Tempo
hari, aku melihat sepasang kekasih sedang berbincang penuh ceria di sebuah gang
yang sempit. Camilan-camilan murah tersaji di depan mereka dengan dua buah
minuman botol. Mereka bercanda. Mengobrol hingga tertawa lepas, pukulan dan
cubitan kecil dari si perempuan beberapa kali menyasar bahu lelakinya. Si lelaki
yang nampaknya baru pulang kerja, dengan setia mendengarkan perempuannya yang
bawel. Oleh mereka, ruang untuk cinta bisa hadir dimana saja. Tak perlu ruangan
berpendingin dengan makanan-makanan mahal. Dari mereka, aku belajar bahwa cinta
bisa begitu sederhana.
Pernah
sepulang kerja, di dalam sebuah tempat makan, aku melihat seorang perempuan
tertunduk dengan air mata membasahi pipinya. Sesegukan ia menangis, sementara
lelakinya yang duduk di depannya hanya diam mematung. Hening memenuhi dunia
mereka yang mungkin sedang goyah. Oleh mereka, cinta ternyata tak hanya diisi
dengan tawa tapi juga dengan tangis. Dari mereka, aku belajar bahwa cinta bisa
menyebabkan luka.
Aku
sedang mendengarkan lagu dari headsetku tatkala seorang ayah masuk ke dalam
busway yang sedang kunaiki. Sang ayah kemudian duduk tepat di depanku, memangku
anak perempuannya yang sudah terlelap tidur. Tangan sang ayah dengan lembut
membelai kepala anaknya lalu disusul dengan kecupan lembut. Aku tersenyum. Melihat
betapa anak perempuan tersebut sangat dicintai ayahnya. Oleh mereka, cinta bisa
lintas usia. Ayah ke anaknya, kakak ke adiknya, kakek ke cicitnya, dan
seterusnya. Semua bisa memberi dan merasakan cinta. Dari mereka, aku belajar
bahawa cinta bisa sangat tulus.
Aku
meraih ponselku, membuka laman berita sembari menikmati kopi yang masih
mengepul. Di laman tersebut, tersaji sebuah berita tentang seorang lelaki yang
dengan sadar membunuh perempuannya. Ia marah, sebab perempuan yang amat ia
cintai ternyata mendua. Ia lalu meluapkan amarah tersebut dengan sebuah tebasan
golok di leher perempuannya. Oleh mereka, cinta yang awalnya datang dengan
penuh mesrah bisa saja berakhir dengan darah. Dari mereka, aku belajar bahwa
cinta bisa mematikan hati dan logika.
Lalu
aku melihat diriku sendiri. Aku pernah jatuh cinta, pernah luka, pernah
bahagia, dan pernah ditinggalkan. Cinta suatu hari pernah membawaku pada sebuah
bahagia yang tak terkira. Aku merasakan betul bagaimana cinta memenuhi hari
demi hariku saat itu. Namun, cinta juga pernah membawaku pada duka dan
penyesalan. Ah, ternyata cinta bisa begitu rumit. Jarak antara bahagia, sedih,
duka, luka dan marah sangat tipis. Kita bahkan tak tahu kemana cinta yang kita
puja-puji hari ini akan membawa kita esok hari. Bisa saja kepada kemungkinan
terburuk atau terbaik.
Cinta
yang rumit bisa menjadi sederhana dengan cara mensyukuri hadirnya atau
memaafkan perginya.