Tuesday, October 30, 2018

Pagi Itu, Mereka Pulang Ke Surga


Sang anak terlihat ceria meski hari masih sangat dini. Ia sedikitpun tak mengeluh harus bangun pagi-pagi, mandi disaat tubuh masih ingin bergulung dibalik hangatnya selimut, dan kemudian sarapan sambil menahan kantuk. Di perjalanan menuju bandara, wajahnya semakin berseri tatkala melihat pesawat-pesawat yang terparkir.

Sang Ayah dan Ibu tampak bahagia. Hari ini mereka akan pulang. Membawa serta anak yang telah dirindukan oleh kakek dan neneknya di kampung halaman. Pagi itu, keluarga kecil yang bahagia ini akan terbang pukul 6.20. Keluarga kecil itu akan pulang bersama penumpang lainnya.

Bandara Soekarno-Hatta selalu sibuk seperti biasanya. Tidak ada istilah sepi meski sedang pagi hari. Selesai melakukan chek-in dan meletakkan koper ke dalam bagasi, mereka menuju ke ruang tunggu. Ruang yang dipenuhi oleh banyak calon penumpang yang hendak bertolak ke Pangkal Pinang.

Di ruang tunggu itu, semua menantikan penerbangan dengan berbagai aktivitas. Beberapa orang menelpon sanak saudara di Pangkal Pinang, mengabarkan bahwa sebentar lagi ia akan pulang. Beberapa Ayah melakukan panggilan video dengan anaknya di rumah yang sedang bersiap berangkat ke sekolah. Ibu-ibu mengobrol membicarakan tentang pekerjaan atau tentang rumah tangga. Anak remaja lainnya memilih untuk bermain game online di gawainya.

Panggilan dari petugas untuk segera memasuki pesawat terdengar setengah jam sebelum jadwal keberangkatan. Para penumpang berdiri, memastikan tidak ada barang yang tertinggal dan kemudian bergegas untuk masuk ke dalam pesawat. Alhamdulillah tidak delay. Batin beberapa orang dari mereka.

“Ayah, kita akan pulang kan?”

“Iya, Nak. Kita pulang” Ucap sang Ayah tersenyum sambil memasangkan sabuk pengaman untuk anaknya. Sang Ibu kemudian mengecup lembut kening anaknya. Pesawat sudah siap di landasan. Sang pilot telah mendapatkan izin terbang. Semua sudah siap untuk pulang.

Pesawat yang mereka tumpangi terbang. Membawa 180 orang lebih. 13 menit kemudian berlalu, pesawat baru saja menyentuh lapisan pertama awan. Tepat di atas laut Karawang, pesawat tersebut membawa semua yang ada di dalamnya benar-benar pulang. Bukan pulang ke rumah masing-masing, tapi pulang ke pangkuan Tuhan.

Pagi itu, saat matahari baru saja muncul di ufuk timur, saat orang-orang baru saja memulai harinya di dunia, mereka telah memulai harinya di surga.

*Tulisan ini merupakan bentuk simpati saya terhadap korban pesawat Lion Air JT610 yang mengalami kecelakaan. Doa dan duka cita saya haturkan kepada korban dan keluarganya. Semoga korban diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Share:

Thursday, October 18, 2018

Terima kasih, Bandung


Perjalananku dicukupkan. Beberapa hari sebelum meninggalkan kota ini, kenangan-kenangan lama sejak 4 tahun lalu menyeruak tanpa henti. Aku bagai seorang anak kecil yang menangis histeris tatkala ditinggal oleh ibunya ke pasar. Kenangan-kenangan itu membuat langkahku untuk meninggalkan Bandung semakin berat.

Aku masih ingat jelas bagaimana 4 tahun lalu saat pertama kali datang ke kota ini. Saat itu aku hanya seorang remaja yang sangat bahagia karna dapat menginjakkan kaki di kota Bandung. Kota ini adalah salah satu kota yang sangat ingin aku kunjungi. Bahagiaku tak terkira kala itu.

Perlahan aku mulai jatuh cinta dengan kota Bandung. Jatuh cinta dengan suasana kotanya, dengan sejuk hawanya, dengan ramahnya warga Bandung, dan banyak lagi. Oh iya, aku juga jatuh cinta dengan logat sunda yang menurutku unik-lucu-gemesh gimanaaaa gitu. Pun tak lupa jajanan kota Bandung yang bikin nagih, juga kedai kopinya yang ada dimana-mana. Sebab bagiku kedai kopi adalah tempat terbaik untuk menenangkan diri.

Beberapa hal berlalu dengan cepat. Aku akhirnya juga bisa berbicara menggunakan bahasa Sunda, hafal beberapa jalanan di Bandung, dan mulai terbiasa hidup di hawa yang cukup dingin. Aku semakin terikat dengan Bandung tatkala banyak sekali teman-temanku disini. Teman-temanku, merekalah yang selama 4 tahun ini mengisi hari-hariku di Bandung. Mereka adalah orang-orang yang hebat. Aku tetap diterima dengan baik meski kadang suka usil.

Ah mungkin aku yang terlalu spesial. Jadi mana mungkin mereka sanggup menjauhiku yang teramat lucu dan imut ini. Teman-temanku mungkin tidak mau mengakui bahwa aku adalah sosok yang akan sangat dirindukan. Tak apa. Mereka memang malu-malu seperti itu. Tapi dalam hati sangat peduli. Cih.

Setelah semua ini, aku akan mengingat kalian, semua teman-temanku di Bandung, sebagai salah satu bagian terbaik yang pernah aku miliki. Terima kasih untuk pernah saling menguatkan saat kita sedang berjuang, terima kasih untuk pernah membagi kebahagiaan saat kita bersama, terima kasih untuk pernah berbagi canda hingga kita lelah tertawa, terima kasih untuk semua kenangan yang telah kita ukir bersama. Akan aku bingkai dengan baik semua cerita yang kita buat untuk bekal tersenyum di hari tua kelak.

Aku membayangkan masa itu. Masa dimana kita telah menjadi tua. Menua di tempat masing-masing, renta dan semakin melemah. Lalu ingatan-ingatan tentang kita disaat muda menguatkan batin. Membawa kita pada titik rindu yang paling pilu. Tersenyum melihat foto-foto kita di waktu itu, tertawa tatkala mengingat setiap tingkah laku kita di waktu muda, menangis tatkala menyadari bahwa semua tak mungkin terulang lagi. Kelak saat itu kita hanya dapat memeluk kenangan melalui ingatan. Namun semoga dapat meredakan rindu yang menggebu.

Pada akhirnya, kita harus memilih jalan hidup masing-masing. Pada akhirnya, raga kita akan terpisah ratusan kilometer. Pada akhirnya, kita tak akan bisa lagi bertemu dengan mudah seperti dahulu. Pada akhirnya, pertemuan kita akan menjadi sebuah kenangan yang tak terlupakan. Dan pada akhirnya, aku akan mengingat kalian sebagai bagian terbaik yang pernah mengisi hariku.

Jika takdir membawaku kembali ke Bandung, tentu aku akan sangat bahagia. Tapi jika tidak, maka tak apa. Bandung sudah menjadi bagian penting dalam hidupku, tak mungkin lupa meski kelak daya ingatku melemah.

Sampai jumpa lagi, Bandung!
Titip teman-temanku disana.

*ditulis saat perjalanan meninggalkan Kota Bandung.

Share: