Friday, December 12, 2014

Hujan di bulan Oktober

Langit masih pagi. Mentari belum muncul dengan hangatnya. Dedaunan basah oleh rintik gerimis yang ritmik. Serupa dingin udara di pagi itu, ingatan tentangmu datang menghunus kepala dengan caranya. Ingatan tentangmu menemaniku pagi ini. Aku hanya bisa menikmati.

Tuhan mungkin boleh bersombong, karena ia telah menciptakan seorang bidadari yang berwujud kamu. Ia menciptakan lengkung senyum yang menawan padamu. Lalu Tuhan juga memberikan kemilau pada matamu yang sedikit sipit. Sempurna sekali berpadu dengan wajahmu yang tirus. Serupa rona senja di ufuk barat.

1200km adalah sebuah jarak yang dengan telak memisah. Aku dengan lemahku tetap tak bisa menghilangkan kamu sedetikpun dari ingatanku. Entah kenapa. Aku semakin tak tahan dengan pikiranku. Pernah aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkanmu. Tapi seolah aku tak kuasa, magis dirimu semakin kuat dalam ingatan. Aku kalah lagi, meskipun sudah beribu kali mencoba.

Dulu, kita berdua pernah membicarakan tentang sebuah jarak. Di sebuah tempat yang teduh saat pukul 2 di hujan bulan Oktober. Kamu pernah bilang bahwa sepasang orang yang terpisah karena jarak kelak akan lebih menghargai sebuah pertemuan. Jarak juga bukan menjadi perkara bagi sepasang hati yang tahu kemana jalan untuk kembali. Persis seperti burung merpati yang juga selalu tahu jalan untuk kembali ke pasangannya. Lalu katamu, bila burung merpati jantan bertalu-talu memberi pujian hingga sang betina tertunduk malu, seorang perindu juga melakukan hal semacam itu. Hanya saja dengan caranya sendiri-sendiri. Apapun itu, mungkin dengan cara  menyampaikan kata-kata romantis dan picisan. Seperti itulah kamu, membicarakan sesuatu dengan sangat teliti kemudian menganalogikannya dengan baik. Suaramu, keteduhan senyummu saat itu adalah penghangat bagiku melawan dinginnya ritmis gerimis.

Pagi ini, dari jarak 1200km, aku mengingat setiap baris cerita kita. Hanya untuk mengobati rindu sebelum sua. Inilah aku, mengirimkan surat untukmu sambil berharap kerinduan tertera pada setiap aksara yang kau baca. Aku ingin mendengarkan cerita darimu lagi, karena setahuku cerita tentang merpati itu belum selesai.

Tunggu aku, ditempat yang sama, di waktu yang sama, di hujan bulan Oktober.



P.S: Aku mengirimkan surat ini bersama seikat mawar putih. Simpanlah bila engkau menyukainya.
Share:

2 comments:

Tinggalkan jejak kalian disini. komen yaa :)