“Aku rindu”. Ucapmu lirih di ujung telepon.
Aku
menghela nafas panjang. Meresap ucapanmu lamat-lamat. Bulir air keluar di ujung
mataku.
Sudah
pukul 1 dini hari. Rindu memang tak pernah mengenal waktu. Malam ini aku
mengenangmu lagi melalui kenangan-kenangan sebelum kita terpisah karena jarak. Riak
tawamu menyesakkan kepalaku. Aku tenggelam dalam lesung di daratan wajahmu.
Membiasakan
diri untuk sesuatu yang tidak biasa bukanlah perkara mudah. Aku yang terbiasa
menyandarkan kepala di pundakmu saat lelah, sekarang harus belajar untuk
mengganti kebiasaan. Kamu yang terbiasa mengacak-acak anak rambutku saat kita
duduk di beranda, sekarang harus menahan tanganmu yang jahil.
Sayangku,
kamu
pernah bilang bahwa hidup akan tetap baik-baik saja meski kita terpaut oleh
jarak. Dan saat ini, kita harus membuktikan kata-kata itu. Persetan dengan
semua ragu yang akan menggoda. Memang ketakutan terbesarku adalah kehilanganmu,
tapi keyakinanku untuk tetap menjadi rumah untukmu pulang jauh lebih besar. Maka,
percayalah kita akan baik-baik saja. Aku akan tetap menjadi penenang di setiap
gelisahmu dan kamu akan tetap menjadi arah untuk tiap langkahku.
Sayangku,
akan
tiba sebuah masa dimana kita akan merasa bosan dan lelah. Mungkin engkau akan
bosan menatap mataku hanya melalui layar gawaimu, atau mungkin aku lelah hanya
bisa menyemangatimu lewat kata-kata bukan lewat peluk yang mesrah. Sayang, kita
harus belajar bertahan dari semua tantangan. Berdirilah pada keyakinan untuk
saling menetapkan hati. Kelak, saat kita telah sama-sama berhasil melipat jarak,
akan kita rayakan setiap bosan dan lelah yang telah kita kalahkan.
Sayangku,
jika
rasamu kepadaku mulai memudar karena jarak, tolong ingat aku yang sedang
mati-matian menjaga rasa disini. Ingat aku yang menguatkan langkahmu saat kau
ragu mengambil keputusan. Ingat aku yang selalu berusaha menghadirkan tawa saat
harimu kelam dan muram. Sebagaimana aku yang juga akan selalu mengingat
perjuanganmu. Kamu yang rela mendengarkan keluh kesahku hingga larut malam. Kamu
yang sangat cemas saat tubuhku terbaring sakit dan lemah.
Sayangku,
Semoga
kita tetap saling menguatkan saat keadaan mencoba untuk melemahkan.
“Aku juga rindu”. Balasku pelan.
Malam
itu, kita tidur dengan memeluk rindu masing-masing.