Ternyata cinta tak selamanya berjalan indah sesuai
rencana.
Dulu aku membayangkan kita akan berdampingan hingga
hari dimana sebuah ijab terucap, melanjutkan kembali hari-hari indah hingga
tua, berakhir bahagia, persis seperti film romansa yang pernah kita tonton
bersama. Aku membayangkan kau akan menjadi rumah dari lelahku, menjadi awal
dari langkah-langkahku, menjadi temaram di gelapku, menjadi pelengkap dari
kurangku.
Aku telah siap dengan semua mimpi indah itu. Menyiapkan
diri dan memantapkan hati, menata diri dan menjaga hati, memantaskan diri dan
merawat hati. Aku tak pernah takut dengan rintangan yang nanti akan menyulitkan
kita, sebab bersamamu aku yakin dalam setiap langkah. Namun aku tak pernah siap
bila dilukai dengan orang yang aku cintai. Itulah sebabnya aku lebih hancur
darimu.
Kita memang ditakdirkan berpisah setelah bersama. Kamu
memilih pergi dengan cara menyakiti. Memulai langkah dengan seseorang yang
selama ini kau cintai diam-diam. Mungkin pilihanmu benar, pergi dengan alasan
memerdekakan hati. Tapi mungkin kamu lupa, bahwa hatimu merdeka dengan meninggalkan
luka dan duka pada hati seseorang. Kita yang dulu pernah menjadi sedekat nadi, akhirnya
sekarang telah lebih jauh dari mentari sekalipun.
Aku ingat saat kita berbincang di suatu petang. Katamu,
betapa beruntungnya seseorang yang mencintai sekaligus dicintai dengan sungguh.
Hidupnya akan menjadi sangat lengkap. Aku membayangkan bahwa orang yang bahagia
itu adalah kita. Kita saling mencintai dan dicintai satu sama lain dengan
sungguh. Namun disaat yang sama, kamu membayangkan orang yang bahagia itu tanpa
aku. Ragamu bersamaku saat itu, namun hatimu telah lama tidak. Hingga akhirnya
raga dan hatimu benar-benar tidak bersamaku lagi.
Aku bergumam tatkala kamu pergi meninggalkan. Sisi hatiku
mengerang. Amarah, dendam, benci, tak sudi, semua berkumpul menguasai hampir
seluruh diri. Namun sisi lain hatiku berbisik pelan diantara riuh rintih: Sudahlah. Lepaskan. Membenci masa lalu hanya
akan membuatmu menjadi pesakitan. Ubah caramu menyikapi. Jangan hidup di dalam
dendam dan penyesalan.
Mungkin kita – atau hanya aku – perlu merenung. Berpikir
sejenak bahwa pertemuan kita setidaknya tak akan menjadi sia-sia saja. Sebab darimu,
aku belajar mencintai dan memiliki. Sementara kamu hanya belajar menyakiti.
Terimakasih telah melukai, sebab karna itu aku
mengerti bagaimana untuk menjadi lebih kuat kembali.
Terimakasih telah melukai, sebab karna itu aku bisa
menata kembali hati yang kau buat sedih.
Terimakasih telah melukai. Meskipun perih, aku bahagia
karena takkan lagi tersakiti.
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejak kalian disini. komen yaa :)