Sunday, December 25, 2016

Tentang Langit Yang Rindu Pelangi

Langit, jangan marah.

Aku tahu kau merindukanku. Tapi melampiaskan rindumu dengan marah seperti ini bukanlah sesuatu yang baik, Langit. Tahan amarahmu, atau rindu akan semakin menyiksamu. Rindu itu bagai riak ombak, Langit. Jika kau tak kuat bertahan dan melawan, maka engkau akan tenggelam di palung laut terdalam.

Aku tahu kau ingin aku ada di sebelahmu. Tapi bertahan sebentar demi penantian akan kehadiran adalah sesungguhnya perjuangan, Langit. Jangan ragukan hadirku, walau mesti aku harus merangkak dan tertatih, langkah menujumu takkan pernah berhenti. Aku berjanji.

Aku tahu kau muak dengan mentari yang terus membakar kulitmu. Mungkin kau juga semakin cemburu sebab mentari selalu ditemani senja sebelum pulang ke peraduan. Tapi tanpa mentari, kau tak akan pernah tahu apa artinya kelam, Langit. Bukankah kau juga tahu bahwa tanpa mentari, aku juga tak akan terlihat indah? Segeralah berdamai dengan mentari. Sambut ia dengan senyum terbaikmu di pagi hari.

Aku juga tahu kau membenci hadirnya bulan. Bulan mempunyai banyak teman bernama bintang, sementara kamu tak mempunyai teman seperti itu. Tapi bukankah bulan dan bintang selalu sedia menemanimu ketika kelam, Langit? Bulan juga setia mendengarkan keluh kesahmu tentang mentari yang terus membakarmu. Memang bulan tak selalu hadir dengan utuh. Tapi setidaknya ia tak pernah meninggalkanmu ketika rapuh.

Aku tahu jika amarahmu hari ini disebabkan olehku, Langit. Angin barat memberitahuku perihal kau sedang marah besar diatas sebuah kota. Katanya, kau sangat mengerikan jika sedang marah. Tak ada berani yang menghampirimu. Bahkan mentari pulang lebih dulu dan senja pun memilih tak muncul. Maka, aku menitipkan sebuah surat kepada angin. Mungkin tak akan menghapus rindumu kepadaku, tapi semoga bisa sedikit meredam amarahmu.

Langit, jangan marah. Jangan keluarkan air matamu. Jika kau tak berhenti marah, bagaimana aku akan hadir disebelahmu? Ingat, Langit. Aku hanya hadir selepas hujan yang kau turunkan, bukan disaat hujan.

Langit, jangan marah. Jangan keluarkan gemuruhmu. Jangan kau lukai orang-orang atau tumbuhan dengan petir yang kau keluarkan. Berbesar hatilah menerima keadaan, Langit. Kau tidak sedang kehilangan aku. Kita hanya berjarak sesaat, hingga kelak kita bertemu, aku berjanji akan memelukku dengan erat.

Langit, jangan marah.

Salam,
Pelangi
Share:

Friday, December 23, 2016

Lelaki Yang (Pernah) Mencintaimu

Sebelumnya, aku ingin mengucapkan selamat kepadamu.
Selamat atas kebahagiaan yang akhirnya kau raih. Selamat atas berujungnya penantianmu selama ini. Selamat atas terisinya kekosongan-kekosonganmu. Dan selamat atas doa-doa mu yang terkabul.

Pada suatu petang aku pernah mendengarkan ceritamu. Kamu bercerita bahwa kamu ingin menjadi puteri bagi kerajaan seorang lelaki. Katamu, akan kau jaga kerajaan itu dengan penuh cinta dan kasih. Aku mendengarkan setiap ceritamu dengan baik. Matamu menyalak seperti seorang orator handal. Dibalik yakinnya ucapanmu, aku yakin selalu ada amin setelahnya. Sekarang, impianmu dikabulkan oleh Tuhan, kau akhirnya menjadi seorang puteri. Puteri dari kerajaan lelaki yang kau pilih sendiri. Impianmu terwujud, tapi bukan bersamaku.

Kamu juga pernah ingin dicintai dengan sempurna meski kamu tak sempurna. Kamu pernah bertanya, apa mungkin seorang lelaki akan datang kepadaku dan mencintaiku dengan semua kekuranganku? Kemudian aku menjawab sembari menatap matamu. Lelaki mana yang lebih melihat kekuranganmu dibanding kelebihanmu? Percayalah, seorang yang sempurna bagimu kelak akan menutupi semua kurangmu, kataku. Ah, kamu bisa saja merendahkan diri. Sedikitpun aku tak melihat ada kekurangan di dalam dirimu. Dan sekarang, setelah perjuanganmu dalam menemukan ia yang menerima setiap kurangmu, kau akhirnya dicintai dengan sempurna oleh lelaki yang kau anggap sempurna. Lelaki yang dengan semua kelebihannya akan menutupi kurangmu. Kau disempurnakan, tapi bukan denganku.

Kamu juga ingin ada seorang lelaki yang dengan sabar menghadapi sifatmu yang kadang kekanak-kanakan. Kamu bilang bahwa kamu ingin ada seorang lelaki yang datang untuk mendewasakanmu. Aku diam sejenak kala itu. Aku pikir, jika seseorang itu benar mencintaimu, ia tak akan mengubahmu menjadi apapun. Ia akan tetap mencintaimu meskipun kamu bersikap kekanak-kanakan atau kebayi-bayian sekalipun. Sebab cinta datang bukan untuk mengubah, tapi untuk menerima. Dan sekarang kamu telah menemukan seseorang itu. seseorang yang mencintai sifat kekanak-kanakanmu. Kau dilengkapi, tapi bukan denganku.

Sekarang aku izin pergi saja. Izinkan aku pergi untuk mengikhlaskanmu bukan melupakanmu. Izinkan aku pergi untuk mencari bahagia yang baru bukan terlarut dalam duka dan luka. Izinkan aku pergi untuk merangkai mimpi yang baru bukan terus memimpikanmu. Izinkan aku pergi untuk melanjutkan hidup bukan menyudahi hidup. Izinkan aku pergi untuk belajar menerima kenyataan bukan mengutuknya. Izinkan aku pergi untuk mencintai dia yang memang pantas aku cintai.

Dulu aku memang datang sebagai lelaki yang mencintaimu. Selalu mendoakanmu dan berharap kebaikan menyertaimu. Pertemuan denganmu mengajarkanku bahwa cinta sebagai pelajaran. Pelajaran untuk mencintai namun harus melepaskan di waktu yang sama. Aku pergi saja. Aku pergi sebagai lelaki yang pernah mencintaimu namun tak berbalas.
Share:

Tuesday, December 20, 2016

Surat Di Atas Kereta

Untuk kamu yang selalu kurindukan.

Andai saja saat ini kamu duduk disampingku. Tentu selama apapun perjalanan takkan pernah terasa sepi. Aku membayangkan jika kita duduk berdampingan di gerbong kereta, lalu aku akan menceritakan banyak hal kepadamu tentang awan-awan yang seolah mengejar rangkaian kereta kita. Juga tentang kereta kita yang mengejar senja di tepi barat. Atau kita bisa saja membicarakan hal-hal kecil yang kita lihat selama perjalanan. Apapun itu, perbincangan antara dua orang yang saling jatuh cinta takkan pernah mengenal kata membosankan.

Andai saja rindu bukan perkara besar bagiku. Tentu saja aku tak perlu takut jika harus meninggalkanmu dalam waktu yang cukup panjang. Selama jauh darimu, rindu adalah pembunuh paling sadis bagi hari-hariku. Ia menguasai penuh pikiranku hingga aku lesap kedalamnya. Asal kamu tahu, mungkin rinduku bisa saja terobati sedikit dengan berbicara kepadamu melalui telepon, tapi nyatanya rindu hanya butuh temu agar bisa luluh.

Andai saja jarak bisa dilipat secepat kilat, tentu aku tak pernah harus bersedih ketika harus berjarak jauh lagi denganmu. Bukan hal mudah mengatasi rindu ketika jarak dengan telak menyekat. Memang, bisa saja kita mengatasi jarak dengan video call setiap hari. Zaman menawarkan kemudahan bagi kita yang dipisahkan jarak. Namun tetap saja, bagiku berada tepat disebelahmu dan merangkulmu meski cuma satu menit akan lebih baik daripada video call berjam-jam. Tapi setidaknya jarak mengajarkanku untuk menghargai setiap pertemuan. Untuk tak membuang sia-sia setiap pertemuan yang terjadi setelah menumpuh jarak jauh-jauh.

Sekarang, diatas kereta yang membelah wilayah, sesaat setelah peluk kita mengawali perpisahan ini, aku mulai merindukanmu. Perihal air matamu yang tadi jatuh, aku memaknainya sebagai sebuah kesabaran menunggu. Tugasku sekarang adalah menjaga dengan baik kepercayaan yang engkau berikan, hingga nanti kita bertemu, akan kutumpahkan segala rindu.

Ragaku boleh saja dibawa jauh oleh sang waktu, tapi hati ku tak pernah sedikitpun berhenti memelukmu. Karena bagiku, kau adalah tempat kembali setelah kaki lelah melangkah. Kau adalah tempat bersandar ketika ragaku mulai gelisah. Kau adalah rumah bagi hatiku yang selalu ingin pulang. Dan kau adalah tempat terbaik bagiku memaknai cinta. Jika aku pulang nanti, sediakan pelukmu yang paling dalam.

Desember, 2016.
Diatas kereta menuju Jogja.
Share:

Thursday, December 15, 2016

Dalam Kata

Dalam kata aku akan mendoakanmu sejak mentari menyapa pagi, hingga malam berteman bulan.

Dalam kata aku akan menyemangatimu ketika semesta membuatmu menangis sedu-sedan.

Dalam kata aku akan menasehatimu ketika kamu mulai angkuh dan lupa daratan.

Dalam kata aku akan mencegahmu saat kamu memilih tenggelam dalam sedih yang berkepanjangan.

Dalam kata aku akan mendampingimu hingga kamu mencapai segala cita dan angan.

Dalam kata aku akan meredam amarahmu yang membuatmu seperti kesetanan.

Dalam kata aku akan menguatkanmu ketika pundakmu tak lagi kuat menampung semua beban.

Dalam kata aku akan melindungimu dari apapun hingga kau merasa aman.

Dalam kata aku akan membuatmu tertawa hingga perutmu merasa kesakitan.

Dalam kata aku akan membimbingmu kembali ketika kamu tersesat dan kehilangan jalan.

Dalam kata aku akan menemanimu saat kau tak  punya kawan.

Dalam kata aku akan mengajarimu tentang apa arti kesetiaan.

Dalam kata aku akan memberitahumu bahwa kau memang menawan.

Dalam kata aku akan mengajakmu bermain di bawah sinar lampu taman.

Dalam kata aku akan merangkulmu selalu walau penuh halang dan rintangan.

Dalam kata aku akan membawamu melangkah menuju tempat bernama kebahagiaan.

Dalam kata aku akan mengatakan bahwa aku mencintaimu tak butuh alasan.

Dalam kata aku akan mengenangmu menjadi rangkaian tulisan-tulisan.

Dalam kata aku akan berdoa kepada Tuhan agar terus berada disampingmu hingga kematian 
memisahkan.

Karena hanya dengan memilikimu, aku akan merasa disempurnakan.
Share:

Tuesday, December 13, 2016

Perempuan Bulan Desember

Aku selalu menyukai bulan Desember. Selain karena ini bulan kelahiranku, Desember selalu saja punya cerita sebagai penutup perjalan setahun penuh. Seperti Desember tahun ini. saat aku menemukanmu, lalu menyukaimu. Perempuan bulan Desember.

Adalah matamu yang pertama kali mampu merobohkan pertahananku. Aku menatap matamu pada pagi bulan desember. Matamu sejuk serupa embun di dedaunan pagi hari. Segala keraguan seketika runtuh kala itu. Pada matamu yang cokelat, aku menemukan keyakinan. Pada matamu yang teduh, aku ingin meletakkan harapan. Dan, pada matamu yang menenangkan, aku selalu merindukan.

Adalah senyummu yang kemudian membuatku tak mampu berkata-kata. Kau tersenyum pada siang bulan desember. Senyum yang seindah senja itu terasa hangat di sela rintik hujan. Wajar jika kemudian jantungku berdegup tak beraturan. Andai saja waktu itu aku mempunyai keberanian, sudah kubingkai senyummu dengan kamera handphone ku. Tapi biarlah. Biar saja aku merindukan senyummu dulu sampai kita bertemu lagi.

Adalah kemudian sang waktu yang baik hati mempertemukan kita. Aku seolah menemukan pelita di kegelapan. Kamu menuntunku menuju sebuah dunia yang dinamakan cinta. Lalu tanpa permisi, kau masuk ke dalam labirin pikiranku. Berputar-putar sepanjang hari, hingga masuk ke alam mimpi. Aku selalu menikmati episode-episode panjang tentangmu.

Jika aku ini malam, maka kamulah sang purnama yang biasnya menerangiku. Jika aku ini dedaunan, maka kamulah embun yang selalu kutunggu hadirnya di pagi hari. Jika aku ini ombak, maka engkaulah tepi laut yang selalu kutuju.

Mari sini, sejenak kita bertemu lagi sebelum desember beranjak pergi. Aku ingin mendengarkan cerita tentang harimu. Aku ingin mendengarkan suara tawamu yang khas. Aku ingin menembus lensa kacamatamu, lalu menatap bulat matamu hingga senja berganti malam.
Share: