Tuesday, February 13, 2018

Pada Pelukmu Aku Ingin Kembali

Aku terduduk diam.
Menatap kosong kearah langit yang sedang memuntahkan hujan.
Kau yang dulu sering kuajak bercerita, kini entah sedang apa. Dingin dan gemuruh semakin membawa rindu.

Sial! Lagi-lagi aku teringat tentang kita dahulu. Seperti kamu yang suka meyandarkan kepalamu di pundakku. Lalu kamu hanya diam disana sembari memejamkan mata. Namun bagiku itu adalah ‘percakapan’ yang sangat dalam. Kamu menginginkan pundakku untuk merebahkan segala lelah disana, dan aku, aku dengan senang hati menyerahkannya kepadamu. Diam kita saat itu adalah percakapan tanpa suara, yang hanya dimengerti oleh kita berdua.

Kita tak pernah meminta untuk dipertemukan satu sama lain. Saat itu, waktu yang mempertemukan kita dengan sendirinya. Aku bahagia, tentu saja. Bertemu denganmu adalah sebuah kebaikan dari semesta. Bagiku, kamu adalah embun di pagiku, sebagaimana kamu yang menjadikanku poros semestamu. Lalu, waktu pula yang membawa kita hingga akhirnya menjadi saling terikat. Rasa yang ada pada diri kita semakin memekar. Hari-hari kita diisi dengan banyak tawa dan canda. Tanpa sadar, aku merindukan semuanya sekarang.

Hingga akhirnya waktu pula yang membawa kita saling terluka. Semua ceria dengan cepat dilahap habis oleh waktu. Aku membenci semuanya saat itu. Membenci diriku sendiri, kamu, waktu, pertemuan, hingga semua hal yang berkaitan dengan kita. Beberapa hal menjadi sangat berbeda setelahnya. Waktu membawa kita untuk saling melepaskan dan merelakan.

Sekarang, aku semakin terbiasa dengan kesendirian. Luka membuatku hanya bisa memelukmu melalui ingatan. Tak menghangatkan memang, namun setidaknya aku masih bisa merasakan debar itu. Debar yang kau beri saat pelukmu meluruhkan semua resahku. Sering aku mencoba melupakan bayangmu walau sejenak. Aku menyibukkan diriku pada banyak hal. Namun semua usahaku akhirnya kembali pada satu kesimpulan : Aku gagal. Aku tetap merindukanmu.

Terbiasa dengan kesendirian membuatku merindukan untuk sekedar duduk berdua denganmu. Tapi aku tak akan berharap banyak lagi. Jika kamu telah menemukan pundak seseorang untuk kau rebahkan kepalamu disana, aku akan mendoakan yang terbaik bagimu. Jika saat ini pelukmu telah dimiliki orang lain, aku akan merelakan semuanya. Dan jika hatimu telah berlabuh pada orang lain, aku akan melepasmu dengan senyum penuh ikhlas. Sebab bagiku, bahagiamu adalah hal yang paling utama. Meskipun bukan denganku.

Dulu,
Pada pelukmu aku ingin kembali.
Menata ulang rasa, memperbaiki semua salah, memulai kembali cerita.
Sebab hanya pada pelukmu, aku ingin bersandar hingga tiada.

Namun kemudian aku sadar. Ada keadaan yang memang tak baik jika terus dipaksakan. Maka,biarlah kita kemudian menjadi dua orang yang saling mendoakan dalam kebaikan. Tanpaku, kamu harus tetap bahagia. Tanpamu, aku akan belajar memperbaiki.
Share:

13 comments:

  1. Apalah arti bahagia tanpa duka lara. Sungguh bijak sang pendoa. Dengan ibadah hilanglah luka.

    ReplyDelete
  2. Memaksakaan keadaan juga tak baik.
    Mengalir saja, amati dan rubah jika kurang berkenan

    ReplyDelete
  3. Ku rasa...tak akan ada yang menang melawan kenangan masa lalu.
    Sungguh,
    itu sudah tertanam kuat dalam pikirku.
    Alam bawah sadarku.

    Jadi,
    Bagaimana mungkin dengan mudah ku nafikan rasa (rindu) ini?

    ReplyDelete
  4. Awalnya memang sakit. Tapi setelah itu akan jadi biasa, apalagi jika sudah menemukan senyuman dan pelukan yang lebih hangat :)

    ReplyDelete
  5. Tiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tiap cerita pasti memiliki akhir~ Nikmati kebersamaan selagi masih ada waktu. Dan relakan yang sudah berlalu~

    ReplyDelete
  6. Kalau saling ikhlas dan saling memperbaiki diri maka semuanya akan berjalan dengan baik.

    ReplyDelete
  7. Aku ingin menghapus segala kenangan itu, tapi itu mustahil. Maka yang harus aku lakukan adalah mendoakanmu dan mendoakan diriku sendiri, semoga masing-masing kita menemukan kebahagiaan baru dan lenyaplah luka.

    :)))

    ReplyDelete
  8. Galaunya. Kembali kepada orang yang kita kenal dengan baik memang menyenangkan. Tapi kadang memang ada yg harus dikorbankan untuk mendapatkan kebahagiaan.

    ReplyDelete
  9. setuju banget dengan tulisan ini terutama pada paragraf terakhir "Namun kemudian aku sadar. Ada keadaan yang memang tak baik jika terus dipaksakan. Maka,biarlah kita kemudian menjadi dua orang yang saling mendoakan dalam kebaikan. Tanpaku, kamu harus tetap bahagia. Tanpamu, aku akan belajar memperbaiki."

    tapi aku kok belum bisa berdoa seperti itu untuk mantanku ya? hahaha

    ReplyDelete
  10. Move on!!. Setiap detik terlalu berharga untuk dihabiskan galau-galauan. Kita mau seperti Dilan pada 18+ yang jadi ketua geng motor atau Muhammad Al-Fatih yang 18++ menaklukkan Konstantinopel. Choose.

    ReplyDelete
  11. Ini puisi atau pengalaman pribadi ya? Bagus juga sih jadi kaya terjerat akan masa lalu dan tidak ingin ia pergi

    ReplyDelete
  12. Baca ini pas banget lagi hujan, ya Tuhan...menyayat-nyayat hati sekali ini. Semoga kenangannya ikut menguap dengan air hujan yang terjemur mentari, ya. =)

    ReplyDelete
  13. Aih...m sedih sekali karena gagal Move On ya kak. Hujan gerimis diluar seiring dengan tangisan hati ya kak. Semoga semua kenangan larut dan terhempas aliran air hujan menuju got. Semangattt.... badai pasti berlalu

    ReplyDelete

Tinggalkan jejak kalian disini. komen yaa :)