Wednesday, June 25, 2014

Percuma Kalau Cuma Puasa

Enggak terasa nih sebentar lagi sudah mau masuk bulan puasa. Gimana udah siap belum? Kalo belum siap disiap-siapin dulu deh. Hehehe

Berbicara tentang puasa berarti kita berbicara tentang ibadah. Yap, seperti yang kita semua ketahui bahwa puasa adalah menahan diri dari hawa dan nafsu. Puasa juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang sudah baligh dan yang mengaku beriman. Karna banyak diantara kita yang ngakunya muslim tapi puasa nggak pernah, sholat teraweh juga nggak pernah, tapi tetap ngerayain hari raya idul fitri. Ini aneh kan? Ini ibarat kita merayakan sebuah pesta kemenangan tapi kita tidak ‘berperan’ dalam meraih kemenangan tersebut. Atau dalam kata lain pecundang yang cuma mau nikmatin hasil.

Lain lagi dengan orang yang berpuasa tapi dia tidak melaksanakan sholat wajib. Contoh kayak gini banyak loh. Dia puasanya full, tapi sholatnya tidak. Bagus sih tapi kayaknya rugi. Percuma puasa kalo sholat wajib ditinggalin. Ini ibarat kalian sudah dandan keren-keren, sudah pake jas dan dasi ehh tapi nggak pake celana. Percuma gituloh. Gaada gunanya.

Nah ngomongin masalah barusan, saya punya sedikit cerita nih. Semoga bisa memotivasi kalian yang baca. Sumpah ini bukan bermaksud pamer atau riya’ yaa :)

Jadi, jujur dulu saya pernah kayak salah satu kasus diatas. Tepatnya mungkin sekitar 4 tahunan yang lalu. Waktu itu masih SMP, saya puasanya full, nggak bolong-bolong. Tapi disisi lain sholat 5 waktu masih saya tinggalin. Waktu itu saya seperti gak punya masalah. Cuek-cuek aja yang penting puasa. Toh puasa selama sebulan aja sudah termasuk prestasi. Pikir saya waktu itu. Begitulah seterusnya sampai lebaran.

Setahun kemudian, saya mulai berubah. Atau lebih tepatnya diubah. Jadi waktu itu bulan puasa tahun 2011. Tahun yang bisa saya bilang sebagai titik balik bagi diri saya sendiri. Saya ingat betul ketika sesudah sahur pertama. Biasalah kan sesudah sahur kita biasanya nonton acara-acara di tv sembari nunggu imsak. Saya lupa waktu itu tepatnya nonton apa, yang jelas bukan nonton GGS karna waktu itu belum ada. Hehehe. Singkatnya imsak pun berbunyi, saya langsung masuk ke kamar dan berenca mau tidur sampai siang. Sekitar sepuluh menit kemudian adzan subuh berbunyi dan saya yang sudah hampir tidur dibangunin dan dipaksa untuk sholat. Yasudah deh dengan mata yang berat saya sholat subuh walaupun hati sedikit menggerutu. Astagfirullahaladzim.

Kemudian ‘pemaksaan’ untuk sholat itu terus berlanjut. Saya sebetulnya agak males dipaksa-paksain sholat sama kakak-kakak dan terutama orang tua saya, sebelum akhirnya mereka bilang ‘percuma kamu puasa tapi sholat masih bolong-bolong. Nggak ada gunanya. Cuma dapet lapar aja’. Disaat itu saya tersadar. Saya seakan terbangun dari tidur panjang selama ribuan tahun. Caelah lebayyy deh hahaha. Dalam hati berfikir ada benernya juga. Buat apa saya puasa tapi kewajiban pokok masih ditinggalin.

Sejak saat itulah saya mulai mengubah kebiasaan. Saya mulai sholat 5 waktu saat puasa walaupun masih sering telat dan masih sering diingetin. Lima sampai sepuluh hari pertama mungkin masih agak berat dan masih males-malesan tapi setelah itu malah jadi kebiasaan yang baik. Lama-kelamaan saya mulai rajin sholat dan mulai agak tepat waktu dan tentunya sudah nggak dipaksa-paksa lagi. Hehehe. Dan sampai akhirnya bulan puasa usai, kebiasaan sholat 5 waktu itu alhamdulillah berlanjut sampai sekarang. Alhamdulillah.

Pada akhirnya saya sangat bersyukur saat itu ‘dipaksa’ sholat oleh kakak-kakak dan orang tua saya. Coba bayangin kalau mereka nggak ngelakuin itu, mungkin sekarang saya masih jadi anak yang badung yang jarang untuk bersujud. Sekali lagi ini bukan bermaksud untuk pamer atau riya’ atau apalah itu. Sumpah gaada maksud kesitu. Saya cuma mau sedikit memotivasi kalian yang baca. Kalau saya yang dulunya dipaksa untuk sholat 5 waktu saja akhirnya bisa jadi kebiasaan untuk sholat, apalagi kalian yang keinginan untuk sholat 5 waktu itu memang datang dari hati. Pasti hasilnya bisa lebih dahsyat dari saya. Dan menurut saya kalau kalian pengen membiasakan sholat 5 waktu, bulan puasa adalah momentum yang sangat pas. Kalian paksa-paksain aja dulu diri sendiri, nanti pasti terbiasa kok. Dan setelah terbiasa kalian pasti berat untuk ninggalin sholat. Percaya deh. Saya sudah membuktikannya di bulan puasa tahun 2011 lalu.

Semangat buat kita yang ingin terus memperbaiki diri. Semoga kita terus dijalan yang benar. Barakallah. Selamat datang bulan Ramadhan :) 
Share:

Thursday, June 19, 2014

Maaf, aku mengagumimu

Hey, kamu.
Maaf jika –lagi-lagi– aku menuliskan ini untukmu. Aku tak bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin menyuarakan isi hatiku dengan cara ini. Semoga kau berkenan.

Ohiya, apa yang kamu lakukan dihari liburmu ini? Biar aku tebak, pasti kamu sedang menonton film-film action kesukaanmu kan? Aku tahu kamu sangat menyukai film-film action hollywood semacam Skyfall, Iron man, Mission Impossible, dan masih banyak lagi. Kau juga sangat menyukai aktor film action Tom Cruise. Iya kan? Aku salut kepadamu. Disaat para remaja seumuranmu lebih menyukai drama korea, kau malah tidak menyukai itu sama sekali.

Apa kau masih suka menghabiskan senjamu di bibir pantai? Aku juga tahu kau suka kesana untuk sekedar membuang penat atau masalah. Jika sedang ada masalah, kau menuliskan semua masalahmu di tepi pantai, kemudian kau menunggu ombak menepi untuk menghapusnya. Seketika bibir mungilmu tersenyum. Kamu lega karena semua masalahmu seakan sudah dihapus oleh deruan ombak yang kemudian membawanya ketengah laut lalu menenggelamkannya. Hahaha lucu sekali kamu.

Nona, apa kamu masih suka memelihara kucing? Engkau pernah mempunyai seekor kucing anggora betina kan? Nama kucingmu Molly. Semoga saya tidak salah. Kau sangat menyayangi Molly. Hampir setiap hari jika sepi menghampirimu, kau selalu membagi cerita dengan Molly, seolah ia mengerti apa yang kamu katakan. Tak hanya itu, setiap seminggu sekali kau juga membawa Molly ke pet shop untuk sekedar memanjakannya. Tapi suatu hari Molly jatuh sakit. Ia tidak mau makan hingga bulu-bulu lembutnya berguguran. Kau sangat khawatir waktu itu. Molly yang selalu ceria tiba-tiba hanya bisa terbaring lemah. Perasaan akan kehilangan Molly menghampirimu. Dan benar saja, seminggu kemudian kucing kesayanganmu itu tewas. Air matamu seketika membasahi pipimu. Sejak saat itulah engkau bercita-cita ingin menjadi dokter hewan. Semoga impianmu tercapai, Nona.

Mungkin engkau heran darimana aku tahu semua ini, sementara kita bertegur sapa saja jarang. Tak usah khawatir, Nona. Aku tidak sedang memata-mataimu. Sebagai pengagummu, aku mempunyai banyak cara untuk mengetahuinya. Tapi aku tak akan melakukan yang tidak-tidak. Kau tak perlu merasa terancam. Cukuplah diam-diam aku memperhatikanmu.

Nona, maaf jika aku sedikit lancang. Sejujurnya aku selalu mengucapkan namamu disetiap bait doaku. Pasti engkau tak menyangka kan? Tapi inilah yang bisa kulakukan saat ini. Aku menjagamu dalam diam. Semoga aku mempunyai waktu yang panjang untuk mengungkapkan perasaan yang belum berani kuucapkan saat ini.


Nona, maaf jika aku mengagumimu.
Share:

Saturday, June 14, 2014

Detective Nina

Aku bingung.
Bagaimana bisa cintaku terpaut padamu?
Apakah ini ujian hati? Atau ini hanya lelucon Tuhan?
Sungguh aku belum siap jika ini hanya lelucon Tuhan.

Nina membuang puisi itu kedalam tong sampah. Entah ini sudah yang keberapa kalinya ia mendapati hal yang sama setiap hari. Seperti tak ada bosannya, sosok misterius itu selalu mengirimkan sepucuk surat kepadanya. Nina sendiri bingung. Siapa yang mengirim ini? Apa tujuannya? Sampai kapan dia mengirim surat seperti ini? Ribuan pertanyaan membanjiri pikirannya, namun tetap tak ada jawaban sedikitpun.

“ Ini siapa sih yang ngirimin aku puisi tiap hari?”
“Ciee dapet puisi lagi. Liat dong, Nin...” Goda Dion, teman satu kelasnya yang berperawakan kurus.
“Sudah aku buang. Kalo mau baca besok aja, pasti puisinya datang lagi kok” Jawab Nina ketus.
“Kamu enak tiap hari ada yang ngirimin puisi. Lah aku? Sekalipun nggak pernah” Sambar Citra yang merupakan sahabat baik Nina. Dia ingin seperti Nina, ada yang mengiriminya puisi, memberi perhatian walaupun kecil. Namun harapannya belum terwujud.
“Kamu aku kirimin surat Yasin aja. Mau nggak?” Ucap Dion yang disambut gelak tawa Nina.

Keesokan harinya, Nina sengaja berangkat sekolah pagi-pagi. Waktu itu pukul 6:30, ia sudah ada di sekolah. Harapannya ia bisa mengetahui siapa sosok misterius yang selalu meletakkan puisi diatas mejanya itu. Tapi harapan tak sesuai kenyataan. Pagi itu Nina mendapati sebuah puisi sudah terletak diatas mejanya. Lagi-lagi ia kalah cepat dengan si pengirim puisi itu. Dengan sedikit kesal, Perlahan Nina membuka puisi yang kertasnya bermotif hati itu dan kemudian membacanya.

Bersama surat yang aku kirimkan, semoga jiwamu selalu damai.
Pagi ini aku menerka lagi, mengapa cinta belum mampu menyatukan kita? Apakah ini hanya impian semu yang takkan menjadi nyata?semoga surat ini membuatmu tersenyum, karena disini, aku menantikan senyum indahmu

Sial! Batinnya.

Siapa sebenarnya orang ini? Jangan-jangan yang mengirim puisi ini adalah pak Darmo penjaga sekolah? Nina terus berasumsi. Ia tak tahu harus berbuat apa lagi sekarang. semua cara yang dilakukannya untuk dapat mengetahui siapa sosok misterius ini selalu saja gagal. Dia—sang pengirim puisi—masih terlalu hebat menyembunyikan identitasnya.

Waktu terus saja berlalu. Tak terasa sudah sebulan lebih Nina selalu mendapatkan puisi diatas mejanya. Nina sudah mulai terbiasa  menikmati setiap puisi yang ditulis oleh sosok misterius itu. Ia juga tak membuang puisi itu kedalam tempat sampah lagi. Selain  mendapatkan kiriman puisi setiap hari, terkadang Nina juga mendapatkan sms-sms dari sosok yang sama. Tapi siapa?

“Ehh, Nin. Kamu masih sering dapet kiriman puisi-puisi?” Tanya Citra memecah hening.
“Masih dong” Jawab Nina singkat sembari mengunyah mie ayam kesukaannya.
“Wahh nggak ada nyerahnya ya itu orang. Salut deh!”
“Bilang aja kamu iri. Iya kan? Pake salut-salut segala hahaha” ucap Dion seolah mengejek Citra.
“Dion apaan sih. Nggak jelas banget wooo” Ucap Citra kesal. “Ehh kalian aku tinggal ke kelas dulu ya. Sebentar aja kok, byee..”

Citra pergi melengos ke kelasnya. Tak ada yang menghiraukan. Nina masih sibuk mengunyah mie ayamnya, sementara Dion baru saja menyelesaikan suapan terakhir baksonya.

“Jadi, sampai kapan kamu mau ngirimin aku puisi terus?” Tanya Nina sejurus kemudian. Ia tampak serius. Matanya menatap Dion dengan tajam. Ia seolah seperti polisi yang sedang menginterogasi seorang tersangka. Celakanya, Dion adalah ‘tersangkanya’ disini.
“Nggg.... maksud kamu, Nin? Aku nggak paham deh” Jawab Dion terbata-bata. Ia tampak gugup.
“Udah nggak usah bohong. Aku udah tau yang sebenarnya. Kamu kan yang ngirimin aku puisi sebulan lebih ini?”

Dion terdiam. Kepalanya tertunduk lesu, lidahnya pun seolah kaku. Dion tak menyangka akhirnya Nina tau yang sebenarnya.

“Nggg... iii..iyaa, Nin. Aku orang yang selama ini ngirimin puisi ke kamu. Maafin aku yaa. Kamu nggak marah kan?” Dion mengaku dengan lantang.
“Tuh kan bener. Hahahaaa. Nggak apa-apa kok, santai aja”
“Tapi darimana kamu tau, Nin?” Dion yang malu mulai penasaran.
“Kamu ceroboh, Dion. Kamu lupa kalo kita sudah satu kelas selama tiga tahun? Aku sudah hafal gaya tulisan kamu. Lain kali kalo mau ngirim puisi ke aku suruh orang lain deh yang nulisnya. Selain itu, aku juga dapet banyak info dari penjaga sekolah kita, Pak Darmo. Waktu itu aku nyuruh dia buat memantau siapa orang yang datang pertama di kelas kita. Menurut laporan beliau, kamulah orang yang setiap hari datengnya cepat terus. Dia juga sering liat kok kalo kamu meletakkan puisi itu diatas meja aku. Nah selesai kamu meletakkan puisi itu, kamu pergi ke warung nasi uduk di depan sekolah kita buat sarapan. Iya kan? Terus pas udah agak siang baru deh kamu ke sekolah. Seolah-olah datangnya siang. Ohh  iya satu lagi. Kemarin aku minjem hp kamu kan? Nah pas aku minjem, aku sengaja liat isi sent box kamu. Dan disana aku liat tiap pesan yang kamu kirim ke aku, mulai dari selamat malam, Nina, selamat tidur, Nina, selamat belajar, Nina, macam-macam deh. Kamu lupa hapus ya? Hahaha” jelas Nina panjang lebar. Lagi-lagi Dion hanya bisa terdiam. Apa yang diucapkan Nina itu semuanya benar. Dion seolah-olah ‘ditelanjangi’. Ia merasa sangat malu.

“Jadi, apa benar isi puisi itu?” Tanya Nina bertubi-tubi. Belum selesai Dion dibuatnya salah tingkah, ia semakin membuat Dion tak berkutik di depannya.
“Isi puisi yang mana?” jawab Dion lirih.
“Semuanya. Apa benar kalau kamu cinta sama aku?”

DEEGGG!

Dion semakin tak bermuka. Ia seperti ditantang habis-habisan oleh Nina. Selama ini Dion cuma berani mengungkapkan perasaannya lewat suratnya yang berisi puisi, tapi sekarang ia benar-benar berhadapan dengan orang yang ia kagumi. Dion mencoba menenangkan diri sembari mengumpulkan keberanian. Sejenak ia menutup matanya dan mengambil nafas panjang. Kemudian....

“Iya, aku cinta sama kamu. Maaf kalau selama ini aku cuma bisa bilang lewat puisi-puisi itu. Nina, maukah kamu...”
“Kamu terlambat” Nina memotong ucapan Dion “Aku sudah pacaran dengan orang lain. Memang dia tak pandai merangkai kata-kata seperti kamu, dia tak bisa membuat aku kagum dengan puisi-puisi seperti kamu. Tapi dia melakukan hal yang membuat aku tau kalau dia cinta dengan aku. Berbeda dengan kamu, Dion. Kamu memang melakukan segala cara untuk membuat aku bahagia, membuat aku kagum dengan kata-katamu. Tapi kamu tidak melakukan satu hal pun yang membuat aku tau kalau kamu cinta sama aku. Maaf”

Nina melangkah pergi. Ia meninggalkan Dion dengan pasti. Disatu sisi Nina lega bisa mengetahui siapa pengirim puisi itu, tapi disisi lain dia juga tak tega telah menghancurkan hati temannya sendiri. Sedikit banyak hal itu membuat Nina tidak tenang. Namun Nina tetap melangkah meninggalkan Dion. Belum terlalu jauh ia melangkah, tiba-tiba seseorang memanggil Nina. Ia kaget dan kemudian menghentikan langkah kakinya, lalu melihat kebelakang, kearah sumber suara.

“Hey Nak, bayar dulu Mie ayamnya. Main pergi aja..” Kata si penjual Mie ayam.


Ternyata Nina lupa membayar mie ayam yang sudah dilahapnya.
Share:

Thursday, June 5, 2014

Ikhlaskanlah

Pukul 2:30 sore, seorang siswa laki-laki mendatangi perempuan yang sedang duduk sendirian di dalam kelasnya. Perempuan itu tampak menangis tersedu-sedu. Wajahnya seolah layu pertanda sarat akan kesedihan.

“Kamu kenapa menangis? Apa yang membuatmu bersedih?” Lelaki itu memecah keheningan.

“Kenapa seseorang tega melepaskan orang yang sangat mencintainnya?” Sang perempuan menjawab sembari menyeka air matanya.

“Tidak ada satupun orang di dunia ini yang tega melepaskan cinta. Jika itu ada, mungkin itu karena melepaskan memang salah satu jalan yang terbaik. Percuma saja jika raga terus bersama namun hati dengan gagah ingin melepaskan”

“Tapi aku belum bisa melepaskannya. Aku sangat mencintai dia”

“Kamu seharusnya bersyukur. Dengan dia yang tega melepaskanmu, berarti dia mengizinkanmu untuk mencari orang yang lebih baik lagi dari dia. Bukankah kamu lebih baik sakit hati di awal daripada nanti setelah sekian lama bersama kamu baru disakiti? Ikhlaskanlah. Perempuan secantikmu tak pantas menangisi orang yang menyakitimu”

“Kamu tidak mengerti. Apa yang akan kamu lakukan jika berada diposisiku? Ketika cinta yang kamu harapkan menjadi penyempurna hati, ia malah menghancurkan hatimu”

“Aku akan tersenyum. Aku akan membiarkan cinta yang tidak pantas aku miliki untuk meninggalkanku. Kemudian aku akan segera bangkit dan melupakannya. Setidaknya ia memberikan pelajaran bahwa cinta sungguh bukan mainan. Ia butuh ketulusan, keikhlasan, dan kekuatan untuk saling menguatkan atau saling melepaskan”

“Aku tidak bisa melupakannya. Dia adalah manusia terbaik yang aku cintai”

“Apa yang menurutmu baik belum tentu baik menurut Tuhan. Kadang, Tuhan mengujimu melalui orang yang kamu cintai. Setelah itu, Tuhan pasti memberikanmu kebahagiaan yang berlebih. Jangan menangis. Ini yang terbaik”

“Bagaimana bisa aku tidak menangis? Sementara orang yang sedang aku tangisi kini memberikanku wejangan untuk melupakan. Mengapa kamu tega meninggalkanku?”


Perempuan itu pergi meninggalkan lelaki yang melukai hatinya.
Share: