Tadi malam kita bertemu lagi pada sebuah mimpi. Kita bertemu. Tak
lama. Dan memang tak pernah lama. Diantara pertemuan singkat itu, tak ada kata
yang terucap. Aku, hanya diam memandangimu. Diamku bukan karena bisu. Hanya
saja aku terpaku pada ketidakberdayaanku. Pun kamu, hanya diam memandangiku
yang sudah kaku. Mungkin kita diam untuk saling memberikan ruang. Ruang yang
disesaki oleh banyak kenangan, ruang yang mengingatkan lagi bahwa dalam cinta,
kita pernah sama-sama menang. Sesekali kamu memandangi sebuah arloji yang ada
tepat di belakangku. Hingga akhirnya, entah pada detik keberapa, kamu pergi.
Aku terbangun. Tersenyum dan kemudian berterimakasih pada malam. Malam
terlalu baik hingga tak jarang ia menemukan kita berdua didalam mimpi. Tapi,
kadang malam juga terlalu jahat. Ia meninggalkanku sendiri bersama sunyi. Bersama
gugusan rasi yang seolah menertawai. Bersama sepi yang enggan menepi. Membuatku
memikirkanmu hingga pagi lagi.
Masih banyak pertanyaan yang engkau tinggalkan di mimpi tadi. Mengapa
tak terdengar suaramu menyapaku lagi? Mengapa tak terlihat raut senyum di
wajahmu? Mengapa seolah-olah kamu menjauh? Ah tapi aku juga bodoh. Mengapa tak
kusapa kamu duluan, kemudian kita berbicara tentang kita di masa depan. Mengapa
tak kubuat kamu tersenyum lagi, hingga hilang sedih-sedihmu. Mengapa aku tak
mendekatimu, merangkul tanganmu dan memberikan sebuah kekuatan untuk menghadapi
rintangan bersama.
Aku ingin bertemu. Membicarakan semua yang masih tertinggal diantara
kita. Agar akhirnya aku dan kamu bisa mengerti bahwa mencintai adalah
sebaik-baiknya cara untuk berbagi. Karena di dalam cinta, aku dan kamu adalah
satu. Maka, agar tak banyak lagi tanya yang menyisa, aku menyiapkan satu waktu
untuk bertemu denganmu. Waktu dimana mentari pulang memeluk bumi dan kelam
mulai merangkul langit. Diwaktu senja.
Temui aku senja esok.
Diantara jingga yang mulai menapak langit. Diantara kepakan sayap
burung yang memukuli udara. Temui aku. Akan aku ceritakan padamu tentang aku
yang tak pernah lelah jatuh cinta kepadamu. Dari temu pertama hingga kelak.
Kelak yang kuartikan selamanya.
Temui aku senja esok.
Di tempat pertama aku menatapmu. Di tempat aku mulai menjadi pecandu
akan senyum di raut wajahmu. Temui aku. Akan aku ceritakan bagaimana aku
melawati malam dengan melukiskan dirimu dalam sajak-sajak. Kemudian kurapalkan
namamu dalam bait doa sebelum tidur. Hingga akhirnya kita bertemu, dalam sebuah
mimpi yang telah kusiapkan.
Temui aku senja esok.
Diantara detak jantungku yang lebih cepat dari waktu. Diantara senja
yang menyatu bersama rindu. Temui aku. Akan aku ceritakan bagaimana aku merindu
akan dirimu. Lalu, aku ceritakan pula bagaimana aku mengenang tiap-tiap cerita
kita dulu. Tentang kita yang pernah sama-sama tak ingin menjauh.
Temui aku senja esok.
Senja esok yang akan menjadi saksi bahwa diantara aku dan kamu, masih ada
rasa untuk saling memiliki. Senja yang didalam biasnya kita lukis dengan banyak
cerita dan cinta.
Temui aku senja esok.
Temui saja. Meski aku dan kamu telah bersekat pada dimensi berbeda.
Untuk kamu, yang telah 40 hari menjadi bidadari di surga.
Aku rindu.
P.S: Surat ini aku letakkan
tepat diatas batu nisanmu. Semoga ada malaikat baik yang membacakannya untukmu.
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejak kalian disini. komen yaa :)