“Jangan pernah mempermainkan hati
seseorang” Katamu. Kemudian kamu pergi dengan angkuh. Membawa benci dan
prasangka yang hari ini menjadi penyesalanmu sendiri.
Pesan yang kau tinggalkan disaat
sore pukul 4 itu masih terekam jelas dikepala. Saat itu kita berpisah. Aku –
dan juga hatiku – kau tinggalkan bersama gerimis. Kesedihanku menggenang bersama
air yang dimuntahkan oleh awan pekat. Terpikir untuk menyerah. Berharap hujan
segera menenggelamkanku sore itu. Tapi kemudian aku sadar. Aku harus tetap
kuat. Bahkan harus lebih kuat agar gemuruh tak membuatku semakin hancur.
Waktu berlalu meninggalkan masa
itu dengan cepat. Kita – atau lebih tepatnya aku – mulai terbiasa hidup tanpa satu
sama lain. Tak ada marah, pun tak ada sesal. Aku telah melupakan kamu beserta
hatimu. Tapi ketahuilah, Kasih. Hal yang paling berat dalam hidupku adalah
bukan untuk terbiasa hidup tanpamu, melainkan untuk melupakan setiap kenangan
kita di banyak sudut di kota ini. Kasih, kamu sudah terlalu banyak memberi
kenangan. Hingga menggenang di pikiran. Enggan pergi meski dengan tertatih.
Bersebab kenangan itu, maka aku
ingin bertanya, apa kabar hatimu?
Masihkah ia terluka karena
prasangka yang buta? Coba saja dulu engkau memberikan kesempatan untukku
membenarkan semuanya, aku yakin hatimu akan tetap merona. Prasangkamu
terhadapku adalah kesalahan, Kasih. Aku tak punya banyak waktu untuk
mempermainkan hatimu. Bagiku, mendapatkan hatimu adalah sebuah anugrah. Pantaskah
aku mempermainkannya hingga terluka?
Bersebab cinta yang dulu ada,
maka aku ingin bertanya, apa kabar hatimu?
Masihkah hatimu kau bohongi? Aku
mengetahuinya, Kasih. Kau tak pernah benar-benar ingin kita berpisah. Hatimu
menolak, tapi egomu lantang menentang. Kau kalah mempertahankan apa yang
seharusnya kau pertahankan. Kau lebih memilih mengikuti egomu, bukan mengikuti
hati nuranimu. Kasih, aku mengetahuinya dari matamu yang tak pandai berbohong.
Bersebab rindu, maka aku ingin
bertanya, apa kabar hatimu?
Masihkah hatimu diselimuti
penyesalan? Penyesalan yang tak akan pernah berarti lagi. Hatimu kau lukai
sendiri. Jiwamu kau hancurkan sendiri. Hari-harimu kelam meski mentari terik
menyinari. Kasih, belajarlah untuk bangkit. Meski susah, meski lelah. Bangkitlah.
Tapi bukan dengan bantuanku.
Apa kabar hatimu?
Maaf aku tak mengangkat telfon
darimu beberapa hari ini, maaf juga aku tak membalas semua pesan-pesanmu, dan
maaf juga aku tak membuka pintu disaat kau bertamu. Aku sudah tak berselera
lagi kau sakiti dengan prasangkamu. Sekarang nikmatilah buah dari egomu. Nikmatilah
luka yang kau buat sendiri. Semoga hatimu cepat pulih.
P.S : Jika kau menanyakan kabar
hatiku, maka aku bersedia menjawabnya. Hatiku sudah lebih baik. Selepas kau
hancurkan begitu saja, sekarang aku berhasil menatanya kembali. Jangan tanya
bagaimana bisa, sebab hati yang dilukai mempunyai cara sendiri untuk bangkit
lebih kuat.
Duh aku bacanya baper bgt :( kata2 nya ngenak bgt sih. Penyampaiannya bagus :) semangat trus untuk berkarya yaa :)
ReplyDeleteMampir ke blog aku dong hhe
http://wwwlisaramaynti.blogspot.co.id/2016/04/kekonyolan-orang-jatuh-cinta.html?m=1