Sekarang,
beberapa hal tak lagi sama. Aku terbangun diawali dengan sesuatu yang berbeda. Tak
ada lagi sapa pagimu, juga tak ada lagi semangat darimu. Semuanya melebur terbalut lirih.
Jika
saja bukan karena keinginan untuk bangkit, mungkin sekarang aku sudah menjadi
pesakitan disudut kamar. Mendekap sedih kedua lutut, meratapi ternyata patah
hati bisa seperih ini. Namun menyesali kenyataan tak akan membuatmu lebih baik.
Diluar
hujan. Gemuruh saling bersautan mengisi luas langit. Ah, semesta bisa saja
membuatku teringat lagi tentang kita dulu. Waktu itu hujan pukul 3 sore, 15 menit
sebelum jadwal keretamu berangkat meninggalkan Bandung. Kita yang saat itu
sedang berada di sebuah tempat makan dikejutkan dengan hujan yang tiba-tiba. Raut
wajahmu sedikit panik. Berulang kali kamu melihat jam yang melingkari tanganmu.
Aku pun tak kalah panik. Akhirnya aku memutuskan untuk meminjam payung di
tempat makan itu. Lalu kita melintasi hujan berdua. Payung yang tidak terlalu
besar itu tak cukup melindungi kita dari hujan. Sisi kiri badanku dan sisi
kanan badanmu basah oleh hujan. Aku tersenyum mengingatnya lagi.
Sekarang
kita berpisah, setelah beberapa luka tak lagi bisa diobati. Ah, jika saja aku
lebih mengerti saat itu, mungkin sekarang kita lagi duduk bersama di bangku
taman. Memandangi langit yang temaram sembari meyesap kopi. Lalu bercerita tentang
kita dimasa depan. Hingga kopi dan cerita kita habis, dekapmu lah yang
menghangatkan.
Sekarang
kita berpisah, setelah langkah kita tak mampu lagi berjalan berdampingan. Jika saja
saat itu ego kita bisa dikalahkan, mungkin sekarang aku masih menjadi orang
yang kau kabari di setiap pagi dan menjadi orang terakhir yang kau ajak bicara
sebelum tidur. Atau aku masih menjadi sesorang tempatmu bercerita tentang
banyak hal. Mulai dari cerita tentang temanmu yang menyebalkan, mata kuliah
yang tidak kau sukai, atau cerita tentang makanan apa yang ingin kau cicipi
nanti bersamaku.
Sekarang
kita berpisah, meninggalkan luka, menyisakan kenangan, menyesali pertengkaran, mensyukuri
pertemuan. Tidak. Aku tidak membencimu sama sekali. Bagaimana mungkin aku
membenci seseorang yang pernah ada di hidupku. Bagaimana mungkin aku membenci
seseorang yang pernah mencuri hatiku dengan cara termanis. Aku pastikan, kau
menjadi bagian termanis dari cinta yang pahit.
Sekarang
kita berpisah, untuk menyembuhkan hati hingga siap kembali. Pergilah dulu. Berjalanlah
tanpa adanya aku, berbahagialah tanpa adanya aku, sebagaimana aku akan
melakukan hal yang sama. Luka di hati kita mungkin akan berbekas, namun seiring
berjalannya waktu, semua akan menjadi baik lagi.
Sekarang
kita berpisah. Darimu aku belajar satu hal, bahwa bagian tersulit dari
perpisahan adalah bukan mencari seseorang yang akan mengisi kembali hati kita,
tapi bagaimana berdamai dengan cerita kita yang berjudul kenangan.
Jangan bersedih lagi. Kau pantas lebih bahagia.
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejak kalian disini. komen yaa :)