Wednesday, January 17, 2018

Bara yang lara

Panggil ia Bara. Ia Laki-laki. Dan Ia sedang bingung.

Bara menyesap secangkir kopi hangat. Puluhan puntung rokok sisa kenikmatan bertumpuk dalam asbak di depannya. Sekarang pukul 3 pagi, ia belum tidur sedikitpun. Matanya merah. Entah karena kantuk yang ia tahan, atau karena tangis yang terbendung.

Bangsat! Gumamnya. Ia mendengus kesal. Ternyata secangkir kopi dan kebulan asap rokok belum mampu menenangkan pikirannya. Ia melangkah mendekati jendela kamar. Ia butuh udara segar. Udara Bandung yang dingin menampar wajahnya yang pasi. Diluar, suara jangkrik saling bersautan.

Bara kembali kedalam lamunannya. Matanya yang kosong menatap jauh kearah langit yang gelap. Ia tahu sekarang dibenaknya ada bayang yang selalu mengikuti. Lebih tepatnya bukan mengikuti, tapi bayang itu terbawa oleh Bara hingga mengganggu pikirannya. Bara ingin memeluk bayang itu, tapi belum mampu. Ingin ia jauhi bayang itu, tapi tak bisa. Ia sudah terpaut entah sejak kapan.

Bara tak menemui jawaban atas apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Ia pernah mencoba bertualang jauh hanya untuk menenangkan jiwanya. Semuanya membaik saat itu, namun ketika ia kembali ke rutinitas, semua bayangnya ikut kembali. Hingga tadi ia coba menulis puisi untuk menumpahkan semuanya, namun yang ada ia semakin hanyut dalam bayang itu.

“Tidakkah kau melihatku sedikipun, wahai puan?” lirihnya pelah

Tidak ada yang menjawab. Bahkan suara jangkrik yang tadi berisik pun tiba-tiba berhenti, angin yang tadi berbisik di telinganya pun entah kemana. Semua seolah menertawakan Bara diam-diam.

Panggil ia Bara.
Ia ingin lesap,
Pada bayang seorang hawa
Namun ia telah terbelenggu
Pada sebuah kata dan rasa

Namanya Bara, dan ia sedang lara
Share:

0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan jejak kalian disini. komen yaa :)