Tuesday, August 23, 2016

Tentang Kemarin

Kemarin, saat pagi baru saja menyapa, bayangmu lebih dulu hadir daripada mentari.
Lebih hangat dari kopi yang baru kuseduh.
Juga lebih sejuk dari embun di atas daun talas.
Aku – seperti biasa – mengingatmu lagi. Menjadi perindu di pagi hari adalah rutinitas baruku.

Aku rindu tawa bahagiamu.
Kita pernah tertawa bersama saat menyaksikan film komedi di bioskop pusat kota. Namun yang paling kuingat saat itu bukan bagaimana alur cerita film yang kita tonton, bukan juga siapa aktor yang bermain disana. Yang paling kuingat adalah tawa bahagiamu. Bagiku, tawamu adalah candu. Candu yang tercipta tanpa penawar.
Ahh cinta begitu ajaib bukan? Dengan tawa saja bisa membuat seseorang jatuh cinta.

Aku rindu senyum setelah marahmu.
Aku ingat dulu kamu pernah marah bersebab waktu. Aku yang berjanji menemuimu pukul 3 sore malah datang pada pukul 4 sore waktu itu. Saat tiba, tak ada senyum dari raut wajahmu. Sapamu juga membisu. Langit mengelam. Matahari yang bersinar seolah menjadi temaram. Lalu dengan sabar aku menjelaskan kenapa aku terlambat menemuimu. Perlahan amarahmu mulai mereda. Senyum di bibirmu juga kembali ada. Sejak saat itu, aku berjanji untuk tidak membuatmu marah lagi.
Ahh cinta juga misteri bukan? Karena waktu cinta bisa tumbuh, tapi karena waktu juga cinta bisa runtuh.

Begitulah kemudian aku. Selalu disesaki ingatan tentangmu dimanapun dan sedang apapun aku.
Sebab aku berharap menjadi bumi untukmu, agar kamu tinggal dan menetap disana.
Sebab aku berharap menjadi rumah bagimu, agar kelak setelah engkau lelah melangkah jauh, kepada rumahlah engkau kembali.
Sebab aku berharap menjadi bayangmu, agar saat engkau tak mampu menguatkan tegak, aku akan menjadi penopang bagi sendimu.
Bagitulah kemudian aku. Kemarin dan hari ini terus mencintaimu. Lalu bagaimana dengan esok?

Kasih, tentang kemarin, hari ini, esok dan juga seterusnya, akan tetap memiliki cerita yang sama. Aku akan tetap mencintaimu.
Share:

Tuesday, August 2, 2016

Lion Air Sang Raja Delay

Jadi gini, gaes. Mau cerita aja nih tentang maskapai Lion Air yang beberapa hari lalu lagi banyak diberitakan di televisi. Memang sebelumnya Lion Air sudah terkenal dengan kasus-kasus delay nya. Bukan cuma delay sih, tapi banyak juga yang lain. Sudah ditegur Menteri, eh tetap aja gak ngaruh. Dan kemarin, tepatnya hari minggu, Lion Air kembali berulah. Dan sialnya, saya adalah salah satu korban dari Lion Air.

Mohon maaf aja nih kalo di tulisan ini menyinggung pihak Lion Air. Bukan bermaksud apa-apa, biar yang lain tahu aja gimana “seru”nya pengalaman kemarin. Terlalu rugi kalau disimpan sendiri.

Singkat cerita aja, saya adalah penumpang Lion Air dengan tujuan kota Bengkulu yang seharusnya berangkat pukul 16.25 sore. Dan pukul 1 siang, saya udah berada di bandara Soekarno-Hatta. Kurang tepat-waktu-tingkat-tinggi gimana lagi coba. Karena waktu berangkat yang masih lama, jadi kerjaan saya selama menunggu diluar cuma duduk, main pokemon, jalan mondar-mandir, duduk lagi, lirik bule cantik, lalu kita saling tatap mata, kenalan, jatuh cinta, lalu hidup bahagia berdua. Hmm terlalu ftv sepertinya. Terus, waktu membuat perut saya jadi lapar. Berhubung di bandara nggak ada warteg, jadi saya makan di salah satu tempat yang menawarkan wifi gratis.

Gaes, asal kalian tahu, semua makanan yang dijual di bandara harganya menjadi sejuta kali lipat dari biasanya. Saya yang makan sop buntut dan segelas kopi hitam harus bayar uang yang harganya setara dengan berkali-kali kalo saya makan di kosan. Sumpah demi apapun ini mengagetkan dan menyakitkan.

Lalu, kurang lebih pukul 3.30 sore, saya mulai check-in. Setelah antri cukup panjang, saya akhirnya dapat boarding pass dan langsung menuju ruang tunggu. Di ruang tunggu kerjaan saya masih sama. Cuma bedanya di ruang tunggu nggak ada pokemon satupun.

Pukul 4.20 sore, suara announcer yang keluar dari speaker ngasih pemberitahuan kalau penerbangan menuju Bengkulu ditunda selama 90 menit. Oke nggak masalah lah. Masih sabar. Lalu 90 menit kemudian, announcer nya bilang penerbangan ke Bengkulu delay lagi selama 90 menit. Saat itu, pikiran mulai tak tenang, perasaan tak enak, dan hati tetap saja kosong. Bukan hanya ke Bengkulu, penerbangan Lion Air menuju Balik Papan dan Surabaya juga delay. Kita ditelantarkan. Sampai pukul 10 malam, belum ada kejelasan juga dari pihak Lion Air. Akhirnya kita –aku dan kamu – ehh maksudanya penumpang tujuan Bengkulu, Surabaya, dan Balik Papan bersatu padu membentuk satu kekuatan untuk kemudian bersama-sama “demo” ke costumer service Lion Air yang ada di ruang check-in. Disana suasana mulai panas. Penumpang marah-marah sampai muka dari petugas Lion Air lebih pucat dari anak SMP yang ditilang polisi karena bonceng tiga. Karena tidak juga ada kejelasan dan manager dari Lion Air juga tidak bisa ditemui, kita para penumpang Lion Air memutuskan untuk turun ke landasan pacu udara. Sumpah ini seru banget. Sebagai mahasiswa, saya merasa seperti aktivis 98 yang menuntut keadilan pada saat itu. Gagah cuy!

Sebenarnya, kita juga sempat dihalangan oleh pihak keamanan bandara. Tapi karena jumlah mereka sedikit dan jumlah kita ratusan, mereka tidak bisa apa-apa. Sesampainya di landasan pacu, kita sempat ingin memboikot pesawat Lion Air yang ingin terbang. Beberapa orang berusaha menaiki tangga pesawat hingga akhirnya terjadi keributan antara penumpang, pihak keamanan, tentara, dan polisi militer. Bahkan seorang polisi militer yang saat itu sok jago, hampir dikeroyok oleh penumpang yang kesal. Kasian juga sih liatnya. Dari awalnya sok marahin penumpang hingga hampir dikeroyok ratusan penumpang. Pesan moralnya, jangan karena pakai seragam, anda terlihat lebih berkuasa.

Singkat cerita lagi, akhirnya ada seorang yang mengaku sebagai asisten manager dari Lion Air menemui kita para penumpang. Setelah berbicara dengan beberapa orang perwakilan, kita akhirnya diberi refund dan dijanjikan berangkat besok pagi. Itu artinya, semua penumpang yang keberangkatannya delay – termasuk saya – harus bermalam di bandara. Pengalaman baru!

Jam menunjukkan pukul 2 pagi. Penumpang-penumpang yang jadi korban delay Lion Air sebagian tidur di lantai, di masjid ruang tunggu, dan di kursi-kursi. Saya yang sedikitpun tidak ngantuk waktu itu bingung mau ngapain. Mau makan, tempat makannya udah pada tutup. Mau duduk, pinggang udah sakit karena kebanyakan duduk. Mau pacaran, nggak punya pacar. Tapi untungnya disana ada sebuah ruangan yang bercahaya, yang menawarkan surga kala itu bagi perut yang mulai lapar. Yap! Ada indomaret yang tetap setia buka. Saya lalu beli makanan, pop mie, dan tentunya kopi hangat. Mantap sudah perbekalan melawan bosan selama menunggu.

Hari mulai pagi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Janji yang diberikan Lion Air untuk berangkat belum juga ada kejelasan. Penumpang mulai marah-marah lagi. Ruang check-in juga penuh dengan hawa panas. Sebenarnya, kalau semua penumpangnya masih muda seperti saya, atau orang dewasa berumur 30 sampai 40 tahun, mungkin tidak terlalu masalah untuk menunggu sampai tidur di bandara. Masalahnya, kasihan dengan penumpang yang sudah tua, perempuan, dan juga anak kecil. Saya kasihan liat ibu-ibu yang tidur di lantai dengan anaknya, juga orangtua yang tidur kedinginan. Tidak masalah juga mungkin dengan penumpang yang seperti saya, yang pulang untuk berlibur ke rumah. Masalahnya, bagaimana dengan penumpang yang mungkin saat itu ada kegiatan penting? Bagaimana dengan penumpang yang mungkin saat itu sedang terjadi musibah dengan keluarganya di kota tujuan? Kan kasihan mereka semua. Kasihan juga dengan bule-bule yang waktu itu jadi penumpang Lion Air. Mau protes nggak ngerti, mau dengerin penjelasan dari pihak Lion Air waktu itu juga nggak ngerti, mau nangis mungkin mereka malu. Jadinya mereka cuma bengong aja saat kita marah-marah ke pihak Lion Air. Yang sabar aja ya, bul. Kalo kata orang-orang mah, welcome to Indonesia!

Pukul 9 pagi, penumpang masih terlantar, polisi dan tentara mulai banyak berdatangan mengamankan bandara yang keadaannya makin kacau, saya sekuat tenaga menahan mata yang perih karena tidak tidur sedikitpun dan juga menahan lapar. Kita, penumpang tujuan Bengkulu berkumpul di pintu keberangkatan A4. Masih belum ada kejelasan juga kapan akan diberangkatkan. Bahkan sempat terjadi dorong-mendorong antara penumpang dan pihak keamanan di pintu A4. Petugas Lion Air panik dan bingung. Hasrat penumpang yang ingin menonjok petugas Lion Air sedikit tertahan karena ada tentara dan polisi disana. Penumpang juga mulai muak dengan janji dari Lion Air yang ingin memberangkatkan kita. Hingga akhirnya, kurang lebih pukul 9.45 pagi, setelah perjuangan panjang, kita akhirnya diberangkatkan menuju Bengkulu. Iya, itu artinya pesawat Lion Air delay selama 17 jam lebih. Hebat bukan?

Tanpa mengurangi rasa hormat atau tanpa ingin menjatuhkan nama baik, kebodohan pihak Lion Air sepertinya sudah kelewat batas. Delay selama lebih dari 17 jam dan delay nya bukan cuma ke satu tujuan. Mungkin sudah waktunya sang singa terbang ini ditutup. Pertanyaannya, Kemenhub berani nggak memberi tindakan tegas ke Lion Air?

Udah dulu yaa bhay!!
Share: