Jadi
gini, gaes. Mau cerita aja nih tentang maskapai Lion Air yang beberapa hari
lalu lagi banyak diberitakan di televisi. Memang sebelumnya Lion Air sudah
terkenal dengan kasus-kasus delay nya. Bukan cuma delay sih, tapi banyak juga
yang lain. Sudah ditegur Menteri, eh tetap aja gak ngaruh. Dan kemarin,
tepatnya hari minggu, Lion Air kembali berulah. Dan sialnya, saya adalah salah
satu korban dari Lion Air.
Mohon
maaf aja nih kalo di tulisan ini menyinggung pihak Lion Air. Bukan bermaksud
apa-apa, biar yang lain tahu aja gimana “seru”nya pengalaman kemarin. Terlalu
rugi kalau disimpan sendiri.
Singkat
cerita aja, saya adalah penumpang Lion Air dengan tujuan kota Bengkulu yang seharusnya
berangkat pukul 16.25 sore. Dan pukul 1 siang, saya udah berada di bandara
Soekarno-Hatta. Kurang tepat-waktu-tingkat-tinggi gimana lagi coba. Karena
waktu berangkat yang masih lama, jadi kerjaan saya selama menunggu diluar cuma
duduk, main pokemon, jalan mondar-mandir, duduk lagi, lirik bule cantik, lalu
kita saling tatap mata, kenalan, jatuh cinta, lalu hidup bahagia berdua. Hmm
terlalu ftv sepertinya. Terus, waktu membuat perut saya jadi lapar. Berhubung
di bandara nggak ada warteg, jadi saya makan di salah satu tempat yang
menawarkan wifi gratis.
Gaes,
asal kalian tahu, semua makanan yang dijual di bandara harganya menjadi sejuta
kali lipat dari biasanya. Saya yang makan sop buntut dan segelas kopi hitam harus
bayar uang yang harganya setara dengan berkali-kali kalo saya makan di kosan. Sumpah
demi apapun ini mengagetkan dan menyakitkan.
Lalu,
kurang lebih pukul 3.30 sore, saya mulai check-in. Setelah antri cukup panjang,
saya akhirnya dapat boarding pass dan langsung menuju ruang tunggu. Di ruang
tunggu kerjaan saya masih sama. Cuma bedanya di ruang tunggu nggak ada pokemon
satupun.
Pukul
4.20 sore, suara announcer yang keluar dari speaker ngasih pemberitahuan kalau
penerbangan menuju Bengkulu ditunda selama 90 menit. Oke nggak masalah lah.
Masih sabar. Lalu 90 menit kemudian, announcer nya bilang penerbangan ke
Bengkulu delay lagi selama 90 menit. Saat itu, pikiran mulai tak tenang,
perasaan tak enak, dan hati tetap saja kosong. Bukan hanya ke Bengkulu,
penerbangan Lion Air menuju Balik Papan dan Surabaya juga delay. Kita ditelantarkan.
Sampai pukul 10 malam, belum ada kejelasan juga dari pihak Lion Air. Akhirnya
kita –aku dan kamu – ehh maksudanya penumpang tujuan Bengkulu, Surabaya, dan
Balik Papan bersatu padu membentuk satu kekuatan untuk kemudian bersama-sama
“demo” ke costumer service Lion Air yang ada di ruang check-in. Disana suasana
mulai panas. Penumpang marah-marah sampai muka dari petugas Lion Air lebih
pucat dari anak SMP yang ditilang polisi karena bonceng tiga. Karena tidak juga
ada kejelasan dan manager dari Lion Air juga tidak bisa ditemui, kita para
penumpang Lion Air memutuskan untuk turun ke landasan pacu udara. Sumpah ini
seru banget. Sebagai mahasiswa, saya merasa seperti aktivis 98 yang menuntut
keadilan pada saat itu. Gagah cuy!
Sebenarnya,
kita juga sempat dihalangan oleh pihak keamanan bandara. Tapi karena jumlah
mereka sedikit dan jumlah kita ratusan, mereka tidak bisa apa-apa. Sesampainya
di landasan pacu, kita sempat ingin memboikot pesawat Lion Air yang ingin
terbang. Beberapa orang berusaha menaiki tangga pesawat hingga akhirnya terjadi
keributan antara penumpang, pihak keamanan, tentara, dan polisi militer. Bahkan
seorang polisi militer yang saat itu sok jago, hampir dikeroyok oleh penumpang
yang kesal. Kasian juga sih liatnya. Dari awalnya sok marahin penumpang hingga
hampir dikeroyok ratusan penumpang. Pesan moralnya, jangan karena pakai
seragam, anda terlihat lebih berkuasa.
Singkat
cerita lagi, akhirnya ada seorang yang mengaku sebagai asisten manager dari
Lion Air menemui kita para penumpang. Setelah berbicara dengan beberapa orang
perwakilan, kita akhirnya diberi refund dan dijanjikan berangkat besok pagi. Itu
artinya, semua penumpang yang keberangkatannya delay – termasuk saya – harus
bermalam di bandara. Pengalaman baru!
Jam
menunjukkan pukul 2 pagi. Penumpang-penumpang yang jadi korban delay Lion Air
sebagian tidur di lantai, di masjid ruang tunggu, dan di kursi-kursi. Saya yang
sedikitpun tidak ngantuk waktu itu bingung mau ngapain. Mau makan, tempat
makannya udah pada tutup. Mau duduk, pinggang udah sakit karena kebanyakan
duduk. Mau pacaran, nggak punya pacar. Tapi untungnya disana ada sebuah ruangan
yang bercahaya, yang menawarkan surga kala itu bagi perut yang mulai lapar. Yap!
Ada indomaret yang tetap setia buka. Saya lalu beli makanan, pop mie, dan
tentunya kopi hangat. Mantap sudah perbekalan melawan bosan selama menunggu.
Hari
mulai pagi. Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Janji yang diberikan Lion Air
untuk berangkat belum juga ada kejelasan. Penumpang mulai marah-marah lagi. Ruang
check-in juga penuh dengan hawa panas. Sebenarnya, kalau semua penumpangnya
masih muda seperti saya, atau orang dewasa berumur 30 sampai 40 tahun, mungkin
tidak terlalu masalah untuk menunggu sampai tidur di bandara. Masalahnya,
kasihan dengan penumpang yang sudah tua, perempuan, dan juga anak kecil. Saya kasihan
liat ibu-ibu yang tidur di lantai dengan anaknya, juga orangtua yang tidur
kedinginan. Tidak masalah juga mungkin dengan penumpang yang seperti saya, yang
pulang untuk berlibur ke rumah. Masalahnya, bagaimana dengan penumpang yang
mungkin saat itu ada kegiatan penting? Bagaimana dengan penumpang yang mungkin
saat itu sedang terjadi musibah dengan keluarganya di kota tujuan? Kan kasihan
mereka semua. Kasihan juga dengan bule-bule yang waktu itu jadi penumpang Lion
Air. Mau protes nggak ngerti, mau dengerin penjelasan dari pihak Lion Air waktu
itu juga nggak ngerti, mau nangis mungkin mereka malu. Jadinya mereka cuma
bengong aja saat kita marah-marah ke pihak Lion Air. Yang sabar aja ya, bul. Kalo
kata orang-orang mah, welcome to Indonesia!
Pukul
9 pagi, penumpang masih terlantar, polisi dan tentara mulai banyak berdatangan
mengamankan bandara yang keadaannya makin kacau, saya sekuat tenaga menahan
mata yang perih karena tidak tidur sedikitpun dan juga menahan lapar. Kita,
penumpang tujuan Bengkulu berkumpul di pintu keberangkatan A4. Masih belum ada
kejelasan juga kapan akan diberangkatkan. Bahkan sempat terjadi
dorong-mendorong antara penumpang dan pihak keamanan di pintu A4. Petugas Lion
Air panik dan bingung. Hasrat penumpang yang ingin menonjok petugas Lion Air
sedikit tertahan karena ada tentara dan polisi disana. Penumpang juga mulai
muak dengan janji dari Lion Air yang ingin memberangkatkan kita. Hingga akhirnya,
kurang lebih pukul 9.45 pagi, setelah perjuangan panjang, kita akhirnya
diberangkatkan menuju Bengkulu. Iya, itu artinya pesawat Lion Air delay selama
17 jam lebih. Hebat bukan?
Tanpa
mengurangi rasa hormat atau tanpa ingin menjatuhkan nama baik, kebodohan pihak
Lion Air sepertinya sudah kelewat batas. Delay selama lebih dari 17 jam dan
delay nya bukan cuma ke satu tujuan. Mungkin sudah waktunya sang singa terbang
ini ditutup. Pertanyaannya, Kemenhub berani nggak memberi tindakan tegas ke
Lion Air?
Udah dulu yaa bhay!!