Kita tertawa lepas
disenja itu. Diujung cakrawala sana burung-burung berterbangan seolah cemburu
melihat kita memadu kasih. Sesekali sapuan ombak sampai diujung kaki kita. Aku mendengarkan
dengan baik setiap cerita yang keluar dari bibirmu waktu itu, sebelum akhirnya
aku terbangun dan menyadari bahwa semuannya hanya mimpi.
Sejak kapan mimpi jadi
penghapus rindu? Sejak aku kehilangan dirimu.
Lagi-lagi aku
memimpikan kamu, Nona. Sejak pertemuan terakhir itu engkau selalu hadir
menghiasi tidurku. Entah apa arti dari semua ini. Apa hanya dengan cara ini aku
bisa melihatmu lagi? Apa hanya dengan cara ini aku bisa berbicara denganmu lagi?
Atau ini jawaban dari Tuhan atas doa-doaku yang selalu meminta untuk
dipertemukan denganmu kembali? Entahlah. Aku hanya bisa menikmati setiap
mimpiku tentangmu. Tapi konon katanya
jika kita memimpikan seseorang maka orang itu juga memimpikan kita. Benarkah
itu, Nona? Apa kamu juga memimpikan aku? Ahh tidak tidak. Aku tidak akan
berharap sejauh itu. Jika kamu masih mengingatku saja itu sudah cukup.
Boleh aku bercerita?
Sejak kita mulai menjauh satu sama lain, aku mulai merasakan betapa berharganya
waktu yang kubuang percuma kala itu. Menyadari betapa bodohnya aku saat
mengabaikanmu. Kini yang tersisa hanya sesal. Aku seolah berjalan sendiri di
dalam labirin penyesalan, berusaha mencari jalan keluar tapi yang kudapat
hanyalah kebuntuan.
Sekarang kita sudah
lama tak bertatap mata, alih-alih waktu akan menghapus kamu dari ingatanku, ia
malah membawa rindu yang kian dahsyat merasuk kalbu.
Aku disini sekarang,
disuatu tempat dimana aku pernah mengenalmu, tempat dimana aku pernah melihatmu
tertawa, dan tempat dimana aku pernah melihat senyuman seorang bidadari.
Nona, jangan pernah
lelah hadir di dalam mimpiku ya.
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejak kalian disini. komen yaa :)