Friday, January 17, 2020

Untuk Perempuanku



Untuk perempuanku,
Kelak jika suatu hari kau baca ini, percayalah rasa yang aku miliki sejak menulis ini hingga akhirnya kau baca akan tetap sama. Kecuali kita yang semakin tua dan langkah yang semakin goyah, semua akan tetap sama. Aku tetap mencintaimu.

Untuk perempuanku,
Rambutmu yang sebahu itu kelak akan memutih. Minus di matamu mungkin kelak akan bertambah lagi. Lesung di pipimu akan layu. Kau akan semakin tua. Namun tangan yang akan menggengammu, tangan yang akan mengelus kepalamu sebelum tidur, dan tangan yang akan merangkul pundakmu kala berjalan akan tetap sama. Aku akan tetap menjadi tangan yang akan membimbingmu.

Untuk perempuanku,
Kelak saat kita sedang menikmati pagi hari dengan secangkir teh hangat, saat tak banyak lagi tenaga kita yang tersisa, kita akan kembali mengingat saat pertama kali kita bertemu. Di kantor kala itu. Senyum yang masih malu-malu dan lirik yang selalu curi-curi. Kita akan mengingatnya kembali, lalu menyadari bahwa setelah semuanya, kita masih saling memiliki.

Untuk perempuanku,
Kelak aku juga akan bercerita tentang aku yang terlambat menyapamu. Saat aku mendapatimu berjalan sendiri memasuki sebuah gedung. Pagi itu Jakarta sedang diguyur gerimis. Kau menutupi kepalamu dengan telapak tangan. Beberapa rintik hujan membekas membasahi baju kuningmu. Aku mempercepat langkah. Berharap dapat memberikan salam dan jabat tangan denganmu. Aku berbelok ke arahmu, dan syahdan, kau telah hilang di balik lift. Sapa pertama kita urung terjadi. Langkahku kurang cepat. Aku menundukkan kepala. Diantara rintik hujan yang kian banyak menyerbu, pagiku hari itu diawali dengan kecewa.

Untuk perempuanku,
Kelak saat kau sedang menangis, saat kau merasa bahwa dunia sedang tak baik denganmu, akan ada aku yang akan memelukmu. Memeluk raga dan seluruh hatimu utuh. Dekap aku, perempuanku. Luruhkan semuanya padaku. Sebab aku tak ingin ada tangis di matamu yang tajam. Kau bahagia saja. Sebab untuk itu aku berjuang.

Untuk perempuanku,
Kelak saat kita telah menjadi satu. Saat tak ada lagi aku atau kamu melainkan kita. Saat kau telah genapkan aku. Saat aku telah lengkapi kamu. Saat itulah kita telah merasakan surga tanpa perlu mati dahulu. Kecup di bibirmu akan menjadi candu, sebagaimana peluk yang akan selalu kau rindu.

Untuk perempuanku,
Kelak kau akan tahu bahwa hanya dengan pesonamu aku kalah telak. Rasa kian bergejolak setiap harinya hingga aku tak lagi mampu menolak atau berkata tidak. Aku hanya ingin kamu, dan itu mutlak.

Untuk kamu,
Yang kelak akan jadi perempuanku.


voor jou mol, met liefde.

Share: