikan tugas ke mahasiswanya itu lebih kepada menjalankan sebuah tradisi turun temurun. Loh kok bisa? Bisa banget. Jadi gini, dosen kan dulunya pasti seorang mahasiswa juga, nah pas dia masih menjadi mahasiswa, pasti dia juga pernah diberi tugas oleh dosennya. Nah dosennya itu pasti pernah jadi mahasiswa juga dan pernah diberi tugas juga oleh dosennya dulu. Nah dosennya dulu pasti seorang mahasiswa dan pasti pernah diberi tugas oleh dosennya yang lebih dahulu. Dan dosennya yang lebih dahulu pasti juga pernah mendapatkan tugas dari dosennya yang lebih dahulu lagi. Dan seterusnya. Nah begitulah kurang lebih. Gimana? Pusing? Jadi semuanya itu adalah motif balas dendam dan pemberian tugas kepada mahasiswa itu tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah tradisi belaka. Tradisi yang kalau tidak dijalankan akan membuat para mahasiswa bisa santai-santai di kosannya sambil mainin upil.

Karena tradisi itu, jadi aja kita para mahasiswa dibuatnya pusing. Tugas dari dosen datang tiap minggu, belum lagi tugas yang banyaknya sebanyak cinta aku ke kamu itu deadlinenya cuma seminggu. Enak sih kalo cuma satu, nah kalo misalnya ada 4 tugas dari 4 dosen yang beda gimana? Lelah tau! Kami juga mau nyantai. Peka dong. Nah karena tugas-tugas itu tuh mahasiswa jadinya kebanyakan begadang, lupa mandi, lupa makan, lupa sama utang, lupa bikin alis kalo yang cewek, lupa ngupil juga. Kan kalo lupa ngupil bahaya. Bisa-bisa upilnya menumpuk di lubang hidung terus gabisa nafas terus mati.

Memang sih ada kalanya mahasiswa itu rajin bikin tugas. Saya juga gitu kadang-kadang. Tapi kan itu sementara. Kalo udah datang gangguan dari luar ya beda cerita lagi. Misal nih lagi semangatnya ngerjain tugas, tiba-tiba ada sms temen ngajak main pes, atau lagi ngerjain tugas eh ingat belum nyerang di coc, atau lagi ngerjain tugas tiba-tiba ada chat dari gebetan, atau yang lebih ekstrem, lagi ngerjain tugas eh malah tugasnya yang ngerjain kita balik. Jadi semangat ngerjain tugasnya hilang lagi. Jadi malas lagi deh.

Jadi kalo ditanya tugas vs malas bakal menang yang mana, jawabannya akan dinamis alias bisa berubah-ubah. Tergantung situasi. Kalo deadline tugasnya masih jauh, maka malas akan menang telak. Pasti. Tapi kalo deadline tugasnya udah dekat, maka tugas yang menang. Malasnya mengalah sejenak demi nilai yang lebih baik. Tapi ada juga kok yang deadline tugasnya udah nyampe tapi tugas tak kunjung selesai. Nah kalo itu namanya seri alias draw.

Udahan dulu ah.
Bye.
Muachh seribu kali....
Share:

Friday, January 8, 2016

Pada Sebuah Temu, Kita Membisu

Suatu hari aku pernah sangat ingin menemuimu. Melihat segaris senyum yang menenangkan di wajahmu yang bulat. Melihat tatapmu yang tajam menusuk relung batin. Melihat tawamu. Oh iya, tawamu. Aku suka ketika melihat kamu tertawa sembari menutup mulutmu dengan kedua tangan.

Lalu aku mencarimu. Aku mencarimu di perpustakaan kampus, namun tak ada. Aku tak melihat kamu yang biasanya sedang membaca di sebuah sudut meja di perpustakaan itu. Ah mungkin semua novel di perpustakaan ini sudah habis kau baca, pikirku. Lalu aku mencarimu di sebuah tempat makan. Namun yang kudapati hanyalah orang-orang rakus berwajah lapar. Oh, mungkin kamu sudah lebih dulu menghabiskan Lobster Saus Tiram kesukaanmu disini, pikirku lagi. Petang tiba, namun aku belum menemuimu hingga akhirnya mentari tak lagi tampak.

Benar adanya bahwa kita hanya bisa berencana, selebihnya Tuhan yang menentukan. Esoknya, tanpa direncana, tanpa diduga, aku  menemuimu yang sedang duduk menunggu hujan reda. Kamu termenung kala itu. Tatapmu kosong ditengah dinginnya hujan. Aku ingin menghampirimu, mengajakmu mengobrol untuk sekedar menghangatkan gigilmu, membicarakan sebuah novel yang pernah kita baca kemudian menghardik si tokoh utama dalam novel tersebut karena terlalu egois. Lalu kita membicarakan hujan yang turun, hujan yang bukan menjadi tempat yang baik untuk seseorang yang ingin melupakan kenangan, hujan yang akan membawaku kepada satu kesimpulan bahwa senyummu adalah sebaik-baiknya penghangat bagi aku yang selalu merasakan dingin di dekatmu. Tapi semua itu urung terjadi. Aku lebih dulu kaku.

Disana, di sebuah sudut yang tak terlihat olehmu, Aku hanya diam memperhatikanmu. Tak berani menampakkan diri, apalagi menyapamu dan berbicara denganmu seperti di khayalanku. Begitulah akhirnya aku. Berharap untuk bisa dekat dengamu. Tapi nyatanya setiap aku menemuimu, aku hanya diam. Semua kata yang ada seolah tercekat di tenggorokan. Bahkan kadang dalam mimpi, aku dan kamu tak lebih dari seseorang yang hanya sebatas tau.

Pada sebuah temu, kita memang saling membisu. Tak pernah ada kata terucap, tak pernah ada kisah terukir, tak pernah ada sapa menyapa. Tapi percayalah, dalam doa-doaku yang panjang, aku menyapamu lebih sering. Dalam doa-doaku yang panjang, aku menjagamu tanpa lelah. Dan dalam doa-doaku yang panjang, aku berkata kepada Tuhan bahwa aku mencintaimu.


Biarlah sekarang kita membisu, hingga kelak setiap kata yang kita ucapankan adalah alasan untuk kita saling bertemu dikala rindu. Semoga begitu.
Share: