Aku telah melangitkan beribu-ribu doa agar usai semua cari pada pelukmu. Yang aku ingin dan yang kamu ingin, adalah apa yang aku harap akan sama. Hingga kita melengkapi, hingga kita saling tak ingin pergi.
Berpuluh-puluh tahun dari hari ini, aku membayangkan kita yang menua dengan uban penuh di kepala. Langkah yang mulai lemah namun ada genggammu yang terus menguatkan. Mata yang mulai rabun hanya untuk sekadar melihat kerut di wajahmu. Hingga salah satu dari kita mati, namun dalam abadi aku tetap ingin engkau lagi.
Sialnya, sebelum sampai kesana, kita bertahan tak lebih lama dari mimpi yang masih ingin aku raih. Menemukan titik usai dan titik gagal pada langkah kita yang belum panjang.
Sialnya, tak kutemukan lagi tatap hangatmu seperti saat pertama kita bertemu. Dingin menyelimuti bincang kita, dan tepat setelah itu, aku kehilanganmu.
Sialnya, kita berada di persimpangan
Dan kau memilih jalan yang berbeda